Pembicaraan sore yang hangat minggu lalu di sudut warung kopi khas gayo,
yang terletak dibilangan Kampung Mulia Banda Aceh, mengarah pada budaya layang-layang
melayu. Layang-layang Wau, begitulah istilahnya di negeri Jiran Malaysia sana. Saya
hanya tertegun. Bingung. Mengapa mereka begitu bersemangat berbicara mengenai
layang-layang di negeri seberang, padahal, sedari kecil saya sendiri sudah
memainkan layang-layang khas Aceh. Apa mereka tidak tahu, jauh sebelum
persawahan desa Peukan Bada rusak akibat
amukan tsunami, disana begitu ramai orang-orang bermain Geulayang Tunang?
Atau sebenarnya, memang sekarang sebagian pemuda Aceh sudah lupa
dengan budaya mereka sendiri? Entahlah. Dan, memang, salah satu kendala saat
ini adalah kurangnya informasi yang tepat mengenai budaya-budaya Aceh. Terlebih
lagi, masyarakat Aceh pada umumnya, jika menganggap sesuatu itu sudah berjalan dengan
lumrah, maka hal tersebut cukup dilakukan dan diceritakan secara
turun-temurun. Ya, begitu saja.
Saya harus jujur, betapa sulitnya saya mendapatkan informasi
tertulis mengenai hal ini. Bahkan, ketika saya googling pun hasilnya sama dengan nihil. Untungnya, ada seorang
pemuda dari kota Sigli, sahabat dari istri saya, yang memiliki hobi mengumpulkan
naskah-naskah kuno, mempunyai informasi yang cukup mengenai permainan
layang-layang Aceh yang kini mulai termakan zaman.
Ada beberapa istilah yang sering saya dengar mengenai layang-layang Aceh.
Diantaranya, Layang Kleung, Geulayang
Tunang, Layang Tunong, Layang reungka, layang buleun. Dan, mungkin beberapa istilah lainnya. Saya sendiri,
sudah lama sekali tidak lagi mendengar istilah-istilah ini. Sampai akhirnya
pembicaraan hangat di warung kopi beberapa waktu lalu tersebut, memaksa saya
untuk meraba kembali memori kecil saya. Saat ketika musim panen tiba, Yahbiet ( adik dari Ayah saya) mengajak
saya sebagai penggulung benang dalam pertandingan Layang Tunong.
Layang Tunong atau disebut
juga Layang Tunang, merupakan tradisi main layang di Aceh, arti dari Tunong/Tunang
sendiri adalah pertandingan. Biasaya, tradisi ini dilakukan ketika musim panen
padi tiba, atau dilakukan pada musim kemarau. Atau, pada angin selatan bertiup
dan di areal persawahan tidak ada kegiatan apapun. Katanya, ketika panen pertengahan tahun
pertama akan masuk si angin selatan ini. Nah, pada saat inilah musim yang tepat
untuk main layang di Aceh.
Terus..terus…
Dalam permainan layang tersebut tentu ada peraturannya. Bahkan berbeda-beda
di beberapa daerah. Pidie misalnya, dilihat dari yang paling indah. Tapi, untuk
garis besarnya, dalam permainan Layang Tunong aturan bakunya, beucot di
ek ateuh ulee (yang paling tinggi sampai sejajar di atas kepala kita). Ada yang main
selip benang, yang di lakukan oleh sang juri, siapa yang cepat putus
maka dia yang dianggap kalah.
Untuk hadiahnya juga macam-macam, mulai
dari seekor kambing, sampai satu sepeda motor. Jadi, jangan heran bila nanti
bila tiba musim main layang, begitu banyak pemuda yang membawa layang berbentuk
elang besar. Layang yang dimainkan itu sendiri
memiliki lebar 2 meter, gulungan benangnya mencapai 1000 meter bahkan
lebih! Bisa di bayangkan betapa tinggi layang itu akan terbang, kan?
