Satya Winnie lagi tidur-tiduran di kawasan  Hutan Lumut
foto by : www.satyawinnie.com
Ah, tak ada yang lebih bahagia tatkala berhasil melangkahkan kaki ke Negeri Seribu Bukit untuk menyaksikan masyarakatnya menarikan Tari Saman secara serempak. Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 12. 467 pria. Tua dan muda tumpah ruah tumplek blek di lapangan Stadion kota seribu bukit. 

Sebenarnya, bukan hanya itu sob. Berhasil ke kabupaten yang baru terbentuk di tahun 2002 ini, merupakan pencapaian yang luar biasa dalam hidup saya. Dulu, jika ada yang berbicara tentang kabupaten ini, saya selalu mengatakan; “Ampun bang, abang aja yang ke sana. Yudi di sini saja. Lihat laut lebih menenangkan”

Lebay? Ah, menurut saya yang memang sedikit dramatis ini, Gayo Lues memang mengundang drama kala engkau pertama kali ke sini. Jalanannya yang terus berkelok tanpa henti akan membuat perut dan kepalamu sulit dibedakan. Mana lebih dulu yang sakit, pusing atau mules. Semuanya menjadi satu jika kamu pertama kali ke sini. 

Jarak tempuhnya yang tak sebentar, bagi sebagian orang akan membuatnya untuk berpikir dua kali untuk menempuh ± 15 jam perjalanan darat. Tapi, saya berani jamin, jika engkau sudah ke sini sekali, pasti dan pasti, engkau akan merindukan ke sini lagi.

Inilah 5 hal yang selalu saya rindukan akan Gayo Lues-Aceh;


1. Menyaksikan Tari Saman Secara Langsung 


Yups, kamu bisa menyaksikan langsung pemuda desa menarikan Tari Saman. Negeri inilah tempat berasal Tari Saman yang telah ditetapkan dan diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda sejak 24 November 2011 dengan kriteria warisan budaya yang memerlukan perlindungan mendesak. Tari saman merupakan warisan budaya masyarakat Gayo yang dapat dilacak sampai abad ke-13.

Menariknya, kamu tidak harus menunggu sampai ada event Saman 10.001 penari seperti agustus 2017 lalu. Akan tetapi, kamu bisa menyaksikannya kapan saja. Bila ada musim panen, maka masyarakat desa akan menarikannya. Bila ada rihlah atau kenduri atau acara-acara lainnya, mereka juga akan menarikannya. Lengkap dengan tari Bines.

jadi ingat iklan "oke" jaman dulu ya? 

Adalah sebuah kebahagian tatkala kamu bisa melihat anak-anak sekolah dasar duduk berjajar di atas tikar, lalu mulai memainkan tangan dan tubuhnya. Luar Biasa!

2. Menginap Semalam Di Kaki Gunung Leuser

kalau tamannya begini, enaknya ngapain ya?
Berhubung saya belum punya daya dan upaya serta keberanian untuk menaiki puncak gunung Leuser yang terkenal sebagai salah satu gunung tertinggi di Sumatra, jadilah saya hanya bisa menginap dikakinya saja. Atau lebih tepatnya, di pintu Hiking Gunung Leuser. 

Apakah itu seru? Tentu saja! Ada sebuah penginapan di sana. Logde Rainforest namanya. Penginapan sederhana ini lengkap dengan taman bunga, pepohonan rimbun lalu ditemani suara riak sungai yang airnya masih begitu segar!

tepat persis di samping penginapannya
Sumpah! Saya yang tak suka camping di hutan akhirnya menjadi begitu mencintai kegiatan tersebut. Menginap di sini seperti memasuki dunia dalam novel roman picisan. Kala pagi, engkau akan ditemani temaran sinar mentari pagi yang malu malu menembus lebatnya kanopi hutan. Lengkap dengan canda tawa para burung. Ah, sudahlah, semakin panjang saya menulis semakin saya merindukan bermalam di sana. 

