anak anak di pulau Balai Aceh Singkil, laut adalah taman bermain bagi mereka |
Saya beruntung, penyeberangan dari pelabuhan Jembatan
Tinggi, Aceh Singkil ke pulau balai tak menemui kendala berarti. Angin yang
sedari kemarin bertiup cukup kencang, saat itu, diam dan mematung.
Lautan berubah layaknya sungai. Tak berombak. Hanya beriak
dan mengalun pelan. KM mutiara bahari menarik sauhnya. Lalu merayap perlahan
keluar dari mulut kuala Jembatan Tinggi. Semakin menuju tengah laut, kapal kayu
yang bermuatan 30 GT ini, semakin kencang. Sesekali, bang Musdar, sang pemilik
sekaligus kapten kapal menyapa dengan ramah.
Saya, Makmur, Khairul, Zulfan, dan Fakhri menggeleng
seirama. Ya, Saya tidak berangkat sendiri saat itu. Kami berlima. Hanya fakhri
yang sudah pernah ke Pulau Balai, yang merupakan ibukota dari kecamatan pulau
banyak, Aceh singkil.
KM Mutiara Bahari Milik Pak Mus yang membawa kami menyeberang |
Empat jam perjalanan laut membuat saya sedikit limbung, tas
carrier dan tas kamera tetiba terasa begitu berat. Rasa-rasanya, dimanapun
kamar penginapannya, saya pasrah. Yang penting, saya bisa rebahan.
*****
Pagi sedikit mendung, ketika Makmur menyeru seperti orang
yang melihat hantu cantik dari tanah Melaka. Saya, perlahan beranjak dari
kasur, sisa-sisa rasa capek kemarin masih terasa. Punggung masih tertempel koyo
yang berlabel jepang. Di perut masih bau minyak angin yang beraroma terapi,
walaupun sampai akhirnya Saya bingung membedakan antara wangi lafender dengan
wangi angin yang keluar karena efek minyak angin tersebut.
Mata tak sanggup Saya buka. Sinar mentari pagi begitu terang
menyinari pagi yang terlihat sendu. Seketika itu, keadaan berubah. Suara camar
laut memekik bersahut-sahutan. Beberapa boat robin mulai hilir mudik. Ada yang ke Arah Teluk Nibung, yang
terletak di utara pulau balai, ada pula yang mengarah ke Pulau Haloban yang
berada disisi sebaliknya.
Makmur masih sibuk dengan handphonenya. Sesekali ia merubah
posisi duduknya. Dari teras lantai dua Homestay Muarmata, kami berdua bisa
dengan leluasa menikmati hangatnya mentari pagi di pulau balai. Beruntungnya
lagi, kamar-kamar kami, menghadap ke arah pelabuhan rakyat.
Anggota team yang lain masih meniup sisa-sisa mimpinya di
dalam kamar masing-masing. Sedangkan ikan Gerapu yang berada di penangkaran
sudah sibuk mengejar umpan yang dilemparkan oleh sang penjaganya.
Sunrise pertama di pulau balai... |
“wuih..keren
kali..sunrisenya”
Makmur terus-terusan bercakap layaknya seorang pria yang
baru di terima cintanya. Iya, sunrisenya keren!
Dihadapan kami, terhampar teluk kecil nan tenang. Beberapa
masyarakat menyebutnya teluk desa Balai. Di ujung teluk di sisi utara, terlihat
sebuah jembatan baru yang baru saja selesai diresmikan oleh gubernur provinsi
Aceh. Yang menghubungkan antara pulau balai dengan pulau lhok nibong. Di arah
timur, ada dua tanjung yang membentuk seperti pintu gerbang. Di sisi selatan,
beberapa keramba apung milik warga desa tersusun rapi. Sebuah model landscape yang sempurna bagi mereka yang
menggilai dunia photography.
Saya hanya duduk, sesekali menyeruput kopi yang Saya bawa
dari Banda Aceh. Hangatnya kopi dan hangatnya matahari pulau balai ini seolah
serupa. Klik… klik.. satu dua foto Saya ambil. Maklum saja, sunrise adalah
musuh bebuyutan sepanjang Saya menyukai dunia perjalanan. Apalagi kalau bukan
karena Saya sulit sekali bangun pagi. Bangun pagi itu berat jenderal!
