Rumoh Ija Aceh yang merana, mati segan hiduppun enggan |
Siang yang panas nan menyengat, saya mencoba menyusuri salah satu
desa di Banda Aceh yang pernah di hancur tak berhingga ketika di landa tsunami
dan gempa lalu. Jalanan mulus beraspal hitam legam. Sayang, tak banyak pokok
kayu yang hidup di sisi kiri kanan jalan. Terik mentari semakin terasa ketika
sesekali angin yang bertiup dari arah laut membawa uap panas dari laut. Perjalanan
hunting yang salah alamat. Begitulah kiranya.
Macam kerbau yang di jemur di tengah terik matahari, saya merepet
tak jelas arah. Sesekali, anak kucing yang tiba-tiba menyeberangpun saya sumpah
serapahi. Dasar kau Kucing! Tak tahu arah tujuan. Akhirnya saya memutuskan
untuk mencari salah satu pusat kerajinan batik Aceh yang katanya terletak di
desa ini. Iya, katanya. Karena saya sendiri baru dengar kalau di seputaran kota
Banda Aceh, tepatnya di desa Lambaro Skep, ada sebuah rumah sentra batik Aceh bantuan
dari Dana Tsunami lalu.
Plang setengah karatan rasa anggur |
Sebuah plang penunjuk arah yang berkarat menunjukkan arah yang harus
di lalui bila ingin ke rumah sentra batik Aceh. Rumoh
Ija Aceh (rumah kain Aceh). Tak jauh dari plang tersebut, saya mendapati bangunan
yang cukup besar dan berlantai dua ini tergeletak begitu saja. Tak terurus, tak
berpenghuni. Beberapa hewan ternak sepertinya pernah bermalam di terasnya. Ilalang
dan rumput liar mengenangi halaman sekitar gedung dengan rasa tak bersalah. Matahari
siang yang terik menambah kesan suram dan pilu bangunan tersebut.
Nasibnya tak berbeda dengan beberapa badan koperasi dari hasil
bantuan dana Tsunami. Kalau tidak mati suri, ya mati total. Begitulah penggambaran
yang tepat untuk Rumoh Ija Aceh ini. Cat bangunan perlahan menggelupas. Mesin Air
Conditioner berkarat tak jelas arah. Satu persatu debu berterbangan dari jendela yang kumuh. Mengerikan!
Beginikah nasibnya? Sepilu ini?
Tak jauh dari bangunan tersebut, saya bertemu dengan salah seorang
pengurus rumah batik tersebut. Beliau menceritakan
kalau di rumah ija Aceh itu, mereka punya mesin pencampur warna batik. Wow! Usaha batik saudara saya yang sudah berbilang tahun saja tidak punya mesin pencampur
warna batik itu. Mereka masih punya canting, malam, dan beberapa bahan baku
batik lainnya.
Badan hukum yang tinggal nomor dan tanggalnya doang |
Tempatnya juga cukup memadai, di belakang, ada area jemur kain
batik. Di dalamnya, ada tempat pemasanan batik, mereka punya cap motif batik
tradisional Aceh kurang lebih sebanyak 200 buah. Bayangkan! 200 buah cap batik.
Betapa kayanya mereka akan motif batik khas Aceh dan itu semuanya hanya tinggal
kenangan! Tergeletak sia-sia tanpa ada sesuatu apapun yang mereka hasilkan.
Semenjak berdiri tahun 2008, mereka telah menghasilkan ratusan
lembar kain batik khas Aceh. Saya beruntung, masih sempat diperlihatkan salah
satu “sisa” produksi mereka dulu. Wow! Baru kali ini saya melihat sehelai kain
batik motif Aceh yang sangat Aceh! benar-benar motif Aceh 100% tak ada
perpaduan nusantara didalamnya. Warnanya juga warna khas Aceh, jingga berbaur
dengan coklat dan sedikit kuning. (minggu depan harus beli untuk koleksi. Wajib!
Titik)
“Terakhir, kami berproduksi
awal 2010, dek Yudi. Setelah itu kami tidak lagi membuat batik Aceh”. beliau menutup pembicaraan kami siang ini. Modal usaha yang besar menjadi kendala nomor
wahid. Lalu, pengurus yang terkesan tak peduli dan selalu menunggu bantuan
Pemda juga membuat rumah batik ini menjadi jauh dari kesan positif. Sulitnya pemasaran,
dan masih kurangnya pelatihan membatik juga mereka alami.
