![]() |
Pucok Krueng Raba (Arie yamani) |
Orang bilang, kalau sudah berkeluarga, punya anak balita akan
sedikit susah untuk menikmati hobi backpaker atau traveling. Saya harus
mengakui, ya. Itu benar. Tapi ketika keinginan untuk menyusuri tempat-tempat
baru nan eksotis terus mengganggu hati dan jiwa, maka mau tidak mau, semuanya
harus bisa di jalani.
Seputaran Banda Aceh, satu persatu telah tumbuh dan berkembang
destinasi wisata baru. Ada yang baru di permak,
ada yang baru launching, ada yang
baru di temukan. Bilang saja, krueng raba dan pucoek krueng. Yang terletak
tidak jauh dari kota Banda Aceh. Sekitar 16 kilometer ke arah barat. Atau 1
kilometer dari Pantai Lhoknga. Atau, snorkeling Ke Pulau Tuan, yang letaknya
hanya 5 kilometer dari mesjid raya Baiturrahman Banda Aceh. Dan masih berderet
tempat wisata lainnya yang dapat melenakan perasaan mereka yang berjiwa
“jalan-jalan”.
Sedari masa masih duduk bangku menengah atas, saya sudah menyukai
tantangan alam. Baik itu adventure, touring, dan sekedar traveling. Motor tua
edisi tahun 1969, vespa 1981 dan VW combi 1981 pernah menjadi koleksi keluarga
saya. Semuanya karena saya menyukai hal-hal yang berbau sensasi jalan-jalan.
Kini, menikah, dan mempunyai dua orang anak yang masih balita. Sudah
hampir 5 tahun ini, saya tidak bisa lagi menikmati hal-hal yang saya ceritakan
di atas. Menikah, memiliki anak, seolah membuat saya terikat. Tak bisa lagi
bebas bergerak. “Ka meu-ikat gakie” (sudah terikat kaki) begitulah ungkapan
orang aceh.
![]() |
Di jembatan jalan menuju gunung Semen |
Kenapa tidak saya angkut saja semuanya. Satu keluarga saya boyong
naik motor. Bonceng berempat. Duduk erat-erat, bersama menikmati semua
destinasi wisata aceh. Mulai dari yang dekat-dekat dulu. Paling tidak, niat
lama kembali tersalurkan. Pun, sekalian saya mengajari anak-anak mengenai alam
sejak dini. (ini cuma alasan biar ibunya anak-anak ngasih ijin :D )
Babak barupun mulai, trip
pertama, kami berempat, menjajaki Pucoek krueng Raba. Sebuah destinasi wisata
alam yang baru-baru ini ngetrend di kalangan pecinta traveling aceh. Saya
mengikat anak yang pertama dengan kain panjang. Duduk di depan dilengkapi helm
kecil dan juga jaket. Anak saya yang perempuan di gendong erat oleh ibunya.
Istri saya? Ya duduk manis di kursi paling belakang, yang langsung berbatasan
dengan palang besi jok motor.
- Memulainya di Pagi hari
Saya memilih pagi hari, pertama cuaca Banda Aceh yang kala siang
begitu menyengat, akan merepotkan saya ketika anak-anak kepanasan. Selain
rewel, panasnya mentari siang dapat membawa efek yang tidak baik pada kesehatan
anak. Kedua, jika memilih sore hari, sering membuat saya dan keluarga
kekurangan waktu. Karena budaya aceh, kala magrib menjadi sebuah waktu yang
sangat “sakral” yang harus di hormati.
"Bek ba aneuk miet watee mugreb" (jangan bawa jalan anak bayi/balita waktu magrib
Sehingga, menjadi sebuah hal tabu,
jikalau anak balita masih berkeliaran di luar rumah kala adzan magrib
berkumandang. Pun, rata-rata jarak destinasi wisata di seputaran Banda Aceh,
bisa dikatakan tidak begitu dekat. Juga tidak terlalu jauh. Akan tetapi cukup
menyita waktu tempuh. Sehingga, bila memilih sore hari, bisa di pastikan kita
tidak akan puas menikmati tempat wisata yang kita tuju. Kecuali, bila kita
memilih di dalam kota Banda Aceh, semisal Gunongan, PLTD Apung, dan Masjid Raya.
2. Menentukan Tempat yang cocok
![]() |
Pintu masuk Pucoek Krueng |
3. Cari yang murah meriah dan Aman
Sudah bisa di pastikan, bila membawa keluarga, dana yang dikeluarkan
juga sedikit ekstra dibandingkan ketika saya travelling sendirian. Cukup banyak
pilihan tempat berwisata yang murah meriah, di seputaran Banda Aceh. Tapi,
murah dan meriah saja tidak cukup. Harus aman! Ini yang paling penting. Karena, membawa anak balita itu bukan seperti
bawa anak yang sudah masuk jenjang Sekolah dasar. Mereka masih begitu riskan.
