bahan-bahan untuk membuat kuah Keumamah Aceh (foto by rubama nusa) |
Ramadan telah berada di penghujung. Keriuhan selama Ramadan yang menghiasi kota Banda Aceh akan segera berakhir. Lantunan bocah yang mengaji di muhasalla dari tengah malam sampai menjelang sahur bisa dipastikan selalu mengaung-ngaung rata sudut kota.
Saban
malam, terlihat lebih hidup dari pada malam-malam biasanya. Mulai dari
banyaknya kuliner yang buka sampai larut malam, sampai warung kopi yang kembali
hidup setelah terawih berakhir dengan shalat witir.
“Yah Ziyad,
beli sambai peugaga Yuks?” Pinta
istri saya di suatu sore. Tahun ini, adalah tahun pertama kalinya saya
berkenalan dengan sebuah “makanan” khas Aceh yang satu ini. Menurut penuturan
almarhum nenek. Sambai peugaga ini adalah salah satu makanan khas perang Aceh
di masa lalu.
Aceh,
terkenal sebagai salah satu Negara yang sering dilanda konflik. Mulai dari perang
antar kerajaan Hindu-Budha-Islam, lalu Aceh-Portugis, berlanjut dengan perang
Belanda, sampai akhirnya ditutup dengan konflik bersenjata dengan pemerintah
Republic Indonesia.
Perang
yang kelamaan ini, perlahan ternyata mempengaruhi gaya makan sebagian besar
orang Aceh. tidak terkecuali keluarga kecil saya yang berdomisili di Banda
Aceh. beberapa makanan khas “perang Aceh” perlahan merasuki ruangan dapur
sederhana kami. Bilang saja, saya adalah pecinta Sie Reuboh Aceh Besar dan asam
Keumamah. Istri saya? Ia lebih menyenangi Sambai Peugaga dan beulacan khas Aceh
Pidie.
Suasanaa belakang masjid raya Baiturrahman banda aceh kala bulan Puasa. |
Beruntungnya,
Ramadan kali ini, saya berhasil menemukan hampir semua sajian klasik Aceh yang
perlahan mulai tenggelam dan menghilang. Mungkin, ini semua akibat sulitnya
bertahan ditengah jaman yang terus berkembang. Sehingga, (mungkin) anak muda
Aceh, tidak lagi menganggap lezat makanan daerah dibandingkan dengan makanan
dari luar negeri atau luar kota. Semisal 5
tempat jajanan antimainstream di Banda Aceh.
Lokasi
penjelajahannya, ternyata cukup mudah di jangkau. Hanya selemparan batu dari
masjid raya Baiturrahman Banda Aceh. atau mudahnya, lorong rujak garuda Banda
Aceh. sebuah lorong yang lumayan besar namun berjarak pendek, ini seketika
berubah menjadi resto mini yang menyediakan berbagai penganan berbuka.
Berikut
ini, ada beberapa kuliner klasik yang biasanya akan kalian temui ketika
menjelajah pusat-pusat kuliner yang menjamur bak musim hujan di sudut-sudut
kota Banda Aceh selama bulan puasa :
Sambai Peugaga
sambai oen peugaga |
Sambai oen peugaga atau
Sambal daun Peugaga ( Daun Cilantro) merupakan sebuah sambal daun-daunan yang
unik. Semua bahannya dari bahan alami. Tidak di masak ataupun di rebus. Salah
satu bahan utamanya adalah kelapa parut. Sehingga penampilan dari sambal yang satu ini lain dari pada sambal yang
lain. Sambal ini begitu nikmat disajikan berbarengan hangatnya nasi putih serta
bermacam sayuran rebus ataupun lalapan mentah. Bahannya yang masih alami inilah
yang akhirnya menjadikannya mudah sekali dibawa dalam petualangan untuk
berperang.
Keumamah
Asam Keumamah foto by : bisnisaceh.com |
Ah ini dia
favorite saya. Ikan Keumamah atau Ikan Kayu. Kayu? Iya, ikan tongkol yang sudah
di rebus setengah matang kemudian dijemur sampai kering. Lalu dibaluri tepung
kanji dan di simpan ditempat yang kering. Dan, ini bisa bertahan sampai
berminggu-minggu. Setiap kali hendak digunakan, bisa di Rajang halus-halus lalu
masaklah sesuai selera. Saya? Asam keumamah adalah kesayangan.
