"Wahai sekalian mukmin yang bernama orang Aceh! Lihatlah! Saksikan sendiri dengan matamu! Masjid kita dibakarnya! Mereka menentang Allah Subhanahuwataala! Tempatmu beribadah dibinasakannya! Nama Allah dicemarkannya! Camkanlah itu! Janganlah kita melupakan budi si kafir yang serupa itu! Masih adakah orang Aceh yang suka mengampuni dosa si kafir yang serupa itu? Masih adakah orang Aceh yang suka menjadi budak kafir Belanda?” (Szekely Lulofs, 1951:59).*
Ini cerita 142 tahun yang lalu. kini?
Lebih baik ku bakar saja masjid raya itu lagi. Biarkan mereka terdiam melihat masjidnya hilang untuk ketiga kalinya. Tsunami ternyata tidak dapat membuat mereka mengerti. Bahwa, gedung parlemen dan Pendopo aceh, itu punya rakyat. Ada hak dan perut rakyat di dalamnya. Mereka bukan hanya menginjaki pemilihnya akan tetapi membunuhnya perlahan.
Kan ku bakar saja masjid yang terletak di alun alun kota Banda Aceh itu. Biarkan mereka terjaga. Lalu mengangkat senjata memerangi musuh yang sebenarnya.Biar mereka paham! Bahwa, mereka itu masih punya agama dan orang aceh!
Mereka kini seperti Belanda, tapi berdarah Aceh! Mereka menjadi drakula dalam sarang domba. Mereka, ah, mereka mungkin lupa. Kalau orang aceh itu bukan Maling!
Mungkin, dengan terbakarnya masjid itu, mereka terbangun dari tidurnya. Bahwa musuh sebenarnya adalah waktu dan masa Depan Negaranya! Aceh!
YR, 16/04/15
Comments
Mereka? Saya masih coba menerka nerka. siapa itu mereka.. :)
ReplyDeletemereka itu bapak2 saya mas, yang duduk manis di pusat2 pemerintahan aceh :)
Deleteinilah pembahasan yang paling sering kita dengar klo duduk di warung kopi di aceh mas ;)
Mereka yang enak ya, Bang.. Kek gitu lah pejabat zaman sekarang. Lupa sama amanah en tanggung jawabnya :(
ReplyDeleteyaa begitulah.. ujung2nya cuma bisa bilang, pusing pala barbie :))
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