Teduhnya kolam pemandian Pucok Krueng Raba by arieyamani.blogspot(dot)com

Masih berbekas dalam ingatan saya era Daerah Operasi Militer masih berlaku di bumi Serambi Mekkah. Kala itu, teman-teman saya yang putus sekolah memutuskan untuk ikut jejak perjuangan. Berbagai macam motif mengemuka kala itu. Ada yang ingin balas dendam karena di culik ayahnya. Ada yang ingin menganggul senjata karena begitu benci dengan aparat. Dan masih ada seribu satu alasan lainnya.

Aceh kala itu tidak jauh dengan yang namanya Deadland! Saban hari, di sisi sudut kota ada tangis pilu para ibu dan anak gadis. Ada ceceran darah dan bau amis yang menyeruak dari ilalang. Sedikit salah, besok pagi sudah hilang entah kemana. Tak ada yang tahu. Hanya surah Yassin menggema seisi rumah.  Namun, di tengah hiruk pikuk rekontruksi Aceh pasca tsunami lalu, sebuah perjanjian maha hebat di tanda tangani. Aceh damai! Menjadi Aceh yang saya kenal di era 90an awal.  Tak ada lagi letupan senjata, tidak ada lagi ledakan granat, tidak ada lagi razia yang tak jelas tujuan dan arah rimbanya. Semuanya, kini berseri.

Kecamatan Lhoknga, yang terletak di kabupaten Aceh besar ini, merupakan salah satu daerah basis GAM kala Aceh masih di dera konflik. Saat itu, kecamatan ini terbilang cukup mencekam. Walaupun tidak separah daerah Aceh di wilayah timur. Karena mengingat letaknya yang tak terlalu jauh dari kota Banda Aceh, lhoknga masih sedikit terkontrol.

Akses jalan menuju Pucok Krueng
Perlahan dan pasti, lhoknga kini berbenah total. Mulai dari menata desa yang terhempas gelombang tsunami, sampai menata kembali lokasi-lokasi wisata yang potensial untuk di kembangkan. Pantai lhoknga kembali bergeliat. Pabrik Semen Andalas Aceh kembali menderu mesinnya. Dan, salah satu tempat yang menarik di lhoknga yang kini sedang naik daun adalah Pucok Krueng Raba ( ujung hulu Sungai Raba)

Lalu apa menariknya pucok krueng atau hulu sungai ini? Ternyata, tempat yang tenang dan adem ayem ini, dulunya merupakan salah satu markas GAM wilayah Lhoknga! Percaya tidak percaya. Bila ada waktu, lihatlah sendiri. Hijaunya air sungai berpadu dengan warna kapur di tebing gunung dan diselingi oleh hijaunya dedaunan rimba menjadi sebuah hal yang sulit untuk di biarkan begitu saja.

Pucok Krueng ini, kini menjadi salah satu destinasi wisata Gerilya di wilayah Aceh besar. Sayangnya, karena saya bersama keluarga, saya tidak sempat menjajal sisi-sisi bukit yang dulunya menjadi area kekuasaan GAM ini.  Kalau di lihat, sebenarnya masuk akal mengapa para gerilyawan Aceh dulunya memilih Pucok krueng menjadi basis persembunyian mereka. Selalu letaknya yang tertutup karena dulunya tak ada akses jalan menuju kemari, disini juga merupakan sumber air bersih yang alami.

Lihat saja, betapa meneduhkan tempat ini. Siapa nyangka kalau dulu sesekali letusan senjata ak-47 berderu dengan nyaring di sini.  Sungainya yang tenang mengalir pelan. Jernih. Saking jernihnya, saya bisa melihat ikan-ikan bermain di dasarnya. Lengkingan elang yang mencari mangsa menambah diaroma syahdu yang sulit di jelaskan. Suasana yang begitu damai ini begitu sulit di jelaskan.

Di ujung gunung kapur, terdapat gua yang air sungai mengalir di bawahnya. Sesekali, akan ada para bocah meloncatinya. Bila hendak naik lagi ke atasnya, kabarnya tak jauh dari mulut gua, kita akan mendapati beberapa jejak konflik. Mulai dari makam para anggota GAM yang wafat karena di sergap pasukan TNI, sampai jejak sepatu TNI yang tertinggal karena terus di buru oleh GAM. Tempat ini memang terbilang sederhana. Tapi dengan semua kisah dibaliknya? Pucok Krueng ini menjadi salah satu destinasi wisata yang patut di kunjungi.

Bila ingin merasakan sensasi yang lain dan seperti ingin bergerilya, maka telurusilah terusan Sungai Raba yang terletak di pinggir jalan Banda Aceh-Meulaboh. Dari sana, silahkan berboat ria sembari menelusuri sungai raba sampai ke hulunya. Sensasi yang sama seperti kita menyusuri “Delta Mekong” kala Vietnam berperang dengan Amerika kini tersaji di hadapan kita. Di Aceh, di Lhoknga.

Hari itu, saya merasa sangat beruntung. Berhasil menemukan jalanan yang berbatu dan sedikit terjal untuk bisa sampai ke Markas GAM Sagoe Aceh Besar ini. Anak-anak yang turut saya bawa serta tidak sedikit mereka rewel. Rerumputan yang apik tertata, dan tak banyak sampah membuat mereka merasa nyaman. Mungkin, setelah selesai musim angin barat ini, saya akan kembali menyambanginya di pelosok hutan lhoknga. Mau ikut?

Sungai Raba, mencari sensasi "Delta mekong" 

sisi lain Pucok Krueng, by Kompasiana
lagi-lagi anak tertua ku sibuk sendiri dengan kamera @_@
Suasana begitu teduh, betah berlama-lama disini


Pucok Krueng, 

salut saya, dia nggak rewel sepanjang perjalanan yang berbatu ini, Ziyad is the best hehe


Dan, ternyata wisata gerilya ini hanya ada 2 di dunia. Satu di el savador, dan satu lagi di Aceh!