Pisang Sale
pisang Sale kering (foto by google) |
Pisang
sale khas Aceh bagian utara ini, perlahan namun pasti kembali menemukan
momentumnya sebagai salah satu makanan klasik dari tanah rencong. Kenapa pisang
sale menjadi salah satu makanan yang sempat dibawa masa perang Aceh dahulu,
karena proses pembuatannya dengan pengasapan. Setelah sebelumnya di jemur
sampai kering. Lalu, untuk menambah rasa manis, biasanya dibaluri gula tebu
(bukan gula pasir). Dengan demikian, bisa dipastikan, pisang sale ini bisa
bertahan sampai berminggu-minggu.
Eumpieng
emping beras ketan (foto by google) |
Ini dia si primadona yang sudah sangat amat jarang ditemui di bumi serambi mekkah. EMPING beras atau eumpieng breuh adalah makanan khas orang-orang Aceh. Makanan ini datang dari Pidie. Emping beras terbuat berbahan baku beras ketan. Sesudah disangrai beras ketan lalu ditumbuk seperti bikin emping beras. Tetapi memiliki bentuk begitu mini. Umumnya untuk menikmati emping beras ini, orang-orang Aceh kerap memberi kombinasi kelapa parut, gula pasir serta sedikit garam.
Sie Reuboh
Sie Reuboh Aceh Besar (foto by google) |
Secara resep
daerah, sie reuboh atau daging rebus memiliki dua varian model. Sie reuboh Aceh
besar, dengan sie reuboh sigli. Perbedaannya cukup mencolok. Sie reuboh sigli,
perebusan daging menggunakan air belimbing wuluh. Sedangkan Aceh besar,
menggunakan cuka air nira.
Bicara soal
tahan lama? Percaya tidak percaya, gulai yang memiliki rasa asam, gurih, dan
pedas ini bisa bertahan sampai satu bulan lebih. Setiap kali hendak di santap,
hanya tinggal dipanasi saja. Hemat bukan?
Beulacan Sigli
beulacan sigli (foto by mamadidapur.blogspot.com) |
Beulacan ini
bukan terasi. Justru jauh dari bau-bau terasi. Bahkan, bilqis dan ziyad sering
tertukar dalam membedakan antara beulacan dengan pulot. Iya, kue pulot Aceh yang
berbalut daun pisang dan dimasak dengan di panggang di atas bara. Beulacan juga
diperlakukan dengan cara yang sama. Bedanya? Tentu saja isinya.
Beulacan
yang berasal dari Kabupaten Aceh Pidie ini, mirip pepes. Menggunakan ikan teri
atau udang yang dihaluskan dan dicampur dengan parutan kelapa, cabai merah, dan
kunyit. Lalu dibalut dengan daun pisang, dikukus, lalu kemudian dibakar. Soal daya
tahan? Asalkan tetap kering, dia juga bisa bertahan lama.
Bu Prang
Terakhir,
Dosa sekali rasanya bila saya tak memasukan Bu Prang, dalam tulisan sederhana
ini. Walaupun ketika bulan puasa, keberadaan bu prang agak sulit ditemui. Karena
hanya pada hari-hari biasa saja ia mudah ditemukan di warung-warung kopi atau
di warung penjual nasi pagi.
Bu Prang (
Nasi Perang) sebenarnya adalah nasi gurih khas Aceh-melayu, yang dibungkus
kecil-kecil dengan daun pisang (mirip dengan nasi kucing, hanya saja porsinya
sedikit lebih banyak). Dahulu, nasi perang ini merupakan hantaran wajib kepada
penjuang Aceh yang melawan penjajahan Belanda, soal rasa? Anda salah besar bila
meragukan rasa dan kenikmatan semua makanan klasik Aceh. #congkak
saya mengenalkan mereka dengan nasi briyani yang enaaaak banget |
Menariknya,
Ramadan di Aceh kali ini, saya berusaha semaksimal mungkin mencari jejak lain
dari kuliner klasik khas Aceh. tujuannya? Bagi saya, dengan tetap menceritakannya,
kuliner klasik Aceh ini bisa tetap bertahan tidak hilang termakan waktu dan
perjalanan generasi. Akhirnya, dengan harapan keterikatan sejarah berhasil
mengikat kembali ketertarikan generasi muda Aceh di masa yang akan datang
kelak. Paling tidak, untuk Ziyad dan Bilqis…
Comments
Beberapa waktu lalu, dapat kiriman Ikan kayu dari kerabat di Gayo. Saat mau diolah, karena kurang info, ikannya direndam dlm air hangat kelamaan. Sehingga pas dimasak, ikannya berasa hambar. Ada cara pengolahan yg efektif kah? Mohon guidance-nya dari istri kakak. Terima kasih
ReplyDeletesebenarnya tidak perlu air hangat mbak, cukup air biasa saja. di rendam seperlunya saja. jangan terlalu lama. cukup bila dia sudah bersih dan mulai sedikit lembut. angkat dan tiriskan.