Sang ilalang yang berebut naik masuk ke rumoh ija Aceh |
Para pengrajin, sempat berusaha untuk tetap membatik. Menghasilkan sebuah
mahakarya yang akan membangun kembali khasanah budaya Aceh. Tapi, semuanya kini
hanya tinggal kenangan. Saya terpekur lesu tak berdaya. Tak ada gayung yang
bersambut. Niat awal saya ingin mengunjungi tempat produksi ini adalah untuk
bekerja sama dalam membangun usaha batik Aceh yang lebih baik kedepannya. Sepertinya,
sementara ini saya harus berdiam diri. Sembari terus mengejar informasi lainnya
dari pihak Pemda Aceh. Mencari cara, agar ini bisa di manfaatkan secara
maksimal.
Bukankah mubazir rasanya, ketika daerah punya potensi tapi hal itu
justru dimatikan begitu saja? Saat semua perlengkapan, peralatan dan kebutuhan
suatu usaha yang punya prospek bagus sudah tersedia dengan cukup tapi
ditinggalkan begitu saja. Kampung ini sempat hidup dengan batik Aceh. kini? Tak
lebih seperti kampong bekas tsunami lainnya. Panas, gersang, dan mulai tak
terurus. Ini ironi yang pilu di tengah siang bolong. Potensi wisata Banda Aceh yang
di cuekkan begitu saja. Macam orang kena kusta waktu jaman Belanda. Kasihan...
Banda Aceh,
Comments
Kasihan sekali yak. Tapi mau bagaimana lagi. Bagaimanapun pemiliknya butuh uang untuk hidup, sementara batik bukan jenis pakaian favorit untuk masyarakat Aceh, apalagi batik Aceh. Masyarakat Aceh lebih suka beli batik-batik-an yang murah dr pulau Jawa *saya juga* *iya, saya juga :p*
ReplyDeleteTetapi memang batik tidak jadi tren di tempat kita :/
ini koperasi kak.. dan menurut yd, kesalahan paling besar adalah dalam hal pengolalaan dan pengawasan. mereka dana bisa datang dari mana saja. nah kekurangannya ya itu, tenaga promosi dan keseriusan peran serta pemda untuk ngangkat.
Deleteada kejadian keren tadi kak.. kain batik aceh berbahan katon paris itu cuma di jual seharga 180.000 loh kak. murah gila!! tapi apa? para pengurus dan pemda bilang itu mahal! what?? pasaran itu 350.000 perbidangnya :(
Ya Allah sayang bangeet..kebayang batik Aceh pasti cantik kalau aja ada sedikit inovasi supaya orang Aceh lebih tertarik pakai batik or promosinya lebih gencar...
ReplyDeleteMestinya potensin sebaik ini angan cuma dibiarkan merana gini ya :(
yudi kesitu tadi rencananya mau order kaos batik aceh kak.. tapi, malah dapat cerita yang begini. hiks.. palak kali lah kak..
DeleteYahhhh, padahal saya juga berpikir untuk cari jalan bawa batik Aceh kalau ada bazar di Madagascar sini.. atau nantinya negara-negara lain. Mungkin saya pikir lankah awal saya yang pake. Kalau mau pesan, pesan dimana ya Yudi? selain dari Rumoh Ija Aceh ini ada tempat lain?
ReplyDeletenah itu juga yudi udah kepikiran gitu kak. kan yudi udah kenal ama kk, jadi rencananya juga mau minta tolong promosi dari kakak di afrika sana. tapi? ah kak.. tunggu aja.. yudi masih cari cara kak :)
Deleteoh ya, klo mau pesan bisa ama yudi kak. kan ada usaha punya Om yang batik zeans banda aceh. atau kk bisa beli di taman sari, atau di dekranasda. tapi klo mau motifnya yang variatif dan lebih banyak ya di batik zeans (sementara ini)
Ngenesssssss banget, sayang kalo akhirnya hilang begitu saja :-(
ReplyDeleteiyaaaa beneeeeeerrr banget.. padahal yudi udah rencana mau ngebatik kancut buat mu loh om.. #suer!
