“Kepada teman-teman yang mengikuti kegiatan Media Field Trip Explore Destinasi Wisata Pulo Aceh, dapat berkumpul besok pagi (13/11/2015) di pelabuhan Ulee Lheue Banda Aceh Pukul 07.00 WIB kita akan menggunakan kapal ASDP PAPUYU untuk berangkat ke Pulo Aceh”


Kamis, 12 November 2015, sebuah pesan singkat dari Bang Rinaldi, Panitia yang mengurusi keberangkatan kami, saya dan Makmur Dimila ke Kepulauan Pulo Aceh. Bisa dikatakan, kami berdua beruntung. Beruntung karena terpilih sebagai salah dua undangan dalam sebuah acara yang bisa dikatakan sedikit langka di provinsi paling barat Negara Indonesia. Beruntung, karena sebagian besar undangan untuk event MEDIA FIELD TRIP EXPLORE DESTINASI WISATA PULO ACEH adalah para wartawan senior. Baik dari cetak, online, dan pertelevisian nasional. Sedangkan kami? Hanya dua orang blogger yang biasa saja dan berasal dari tanah Aceh.

Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue dengan tujuan Pulo Aceh, udah nggak pake boat kayu lagi bro!
Hari yang dinanti tiba, saya, masih bingung. Ini mimpi ataukah nyata. Untuk saya, ini adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki ke Kepulauan Pulo Aceh. seumur hidup, saya hanya bisa memandanginya dari pinggir pelabuhan Ulee Lheue. Berbeda dengan makmur sang pemilik blog Safariku, dia sudah beberapa kali ke kepulauan ini.

 Pulo Aceh, sebenarnya adalah salah satu nama kecamatan dari kabupaten Aceh Besar. Di kecamatan ini, terdapat beberapa pulau. Pulau Breuh (beras) dan Pulau Nasi adalah yang terbesar dibandingkan pulau bunta, pulau bate (pulau batu) dan beberepa pulau kecil lainnya. Itulah sebabnya, saya menyebutnya sebagai kepulauan. Sedangkan masyarakat setempat, lebih sering menyebutnya dengan Pulo Aceh.


Ya, saya Akhirnya memutuskan pergi untuk menyambangi Pesona Pulau Nasi
Dan ini identitas saya selama di Kecamatan Pulo Aceh

Sejak dari dalam kapal KMP, saya berkali-kali bersyukur kepada Tuhan. Bersyukur karena ini adalah pertama kalinya saya diundang sebagai seorang blogger, bersyukur, karena akhirnya saya bisa menyambangi Pulo Aceh yang dahulu dikenal sebagai salah satu lumbung ganja. Saya masih menerka-nerka, seperti apakah Pulo Aceh itu, mirip Pulau Sabang kah? Atau lebih Mirip dengan Pulau Simeuleu? Perasaan yang berlompat-lompat membuat jiwa muda kembali bergairah. Sebuah Field Trip, yang akhirnya menyadarkan saya akan hebatnya wisata kampong halaman saya sendiri! #BanggaJadiAnakAceh

Seminggu sebelumnya, saya sempat ragu, mengingat kabar yang berhembus kalau ke Pulo Aceh itu harus naik Boat Kayu Nelayan. Bila cuaca sedang ribut, maka kapal yang ditumpangi akan berloncat-loncat. Belum lagi, katanya di sana, penerangan terbatas, diperparah dengan tidak adanya jangkauan sinyal Handphone. Alamak! Makmur, berulangkali memanasi saya, agar mau ikut bersamanya ke pulo Aceh untuk memenuhi undangan dari BPKS, Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (Tugas dan fungsinya di sini)

“hana tat jan Mur, can gadoh diteungoh bak Bakong lon” Ogah ah Mur, bakalan hilang di tengah ladang ganja nanti. Saya ngeles sejadi-jadinya. Karena memang image kecamatan Pulo Aceh ini mengerikan.

“neujak ile hai bang, nanti baru komentar” pergi dulu sampai ke sana, baru setelah itu memberikan komentar seperti apa sebenarnya pulo Aceh itu! Ah, saya harus menelan ludah sendiri. Benar yang dikatakan olehnya, kalau sebaiknya, datang dulu sampai ke tujuan, lihat, rasakan, baru ceritakan!
Ok, Baik, Saya ikut!

What The??! Kok kapalnya kapal KMP yang bagus dan layik? Bukannya kapal kayu yang selama ini diceritakan? Apa ini hanya karena acara explore destinasi pulo Aceh saja makanya ada kapal keren seperti ini?

Ternyata, kapal ini telah berlayar sejak awal tahun 2015 ini. Senin, rabu, jumat, dan sabtu. Adalah jadwal keberangkatannya. Hanya dalam waktu 1,5 jam saja. Kami telah tiba di pelabuhan Lamteng Pulau Nasi. Dan, saya melihat beberapa para penumpang menggunakan Handphone untuk menelpon sanak saudaranya agar bisa menjemputnya segera. Lah? Yang katanya nggak ada sinyal Hape siapa? Terus, itu lampu jalan malah hidup di siang hari? Waduh, saya malah semakin keki. Diam menahan malu dalam hati. Tidak sepatah katapun saya sampaikan kepada makmur.

Dermaga dengan laut yang tenang, diapit oleh bukit yang hijau royo-royo sepanjang mata memandang. Jernih airnya, bersih lautnya, dan yang bikin hati ngenes itu pas ngeliat gradasi warna lautnya. Keren cuy! Hijau, hijau toska, lalu biru laut. Terus, dibeberapa titik, terumbu karang terlihat dengan jelas. Ikan-ikan menari diselah-selahnya. Ini Aceh? atau bukan? Mengapa bisa seindah ini?

menurut para penyelam, di pinggir pulau kecil ini, terumbu karangnya keren! Pesona Pulau Nasi
Semuanya diluar ekspektasi saya. Pulau ini, berhasil memukau pandangan saya pada kesan pertama. Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya, terserah anda! Yups. Jargon iklan jaman saya masih SMU ini sangat pas menggambarkan perasaan saya saat itu.

tak terasa, perjalanan 1,5 jam sudah hampir selesai, di ujung sana, adalah pelabuhan Lamteng, Pulo Nasi

Tuh, udah lautnya jernih, bersih, suasanya tenang pula! naik BB 3 Kilo tiga hari hahaha Pesona Pulau Nasi
Tidak ada keributan khas pelabuhan di pulau ini. Semuanya serba sederhana. Dermaga yang sederhana, orang-orang yang sederhana, dengan laut yang luar biasa! Ini baru laut di Pelabuhannya, bagaimana dengan lautnya yang lain? Bagaimana dengan alam bawah lautnya? Bagaimana dengan budayanya? Ah, saya menjadi tidak sabar untuk menjejakkan kaki dan menghabiskan waktu di Pulau Nasi.
saya, sangat menyukai kontur alam yang berbukit, bersisian dengan laut, dan ada masjidnya. keren! Pesona Pulau Nasi


Yakin nggak mau kemari?? Pesona Pulau Nasi

ini pulau beneran santai habis.. dengan laut yang keren abis! Pesona Pulau Nasi



Kalau saja saya tak berpikir panjang, pasti sudah cebur ke laut! Pesona Pulau Nasi
Akhirnya, bang Rinaldi naik ke atas untuk menyuruh saya turun. keasyikan main mandangin laut bang hehe.
Oh iya, ini masih di indonesia!! 


saya udah nggak tahan pengen selfie, tapi, biarlah difotoin dulu. jaim dikitlah



To Be Continued