Jenis Layang-layang di Aceh, ada beberapa:
1. Geulayang Kleung Aceh rayeuk (Layang Elang Aceh Besar)
1. Geulayang Kleung Aceh rayeuk (Layang Elang Aceh Besar)
2. Geulayang Reungka/Capeung/Kipah
(istilah Layang Kleung untuk daerah Pidie, Sigli) salah satu kelebihan layangan
ini adalah ada pita suaranya, sehingga apabila diterbangkan akan menimbulkan
bunyi layaknya suara pesawat terbang.
3.
Geulayang
Buleun ( karena menyerupai Bulan)
4.
Geulayang
Kleung ( layang Elang)
Nah, dari pada pusing, yuk kita main layang? mumpung sawah sawah masih pada kosong.!!
Ka po beumayang hai geulayang, jeut kalon beutrang peukateun donya (Terbanglah yang tinggi wahai layang, agar bisa engkau lihat permainan dunia)
Thanks To : > Muqsi untuk semua coretan gambarnya dan semua informasi berharganya
Acehdesain: untuk foto dan beberapa informasi lainnya
Comments
Mantap, nanti kunjungi juga di komunitasbaleetuha.blogspot.com nanti sya pos beberapa perihal tentang istilah Aceh yang unik. Hehe
ReplyDeleteooh punya blog juga kok.. tapi udah lama nggak idop ya? hehehe
Deletesip. abang tunggu kabar baeknya
Saya juga ingat masa kecil dulu sering menonton orang bermain layang2 di sawah belakang rumah di Beureunun.. sayangnya cuma jadi penonton :D
ReplyDeleteTulisannya informatif, terimakasih :)
ooh kak haya orang sigli ya? :)
Deletebereunun kampongnya apa kak?
terima kasih kak atas apresiasinya, yudi masih belajar nulis, ini juga di kumpulin dulu informasinya baru berani nulis
kalo masa kecil nggak main layang !!
ReplyDeleteSURAM hehehe yaa nggak bro !!
www.ikhsanicus.blogspot.com
hahaha saya malah sampai sekarang masih suka main layang2, walaupun harus ke ulee kareng dulu :)
Deleteyang ureung gampong han maen lee layang2,, peu lom ureung kota.. hadeeuh.
ReplyDeletenice post bg, jdi inget masa keciek
jnoe hana le gampong lam banda hehehe
Deletethx, semoga bisa terus kita budayakan kembali
dulu klo ada anak2 cowok kejar layang putus.. cuma bsia ngeliatin karena gak ngerti serunya dimana haha..sekarang malah keranjingan ngeliat layangan haha
ReplyDeletehahaha, sekarang malah semua itu hampir jadi kenangan Rahma,
Deletekarena sekarang banyak cowok yang ngejar putus cinta :D
Wuih, kece infonya ni, tinggal kita eksekusi jadi barangnya ni :D
ReplyDeleteikutaaaaan ya bang ya.. boleh lah.. ikutan jualan kerja jualan layangnya :D
Deletebang hijrah kan keren, ganteng, dan baik budi kan kan kan
Hmmm jadi pengen main ke aceh nih, kapaaannn yaaa ? ☺
ReplyDeletehihihi, kapannya itu udah dari 2008 kak :D
DeleteMas Yudi selalu bisa nulis 'lebih' tentang Acehnya.. Saya kagum Mas..
ReplyDeleteDan untuk layang-layang saya bahkan lupa kapan terakhir telunjuk saya berdarah memainkannya.. Kangen saya..
Terima kasih Mas Agung,
Deletesebenarnya, saya menulis juga di karenakan begitu banyak hal yang perlahan terlewatkan lalu hilang begitu saja. inilah yang mendorong saya untuk kembali menuliskannya di blog sederhana ini. mohon masukan dan kritiknya bila ada yang kurang berkenan ya Mas :)
Hai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