Deletetapi, ah sudahlah..
untuk rumah batik ini sebenarnya mereka msh memiliki modal yg cukup besar, hanya saja ini seolah2 hanya dikuasai oleh sekelompok org. sehingga semakin membuat usaha ini menjadi semakin tidak jelas. Dan dilamdingin yang notabene tetanggannya, ada centra konveksi yg memiliki alat2 menjahit dan mesin bordir yg harganya hampir 1 M, dgn teknologi komputer bisa membordir dalam waktu singkat, satu mesin bisa menjahit sekitar 1 lusin pakaian sekali jalan.ini pun terbengkalai. padahal kalau disinergikan kedua belah pusat kerajinan ini, mungkin aceh ga bakalan sibuk mengandalkan medan dan jawa untuk produksi pakaian. sayang memang sayang, masing2 masih memikirkan keuntungan segelintir org, dan pemerintah cuma kasi senyum, tapi blm sampe solusi :D
ReplyDeleteiya kak.. yudi juga dengernya gitu. mereka kayaknya ada masalah di keuangan yang mulai nggak jujur. banyak pengrajin akhirnya lari :((
Deletepengen yudi aja yang ambil alih huhuhu
Menarik...saya jg tertarik...
ReplyDeletePerkenalkan saya Konsultan Plut KUMKM provinsi Aceh
Salam Kenal Pak Pujo, Saya senang sekali akhirnya disapa oleh bapak. mudah2an kita bisa duduk bareng utk membahas perkembangan UMKM Aceh ya pak.
DeleteMotif batik Aceh itu seperti apa toh, Om Yudi? Ada rencong-rencongnya gitu?
ReplyDeleteBiar nggak mati, nunggu pemda juga lama, kenapa nggak kamu aja yang menghidupkan dan mengangkatnya?
*dan kemudian gue nyengir cantik.
motif aceh itu ada banyak Rien. ada motif pintu aceh, Tolak Angen, Pucuk rebung, dan lain2. pernah saya bahas di postingan sebelumnya di http://www.hikayatbanda.com/2015/02/sejarah-dan-usaha-keluarga-salam.html
Deletepengennya juga gitu Rien, aku pengen ngangkat perihal batik ini. tapi itu koperasi Rien, milik orang banyak dan ini masih nyari cara untuk tahu seperti apa duduk permasalahannya dulu.
ntar Kamu jadi investornya ya? :D
Sering mendengar usaha kayak gitu mati suri,dan beralih usaha lain yang lebih menopang hidupnya *sedih*
ReplyDeleteada yang lebih sedih lagi bang Salman.. ini baru batik. di sebelahnya itu ada sentra tekstil lengkap dengan mesin bordir yang canggih.. itu juga tidur :(
DeleteKata-kata kunci tentang keberadaan rumah kain ini adalah pengurus, untuk menyelesaikan keterbengkala ini yakni dengan pendekatan "grassroots" yang melibatkan banyak elemena, dan dengan menceritakan ini sudah masuk dalam salah satu cara untuk mendekati grassroots tersebut.
ReplyDeleteiya Aulia, saya sudah mencoba untuk menjelaskan klo mereka harus berdiri lagi. dan saya bersedia untuk membantu pemasarannya. bahkan untuk bahan baku juga saya punya link di pekalongan. tapi, sepertinya semangat mereka padam. terlebih lagi ketika pemimpin mereka terkesan lepas tangan.
Deletekami bahkan belum pernah berkunjung kesitu :(
ReplyDeleteudah g ada apa2 lagi di situ kak.. udah tutup total :)
Deletejujur, baru tau kalo dilambaro skep ada rumah batik yg terlantarkan.
ReplyDeletekalau seperti ini salah siapa ?
nah klo itu yang bang reza tanyakan, saya sendiri juga bingung jawabnya :D
Deletehiks sediiih...sayang banget yaa kalau nasibnya kayak gitu...kalau dipasarkan ke jawa atau malah ke luar negeri pasti banyak yang minat ya...
ReplyDeleteiya mbak Wi, yudi juga mikir gitu. kayaknya mereka hanya kurang mengerti bagaimana memasarkan. klo tolak ukurnya di aceh ya susah laku tapi klo di kirim ke luar? ya bisa jadi sukses kan? :)
DeleteSayang sekali. Fasilitas yg ada hanya jd seonggok benda yg tak bernilai. Jadi gerem sendiri pengen nimbrung kesitu tpi masi study. Bg yanda bisa minta tolong gak ?
ReplyDeletemau bantu seperti apa? ini bentuknya koperasi loh.. tidak bisa dipindah tangankan
Deletesilahkan email saya bila ada yang ingin disampaikan bang Ipur
Saya berpikir bagaimana jika kita menghidupkan kembali batik aceh ini...
ReplyDeleteini kebetulan masih dalam bentuk koperasi
Deletesalah satu caranya adalah memberdayakan ulang
Hai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