keren kan kan kan? :D |
Lebay? Ya bisa
jadi.
Sebenarnya, efek
setelah itu yang menjadi perhatian dalam oretan ceracau tak jelas ini. Saya,
harus memakai sarung sampai satu minggu lamanya. Mau tidur sarung itu harus
diikat dan digantung agar bagian sarung tak kena kepala gundul yang baru saja
di babat habis isi kepalanya. Kalau kena? Geli bercampur nyeri akan sukses
membuat matamu terjaga walaupun sudah minum obat lelap.
Hendak ke kamar
mampi-pun harus bersarung ria. Itu lengkap dengan gaya jalan kangkang seperti
orang kelamaan duduk kuda atau terkena penyakit gajah pada bagian pangkal paha.
Plus, tangan sebelah kiri harus menarik kain sarung sedikit maju ke depan. Kenapa?
Apalagi kalau bukan karena rasa geli bercampur perih setiap kali kain sarung
itu berusaha menyentuh dengan nafsunya kebagian “itu”.
Mau makan,
bersarung. Mau main bola, kudu bersarung, sekalinya kena tendangan bola di
bagian yang baru di sunat tersebut, maka jatah memakai sarung harus ditambah
lagi 4 hari. Tergantung seberapa parah. Kalau berdarah ya masuk RS lagi. Kalau hanya
bengkak, palingan hanya kena jewer emak. Selesai!
Seminggu bersarung,
cukup mengajarkan saya betapa sarung itu sungguh berguna. Bukan hanya dipakai
untuk ke meunasah, atau buat tangkap
kalong, atau untuk menakuti para gadis ketika pulang mengaji sehingga ketika
mereka menjerit histeris, hadirlah saya sebagai pahlawan di malam buta. Hahaha!
Begitulah,
sarung, sebagai salah satu mainan masa kecil saya. Kain sarung, atau ija
kroeng, di Aceh memang menjadi sebuah kain yang tak bisa terpisahkan. Bahkan,
ketika seseorang meninggal pun, kain sarung mengambil bagiannya.
*****
“ija kroeng di Aceh
itu harus kuat yudi!” bang khairul dengan begitu semangat ia menarik kain
sarung ciptaannya sekuat tenaga. Plak! Plak! Tidak koyak dan tidak ada
sedikitpun terkesan akan koyak. Saya masih bingung dengan kelakuan janggalnya.
Pria berambut
gondrong dan berkulit putih ini masih berdiri tepat dihadapan saya. Membantu saya
memasang kain sarung khas dari tanah rencong yang jahit sendiri olehnya.
Khairul namanya. “orang Aceh pakai kain
sarung pada saat perang, pergi ke sawah, mencari ikat di laut, dan dulu,
dipakai juga ketika berkuda. Ini bukan saya yang ngomong Yud, tapi fakta sejarah!”
Saya hanya bisa mengangguk. Karena saya
baru kali ini mendengarnya berbicara landasan ia menciptakan kain sarung yang
sudah lama menjadi tradisi turun temurun di Aceh.
“Maka dari itulah orang Aceh membutuhkan kain sarung
atau ija kroeng yang kuat Yud! Sayangnya, tidak ada literature sejarah yang
mengatakan kalau ija kroeng pernah di produksi di Aceh. ini sungguh kasihan
kan? Makanya saya ambil sikap dan memulai usaha ini”
Gila! Landasan bang Khairul berpikir dalam menciptakan produk, sangat kuat
sekali.
Saya masih
terkesima tak percaya. Walaupun kain sarung ini terkesan mahal, tapi kisah dan
untaian sejarah dibaliknya, membuat saya terkagum-kagum. Hari itu, saya kembali
bangga mengenakan kain sarung. Bangga menjadi seorang pemuda Aceh, dan pemuda
nusantara yang ingin menjadi sarung, bukan hanya sebagai sebuah produk budaya,
melainkan sebuah jati diri.
Di ruangan yang
sederhana milik bang khairul, saya kembali melengkapkan khasanah cerita kain
sarung di tanah rencong. Begitu banyak fungsi kain ini. Bahkan hampir di setiap
perjalanan ia menjadi teman yang setiap. Baik sebagai pelepas dingin, maupun
penghalau nyamuk. Pun, mungkin, menjadi pengobat rindu, bagi mereka yang merasa
kesepian. Aih..
&&&
Tulisan singkat
ini, diikutkan dalam pesta Giveaway Sithoen Ija KroengR. Yang diadakan oleh www.safariku.com yang bekerja sama dengan (instagram) @Ijakroeng yang akan melangsungkan ulang tahun ke satu nya tanggal 13 maret 2016 nanti.
Bagi kalian yang
ingin memiliki kain sarung khas etnik Aceh ini, Gratis kok. (Di sini ada caranya ). Untuk yang malas menulis, bisa juga dengan mengikuti kontesnya di instagram.
Selain kain sarung, kalian juga bisa mendapatkan tas goody bag khas dari ija
kroeng loh.. buruan!!
Comments
Cakep Yud saya naksir sarung putihnya itu loh, dan bukan naksir orang yang pakai sarungnya kok. Qiqiqi. Beneran ini bisa didapat secara gratis? ciyus?
ReplyDeleteiya kak.. hanya perlu ikutan giveawaynya aja kok :D
Deleteitu linknya sudah yudi lampirkan
Jadi kamu di sunnat saat usia berapa ??? Hahaha. Meskipun sakit tp sekarang nikmat kan ?? Haha
ReplyDeleteyudi di sunat di usia 12 tahun kok Om.. masih dalam katagori standar laah.. belum lebat betul yang disamping2nya :D
Deletesekarang? ah itu nanti aja om rasa sendiri :))
Biasa yang aku liat sarung itu banyak aksennya mas tapi yang mas pakai simple bingit hihi
ReplyDeletenaaah justru itu Wi..kita pengen tampil beda hahaha
Delete3 kali di suntik rasanya seperti kejang pengen lompat aja ya mas. Hahaha.
ReplyDeleteSarung memang multi fungsi, selain buat sholat aku kalau naik gunung jg selalu bawa. Kurang hangat rasanya kalau nggak pake syal sarung. :)
duuuh ngilunya itu loh bang hahaha
Deletewess.. syalnya harus kain sarung?? luar biasa!
untungnya saya tak hobi naik gunung bang Inggit :D
Ija kroeng jadi pelipur lara kala jomblo, bang?
ReplyDeleteAih, bang yudi jomblo bersarung rupanya. Hahaha
hahaha udah jangan ribut2.. mumpung bisa ngejomblo nikmatin aja
DeleteMotifnya cakep Bang. Punya kekhasan sendiri tampaknya Sarung ini.
ReplyDeleteIya bang Rahman..
Deletebahannya saja sudah beda, ditambah lagi motif lukis dengan "Bunga Kerawang Gayo" nya :)
sarungnya cakep Yud
ReplyDeleteMau kah? :D
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