Sore itu, ku
ayunkan kepalaku ke arah paling barat Sumatra. Tepatnya di Desa “Kepala Lepas”
(Ulee Lheue). Disana, kini begitu ramai kala sore menjelma lembut. Bila malam,
puluhan kenderaan mewah berjejer di pinggir jalan. Ada yang terparkir rapi, dan
mungkin, sesekali terparkir bergoyang dumang. Sang pemilik dari mobil-mobil
itu, ada yang sedang merapal mantra muslihat pada batu giok, ada yang sedang
menunggu boat nelayan pulang membawa ikan dan ganja, ada pula yang sekedar
duduk lalu menyeruputi kopi Aceh.
Dalam perjalanan,
beberapa bangunan tua dan sisa tsunami masih mengajakku untuk bernostalgia tentang
masa itu. Ada bekas warung kelontong, ada bekas warung obat, ada bekas warung
kopi, ada bekas rumah jenderal, ada bekas rumah si peminta-minta. Aspal mulus
semulus paha yang hitam tak berbulu kini terhampar lurus. Beberapa motor besar
menguji kebolehannya. Ada yang sengaja mencium aspalnya, ada yang malu-malu
ingin merasakan kecupan mesra si aspal mulus.
Matahari sore
yang bulat, kini sedikit sompel. Tertutup rimbun awan yang mulai membentuk
colunimbus yang gagah. Berdiri tegak laksana gunung tanpa tanah. Semburat biru
dan bau air asin menyatu dalam hembusan angin yang mulai marah. Semarah aku
pada penat yang membuat pundakku miring.
Liburan sudah
mau habis, aku baru sore itu keluar rumah. Duduk di tepian pantai yang sudah
hancur dan melebur dengan daratan. Tak ada lagi lapangan bola yang luas. Tidak ada
lagi Gedung bea cukai itu. Tak tampak lagi gudang pertamina tempat mabuk
kawan-kawanku dulu. Rumah-rumah para penyamun pun kini telah menjadi lautan. Ya, lautan yang sore itu, begitu ramai. Ramai karena
tangis bayi, tawa janda tua, teriakan nakal gadis remaja, dan hembusan nafas
sombong pemuda kampong.
Bebek-bebek besi
berkeliaran diatas kolam tak sengaja jadi kolam. Sebenarnya, ini adalah
rembesan air laut dari sela-sela batu gajah yang tersusun rapi memanjang ke
arah pelabuhan. Menahan ombak agar jangan terlalu garang. Tapi, genangan air
yang masuk begitu banyak. Sehingga cukup dalam dan bisa di ceburi sesuka hati.
Langit, sedikit
tersenyum. Sepertinya dia malas bersedekah sore itu. Beberapa warna di ujung
timur, membentuk pelangi. Sedangkan warna langit di ujung barat mulai memerah. Walaupun
terkesan jengah. Karena rimbun awan mulai menguasai langit jingga yang tak lama
akan menjelma senja.
Burung camar tak
ada sore itu, pemancing juga sial. Tak ada ikan yang di bawa pulangnya. Mungkin,
sesajennya kurang. Beberapa ada yang menggerutu. Beberapa ada yang masih
bertahan. Kenapa tidak pulang saja?
Aku ingin
menikmati semua ini sendirian. Menghilangkan penatku dalam deburan ombak yang
membatu. Dalam dentuman air yang menonjok batu gajah tanpa perlawanan. Aku ingin
menikmati kebiruan gunung jaboi, sabang di seberang samudra sana. Aku ingin,
menikmati pantai Kepala Lepas ini, dengan semua memori kecilku. Aku rindu.
YR
Comments
Bagian 'Ah, kena' itu lho. Ketahuan nih, bang yudi dulu ternyata pelaku juga. :D
ReplyDeleteitu menandakan klo saya juga pernah muda kan? tapi saya belum tentu pelakunya loh hahaha
DeleteKeren bg tulisannya,judulnya sangat menarik perhatian :D
ReplyDeleteParagraf 'ah, kena' itu juga buat saya kekeh wkwkwk
naaah ini pasti juga salah satu pelakunya?? hihihihi
Deletemakasih ya bang rizqan.
Semua fokusnya ke "Ah Kena", ketebak maksudnya, semoga tebakanku nggak salah hahaha
ReplyDeleteOh iya, Pantai Ulee Lheue ini memang seramai itu tiap hari atau foto diambil Yudi waktu weekend?
wkwkwkw ternyata pada suka yang gagal fokus ya bang? :D
Deletetiap sore memang rame segitu bang. letaknya kan dekat kota, jadi mudah di akses. terus foto yang yudi ambil itu memang puncaknya weekend, hari minggu ya seramai gila gitu
Wihhb mantap kali kata-katanya .
ReplyDelete" pemuda kampong" wkwkwk .
Salam sukses deh bg
hehehe maaf ya bang is, nggak tersinggung kan? :)
DeleteSalam sukses juga untuk bang iskandar dengan blog download gamenya
Rame juga pengunjungnya :D
ReplyDeleteAirsoft Gun Murah
rame kak karena hari minggu.. duuh jangan jualan senjata dong kak :)
DeleteRame yaaaa ... jadi kangen woles2 di pingir pantai sambil minum es kelapa muda
ReplyDeleteOm, bukannya di gili dan bali bisa juga woles2 sambil menyerumput kepala .. eh Kelapa? :D
DeleteSi Febri pernah tuh ngerem mendadak. Entah sengaja atau enggak, tetep aja aku getok helmnya. Hahah :D
ReplyDeleteterus terus??? ngeremnya tetap berlanjut nggak?? Ah kena! :))
DeleteBereh that kata-kata neuh bang,, Pujangga betooll :D . Terhanyut kita yg baca. :D . seolah-olah kita juga ada dalam cerita. #NyanJelas !! Wet-wet bak blog lon sigoe2 beh ?? www.natawa.tk
ReplyDeleteterima kasih terimaa kasih atas pujiannya..
Deleteok ke tkp
Hai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