“Bang, belok sini. Nanti kalau ketemu simpang, abang belok kanan. Jangan ke kiri. Kalau ke kiri nanti abang masuk hutan dan di sana banyak hantunya bang” 
Seorang bocah kecil berkain sarung memanggul kitab suci menjelaskan arah ketempat tujuan saya malam itu. Beberapa bocah seusianya tertawa terbahak ketika mendengarkan penjelasan dari temannya yang tak fasih berbahasa Indonesia.

Sebenarnya, saya nyasar malam itu. Hujan gerimis masih turun sedari siang. Hawa sejuk masih terus memeluk tubuh ini tanpa henti. Tersesat di sebuah desa yang cukup pelosok dan berpenerangan minim bukanlah hal yang bagus. Beberapa pohon asam jawa berdiri rimbun sepanjang jalan. Kiri dan kanan jalan terhampar pelataran sawah yang luas yang seolah tak berujung. Hanya ada satu dua sepeda motor yang lalu lalang.

Sepanjang perjalanan, saya sudah merasa aneh. Terlebih lagi ketika Zaki, mengajak saya dan keluarga untuk mencoba merasakan masakan khas Aceh besar. Bebek Kuntilanak. Begitulah namanya. Sebuah nama yang tak lazim dan cukup menyeramkan. Rasa penasaran bercampur lapar memaksa saya untuk tetap meneruskan perjalanan yang berliku dan cukup jauh dari pusat kota Banda Aceh.

Bukan perkara mudah untuk sampai ketempat tujuan kami malam itu. 40 menit sudah saya menyusuri jalanan yang gelap. Sampai akhirnya, kami masuk ke sebuah lorong beralas semen sepanjang dua ratus meter. Kiri kanan hanya ada semak belukar yang menelungkupi jalanan. Andaikata ada mobil yang berpapasan dengan kami malam itu, mungkin, salah satu dari kami harus mengalah. Karena jalanan menuju ke tempat tersebut semakin sempit dan hanya bisa dilalui satu mobil pribadi saja.

Desa Turam yang terletak di Kecamatan Peukan Biluy, Kabupaten Aceh Besar ini, dulunya pernah menjadi daerah basis Gerakan Aceh Merdeka atau lebih di kenal GAM. Tak sembarangan orang dulunya berani  masuk ke desa ini. Letusan senjata dan rasa curiga sering mewarnai tempat asal muasal Bebek Kuntilanak ini. Lengkap sudah. Nama yang seram, terletak di pelosok desa, minim penerangan, ditambah lagi, tempat konflik bersenjata RI-GAM. Pikiran saya semakin bergelayut tak menentu. Memikirkan hal-hal yang tak diinginkan. Istiqfar dan memohon perlindungan dariNYA adalah cara terbaik saya membunuh rasa takut yang menghantui sepanjang perjalanan.

Bersambung...


Edisi lengkapnya, silahkan beli sendiri majalah Getaway Magazine he he he

(bisa dibaca Di sini



&&&
Rasanya itu, bersyukur sekali. Untuk pertama kalinya dimuat di sebuah Majalah Traveling Nasional. Norak? biarin. Na Palak? Alhamdulillah

Thx to : Ahmad Zaki, Kemal, Cut Fara, Ucok ( for your camera hehe), Istri dan Bilqis yang sudah mau menemani jalan-jalan di tengah malam @_@