Bilang saja, anak saya yang bontot, masih berusia 1,5 tahun. Begitu turun dari
motor, langsung ngacir. Walaupun
masih tertatih, dia bisa hilang dalam sekejap. Bukan sekali dua kali, istri saya
tiba-tiba di teriaki oleh para pengunjung lain di beberapa tempat wisata. Hanya
karena si gadis saya ini tiba-tiba sudah kepinggir sungai, atau kepinggir laut,
atau kepinggir jalan raya. Ya begitulah, murah saja tidak cukup. Tapi juga
harus aman!
4. Logistik dan P3K
Bawa balita, tapi tak bawa perlengkapan mereka? Inilah yang di sebut
salah satu bentuk kiamat kecil! Bayangkan kalau mereka tiba-tiba jatuh dan
terluka. Walaupun cuma lecet kecil, mereka akan menangis sejadi-jadinya.
Obat-obat yang mereka pakai sehari-hari menjadi hal yang wajib yang harus kita
persiapkan. Popok, kantong plastik kecil, baju ganti, makanan ringan, dan air.
Tapi ingat, tidak perlu bawa sampai dua tas ransel. Tapi bawa saja secukupnya.
Seperlunya, tergantung sejauh mana dan jenis destinasi seperti apa tempat yang
akan kita tuju nantinya. Ketika ke pucok krueng, saya hanya membawa 4 lembar
popok, masing-masing 2. Dua pasang baju ganti, satu botol air mineral, dan
beberapa snack. Selebihnya? Yaaa kameralah.. hihi
5. Safety Riding
Terkadang, karena terkesan pergi sedikit jauh, para pria akan memacu
kenderaan dengan sedikit kencang. Begitupun saya. Melihat jalanan Banda Aceh di
pagi minggu sedikit sepi, langsung tancap gas. Padahal, anak saya yang tua
duduk di bagian depan. Akhirnya, melihat tingkahnya yang sudah tidak nyaman
lagi karena dia sedikit ketakutan, saya memacu
motor seperlunya saja. Tidak terlalu pelan, karena itu bisa membuat anak-anak
pegal duduk terlalu lama di motor. Tidak juga terlalu kencang. Kenapa? Bukankah
di atas orang gila ada orang gila lainnya? Bila anda sudah gila, maka paculah
kenderaan anda sesuka hati. Bisa saya pastikan kalau akhirnya akan ada orang
gila lainnya yang memacu kenderaan lebih kencang dari anda. Akhirnya?
Kecelakaan pun tidak terhindarkan. Lagi-lagi, anak balita yang menjadi
korbannya. Hanya karena ayahnya kumat
gila. Kasihan, bukan?
Bila semuanya sudah siap, jangan lupa berdoa. Maka traveling mengelilingi
tempat eksotis di Banda Aceh dan sekitarnya bersama keluarga dan anak balita, bukan
lagi menjadi suatau halangan. Indahnya panorama alam, tempat-tempat sejarah, serta
situs-situs tsunami yang masih tersembunyi, tetap bisa di nikmati walaupun
membawa balita dan keluarga.
![]() |
si kecil di pucok krueng Raba |
Jadi? Tunggu apalagi? Traveling ke Banda Aceh dan sekitarnya
sekarang! Bawa anak dan istri, karena mereka bukanlah halangan untuk menikmati
indahnya panorama alam aceh! Udah… jangan bikin alasan! Baru punya anak dua saja sudah bikin alasan,
ini ada yang 11 anak semuanya bisa di ajak keliling dunia!
YR
Comments
Hehe...iya punya anak walaupun menyita waktu tapi bukan halangan buat traveling. Anak saya usia 3 bulan sudah dibawa ke Pulau Galang (beberapa kilometer dari Batam) dan pernah seharian keliling Batam dari ujung utara hingga selatan
ReplyDeletewow!!
ReplyDeleteapa nggak repot tuh mbak? kan masih kecil banget? bagi tips nya juga dong mbak. siapa tahu bisa jadi bahan saya klo punya anak lagi kelak :)
bak hi mangat menyo meuramin ngen bandum anggota keluarga bg :)
ReplyDeletesang lagee nyan.. sayangnya saya kemarin nggak sampe siang Fan, soalnya ada harus ketempat lain lagi
DeleteMenarik Yud. Sekalian ajarin mengenal alam :)
ReplyDeleteTerima Kasih bang Bai.. iya bang, itu memang tujuannya bang. belajar menghargai alam sejak dini. mudah2an bukan jadi tukang tebang pohon :)
Deletemenarik nih artikelnya :D
ReplyDeleteMakasih mas wilter, semoga bisa membantu klo suatu saat main2 ke banda aceh dan sekitarnya ya mas
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