Pintu gerbang Makam Syiah Kuala Banda Aceh
Teungku Abu Bakar berjalan tergopoh-gopoh. Langkah kaki masih mantap menghujam bumi. Satu persatu kakinya diayunkan. Kain berwarna hijau bermotif kotak-kotak tersemat sempurna di pinggangnya. Tiba-tiba langkahnya berhenti. Dengan sigap ia mengangkat Bilqis yang terjatuh tepat dihadapannya.

“Beudoh, Beudoh Neuk..bek moe beuh. Carong cucoe lon, beumetuwah neuk beuh, beumalem, beumeubahgia, beumudah raseuki” (bangun, bangun nak, jangan nangis ya. Pintar cucu kakek. Berbudi luhur ya nak, jadi anak alim, yang berbahagia selalu, dan dimudahkan rezekinya). Sekali ia menyapu lutut Bilqis yang kotor oleh pasir. Sembari terus mengucapkan beumetuwah. Dan, Saya terus menerus mengaminkan ucapannya dalam hati.

Sejurus kemudian, saya, istri dan Teungku Abu Bakar terlibat sebuah percakapan sederhana di sore yang menjelang senja. Saya berulang kali merayunya, agar Ia bersedia mengobrol sejenak dengan saya. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan perihal makam yang dikeramatkan oleh masyarakat se-Aceh ini. 

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
walaupun tinggal di Banda Aceh, tapi betapa sulit mengunjunginya ( Abu bakar, Istri saya dan anak-anak)
Raut wajahnya sedikit berkerut, maklum saja, tak lama lagi magrib akan datang. Dan, ia harus sudah di rumah kala adzan berkumandang. Memelas saya kepadanya. Begitupun istri saya. Kami hanya ingin menanyakan hal yang paling penting yang selama ini hanya terdengar sebagai rumor.

“Abu, apa benar ketika tsunami, di dekat makam Teungku ada orang yang melakukan pesta Keyboard? “ Tanya saya kepadanya. Ia berdiri sempurna. Menarik nafas panjang lalu terdiam dan seertinya ragu mengiyakan pertanyaan saya.

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Bangunan yang di dalamnya ada Makam Syiah Kuala
“tapi waktu itu, siapa yang berani mendekat dengan hal-hal seperti itu kan?” Ia menjawab sekenanya. Benar saja, kala itu Banda Aceh atau Aceh seluruhnya masih dalam masa konflik. Bila ada sekelompok orang berpakaian dinas dan bersenjata lengkap, tidak ada seorangpun yang ingin berurusan dengan mereka apalagi menganggunya. Tak peduli mereka sedang apa di sana. Masyarakat tak akan berani mengganggu.

Menurutnya, pesta itu sepertinya ada dilakukan sehari sebelum bencana hebat itu terjadi. Akan tetapi, ia tak berani mengatakan benar-benar terjadi. karena ia sendiri tak melihat dengan mata kepalanya. Bahkan, menurut Abu Bakar yang sudah menjadi penjaga makam ini secara turun temurun ini, Ia pun tak bisa mengiyakan apakah benar mereka yang menjadi penyebab “kutukan” Tsunami datang atau tidak. Tapi rumor yang beredar, kalau karena pesta itulah akhirnya Tuhan memberikan bencana yang maha dahsyat.

“peu beutoi abu, watee ie beuna, makam Teungku di poe di ateuh Ie?”-apa benar Abu, sewaktu tsunami datang, Makam Teungku terbang di atas air? Saya masih sangat penasaran dengan cerita yang tak jelas siapa pengarangnya. Sesaat setelah tsunami mereda, begitu banyak cerita yang beredar di masyarakat. Yang masjid Raya Baiturahman semakin tinggi, yang seorang ibu diselamatkan oleh belasan ular sehingga ia selamat dari terjangan air tsunami, sampai Makam Teungku Syiah Kuala yang terbang di atas air tsunami.
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Makam Syiah Kuala berada di bawah kelambu hijau
Ia tersenyum dan hampir saja tertawa. Gerahamnya sudah kosong sempurna. Tak ada lagi gigi geligi yang tersusun rapi di rongga mulutnya. Mukanya yang sedari tadi serius dan seperti menelisik jati diri saya, menjadi sumringah seketika. Ziyad yang berlari-lari di sekitar pria tua ini, sesekali ditangkapnya. Sembari memengang dan memeluk Ziyad-anak tertua saya- ia menjelaskan semuanya dengan gamblang.