3. Bermain River Tubing Di Agusen 

airnya, dingin beuuud
Agusen, adalah sebuah desa yang mempunyai cerita masa lalu yang cukup unik. Dahulunya, masyarakat desa ini adalah penanam ganja. Iya, beneran, serius! ( nanti akan saya ceritakan lebih seru di kesempatan yang lain). 

Tapi, bukankah kita harus selalu move on. Tak boleh tenggelam dengan masa lalu, masyarakat Agusen akhirnya mendeklarasikan dirinya menjadi desa wisata. Salah satu yang ditawarkan adalah, river tubing. 


River tubing dengan kondisi sungai dan alam yang masih alami itu menjadi sesuatu hal yang sukar diungkapkan. Bermodalkan ban dalam mobil, life jacket, dan helmet, saya memberanikan diri bermain river tubing di sungai Agusen. Airnya yang deras-deras kuku, dan sejuknya luar biasa, membuat saya mengulanginya sampai dua kali! Jarak tempuhnya juga asyik. Mau yang jarak berapa? Kamu tinggal pilih sendiri. Tapi ingat! Safety first ya guys. 

4. Photographi Wildlife Hunting


Nah, ini adalah hal yang selalu wajib saya lakukan bila mengunjungi Gayo Lues. Walaupun bermodalkan kamera alay dan tak punya lensa tele, saya tetap bersemangat bila di ajak hunting photo burung atau orangutan. 

Kawan, saya kabarkan kepadamu satu hal! Gayo Lues sebagian besar daerahnya adalah hutan hujan Leuser. Jadi, bayangkan bila kamu bisa melihat satwa khas hutan hujan Sumatra di habitat aslinya secara langsung. Tak ada kebun binatang di sini. Hewan-hewan hidup secara liar di hutan. 

rangkong tak jauh dari penginapan di Lodge Rainforest Kedah-Gayo Lues
foto by : Khairul Abdi-www.leuserlestari.com
Itu doang? Tentu saja tidak kawan. Padukanlah hobi ini dengan bermalam di kaki gunung Leuser atau di puncak gunungnya sekalian. Sensasinya? Aduhai...

5. Menikmati Kopi Di Tengah Kabut Pagi


Ah, tak lengkap rasanya bila jalan-jalan ke tanah Gayo tak merasakan citarasa kopinya yang khas. Kopi Pantan Cuaca adalah salah satu kopi andalan dari kabupaten ini. Tapi menikmati dan menyesap kopi di warung kopi itu kan sudah terlalu biasa. Di Banda Aceh banyak kok, ngapain jauh-jauh ke Gayo Lues?

Ada satu hal yang membuat saya selalu terkenang jika minum kopi di Gayo Lues, yaitu ngopi pagi di kawasan Genting. Kabut pagi yang tebal, suhu yang bisa mencapai 16 derajat celcius. Lalu ditemani secangkir kopi tumbruk pekat yang panas. Duhai kawan, inilah salah satu bentuk kebahagian yang harus kamu rasakan. 


Sensasinya akan menjadi seru tatkala asap tipis keluar dari mulutmu setiap kali kamu berbicara. Duduk meringkuk sembari tetap mengenggam gelas kopi yang panas. Sesekali, pikiranmu melayang layang mengikuti gerak asap yang keluar dari gelasmu. Lalu, berbait-bait puisi akan terangkai. Bukankah ini candu?


Inilah Gayo Lues, jauh di mata namun dekat di hati. Saya, selalu yakin jika suatu daerah selalu memiliki sisi uniknya sendiri. Tinggal bagaimana caranya kita menikmatinya. Begitu, kan? 
Ah iya, kak Satyawinnie (pemilik blog www.satyawinnie.com) sudah pernah lho merasakan keseruan mendaki Gunung Leuser. Kamu? kapan? nggak pengen?