Deletebila sulit, ada baiknya di suir2 dulu seukuran jari kelingking. lalu rendam sampai bersih dan sedikit lembut.
untuk memasaknya sendiri, ada yang memasaknya dengan kuah bersantan, dan ada yang memasaknya dengan di tumis mbak.
Ikan kayu di sayat tipis-tipis, atau di suwir-suwir , lalu di rendam di air panas sampai lunak kembali
Bumbu-bumbu keculai cabai hijau , daun jeruk nipis dan daun kari di haluskan . tumis bumbu halus dengan sedikit minyak sampai matang.
Tambahkan minyak kelapa, masukan ikan kayu. Masukan kentang, kacang panjang, dan cabai hijau utuh. Tambahkan air bila di perlukan. Masak sampai mendidih.
Bila kurang menyukai masakan yang berminyak. Penggunaan minyak kelapa dapat di kurangi sebanyak mungkin – misalkan hanya satu sendok makan untuk menumis umbu dan pemasakan di lakukan dengan air , sajikan dengan nasi pulen panas.
Beulacan terlihat memesona.
ReplyDeleteNanti kalo ke Aceh mau nyobaiiiin semuanya.
Nasib baik kalo ke Acehnya bukan ramadhan .
justru,, ini hampir rata2 adanya di bulan puasa kak Tari :D
DeleteBu Prang, adalah nasi yang sangat enak dan lezat. Dulunya mudah sekali di jumpai di warung kopi di pelosok Aceh, tapi sekarang saya kesulitan untuk mencarinya. Sekarang dimana nya bisa kita jumpai bg Yudi di mandaceh Bu Prang ini? Sangat tergoda sekali ingin mencobanya lagi. hehe
ReplyDeletedi banda aceh, kalau pagi bu prang ada di seputaran warung kopi daerah ulee kareng atau di beurawe aduen.
Deleteklo sore atau menjelang malam, bu prang ada di beberapa warkop seputaran kota. misalnya di warkop kuta alam
oh na lagoe, maklum lon jareng maen umandaceh
Deletebeda lah.. droen kan permainannya medan dan jakarta :p
DeleteKeumamah aku sering makan, temen kantor ku dulu oranf aceh dan suka bawa bekel beginian buat makan siang
ReplyDeletekeumamahnya di masak kering atau bersantan om?
Deleteenak kah? :D
Sambai peugaga-nya unik Yud. Aku bayangin urap...
ReplyDeletehampir mirip tapi ini potongannya halus2 dan dia sedikit lebih lembut dan "nendang" rasanya hehe
Deletepengen nyobain satu-satu,, duh kapan bisa ke aceh lagi yak,, :D
ReplyDeletentar beli tiket PMTOH aja bang hahaha
DeleteMauuuu nyobain atu-atu kulinernya. Menggoda banget..
ReplyDeletehayyuukk mbak dee.. tapi ini munculnya di moment2 tertentu sih :D
DeleteSekali waktu aku lebaran di Banda Aceh, Menu paling banyak dihidangkan di rumah2 yang aku datangi itu nasi briyani.
ReplyDeleteKalau nasi guri, aku paling suka yang jualan di dekat RS Fakina jalan Sudirman. Anaknya yg jual nasi guri itu kawan main & kawan fotografi juga :)
bukan nasi briyani Mas, tapi nasi minyak..(eh ini di daerah aceh besar sih)
Deleteklo nasi briyani biasanya di daerah aceh bagian timur mas. nah sekarang mas nasinya yang mana nih? :D
Sie Reuboh + Bu Prang memang mantab
ReplyDeletehahaha makanan kesukaan nyamuk ganteng ya? :D
Deletebagus sekali artikelnya, salam kenal dari bintangtujuhdilangit.blogspot.co.id
ReplyDeleteterima kasih pak novaldy
DeleteAyam tangkap gak ada nih Bang Yudi?
ReplyDeleteSaya pas di Aceh malah dulu gak sempat nyicipin Mie Aceh, eh malah pas di Yogya dimasakin Mie Aceh sama anak-anak Aceh Singkil. Rejeki anak sholeh emang gak kemana...ahaha
nggaklah.. karena itu menu hari2 biasa :D
Deleteayoo itu tandanya kamu harus ke aceh lagi untuk mencicipi mie aceh asli kesukaan saya :D
itu yang sambalnya, kayak ada bunga kecombrangnya ya? unik, bagaimana sebuah kuliner mempunyai cerita panjang di balik asal muasal pembuatannya
ReplyDeletenaaah itu yang susah mas.. nyari asal usulnya :D
Deleteiya, itu bunga kecombrang
Hai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