Menurutnya, tak benar apa yang diceritakan selama ini. Makam Teungku Syiah Kuala, tidaklah terbang di atas air. Tetapi tetap terkena imbas tsunami. Sama seperti semua bangunan yang berada disekitarnya. Pagi itu, 26 desember hampir dua belas tahun lalu, Gelombang laut yang hitam menjulang tinggi menghantam daratan Banda Aceh, dalam hitungan menit. Semuanya rata. Tak terkecuali Makam Teungku Syiah Kuala.

Berbeda rumah-rumah penduduk yang berada disekitarnya yang hancur tak terkira, Makam ini masih tampak dengan baik. “hanya batu nisannya saja yang jatuh. Jadi, tinggal dibersihkan dan diberdirikan lagi saja” ungkapnya sembari terus sumringah. Seketika itu, rasa takjub menyeruak dari dalam hati saya. Makam sang Qadhi pada jaman Sultanah Aceh ini, memberikan kesan yang sulit diungkapkan dengan kata.

Syech Abdurrauf As Singkili Bin Ali Al Fansuri atau lebih dikenal dengan Syiah (sebutan Syech dalam bahasa Aceh lama) Kuala. Beliau adalah seorang ulama besar dalam sejarah penyebaran agama islam di Indonesia. Menurut papan informasi yang terpampang tak jauh dari tempat kami berdiri, dijelaskna bahwa Beliau, berumur 105 Tahun. Menjadi Qadhi atau Hakim para masa kepemimpinan 4 Sultanah Aceh. beliau lahir di tahun 1591 M dan meninggal pada hari senin 1696 M. Pada masa hidupnya, kerajaan Aceh menganut pemerintahan berlandaskan agama islam. Dan para ulama, memegang peran yang sebagai pengendali pemerintahan.
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga

Di dalam komplek makam yang berarsitektur semi modern ini, terdapat begitu banyak makam. Uniknya, hanya ada dua Makam yang batu makamnya bulat besar dan panjang. Berbeda dengan makam para raja yang umumnya terdapat di Aceh.

Sayangnya, tak ada keterangan apapun mengenai siapa-siapa saja yang berada dalam komplek areal makam tersebut. Begitu banyak hal yang masih harus diungkapkan. Begitu banyak hal yang menjadi misteri. Semakin kita mengenal sejarah, semakin kita mengenal asal muasal kita bukan?

Sebagai masyarakat asli setempat, Abu Bakar pun ikut takjub melihat keajaiban pada makam Tgk Syiah Kuala yang terlepas dari gulungan tsunami. " Bila dahulu sesudah makam ini ada banyak beberapa tempat tinggal masyarakat, saat ini berbatas segera dengan pantai, " ungkap Abu Bakar seraya menunjuk ke pantai yang berombak kecil.

Senja turun. Mendung tersibak sesaat. Memperlihatkan jingga yang merona sempurna. Beberapa pengumpul tiram berkumpul di sudut tanggul batu yang memisahkan mereka dengan gelombang laut. Sesaat lagi adzan magrib berkumandang. Tengku Abu Bakar, sudah tak terlihat lagi. Sepertinya, ia telah sampai di rumahnya, untuk esok kembali menjaga Makam Ulama Aceh yang tersohor ke seluruh negeri ini.

Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
komplek Makam Syiah Kuala Banda Aceg
Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Makam kuno yang berserak di komplek makam


Wisata Banda Aceh; Makam “Terbang” di Alue Naga
Ah...sunset
Makam Syiah Kuala Banda Aceh
Makam Syiah Kuala setelah tsunami sekitar tahun 2005 (foto by www.gus7.wordpress.com)