Tuhan menciptakan sesuatu memang tiada sia-sia. Mentari yang
bangun dari pelataran, lalu merambat naik meninggalkan garis horizon menuju
sepenggalan kepala. Bersamaan dengan itu pula, kehidupan di pulau balai
menggeliat. Beberapa warung mulai buka satu-satu. Beberapa anak sekolah, mulai
riuh sembari berkejar-kerjaran menuju ke sekolah yang terletak di sisi barat
pulau.
pulau kecil tapi padat ini, begitu eksotis |
suasana di warung kopi di pulau Balai, aceh Singkil |
Saya memutuskan untuk menikmati sensasi ngopi di pulau balai. Kebetulan tak jauh dari penginapan, ada
sebuah warung kopi. Terlihat klasik. Bila Saya harus membandingkan dengan gaya
warung kopi yang berada di Aceh daratan.
Di sini, Saya kembali merasakan sebuah kehangatan yang luar
biasa. Senyum beberapa pemuda dan tetua kampung menyeringai. Gigi
geligi mereka yang putih terlihat kontras dengan wajah mereka yang berkulit
eksotik khas kepulauan. Seorang bapak mempersilahkan kami duduk bersamanya,
semeja. Pak Abdul Aziz namanya. Pria yang sudah berumur 55 tahun ini, mulai
bercerita banyak hal kepada Saya dan Makmur.
Sesekali ia tertawa. Sesekali ia
mengatakan, kalau ia sangat senang bila ada pemuda tanggung seperti kami ini
yang mau duduk berbaur dengan masyarakat desa pulau balai.
Seruput demi seruput kopi, gelas mulai kosong. Perut pun
mulai terisi. Beliau ijin pamit lebih dulu. Karena harus ke ladang yang berada
di sisi timur pulau. Di sana, ia ada menanam cengkeh, kelapa, dan beberapa
tanaman holtikultura lainnya. Sapaannya yang hangat, senyumnya yang renyah,
rangkulan tangannya yang ramah. Membuat saya percaya, kalau kehangatan ini
adalah sifat asli masyarakat yang bermukim di kecamatan Pulau Banyak ini.
“Saya berharap, dari
kalian, yang muda-muda ini, bisa memberikan cerita yang sesungguhnya tentang
keadaan Pulau Balai dan pulau-pulau lainnya di pulau banyak. Kita di sini aman,
nyaman, tenang. kami di sini, juga membuka tangan lebar-lebar kepada setiap
wisatawan yang datang ke sini. Perikanannya bagus, pulau-pulaunya yang cantik.
Kami juga sudah memulai konservasi terumbu karang. Dan, alangkah baiknya, bila
ada investor dari luar yang mau membantu kami di sini. “
Sebuah pesan yang mendalam dan seolah beliau begitu percaya
kepada saya dan makmur. Begitulah, apa yang saya dengar selama ini, ternyata
salah. Mereka begitu hangat. Sehangat cahaya pagi dari sisi timur Pulau Balai.
masih sunrise |
coba ambil pake hape keluaran cina |
boat robin layaknya sepeda motor bagi mereka |
tetep bawa anggota :D |
&&&
Perjalanan ini disponsori oleh Dinas Pariwisata Aceh, dalam rangka Branding The Light Of Aceh dan Wisata Halal Aceh
Comments
Mantap, Pulau Banyak memang luar biasa menyimpan pesonanya yang belum terpublis oleh para travell blogger lokal. Ini cerita pertama ya. Di tunggu ya artikel berikutnya tentang Pulau Banyak :D
ReplyDeleteInsya Allah saya akan share semampu mungkin ya bang mus
Deletesuka sunsetnya
ReplyDeletesunrise kaka :))
DeleteI wanna go There!!!!
ReplyDeleteAyoo bang apam kita ke singkil
DeleteLoh nggak ada keterangan penginapan murah 50ribu-nya. Kuciwa nih hahaha
ReplyDeletehahaha tapi memang ada kamar yang harganya segitu bang di sana :D
Deletesengaja nggak nulis dulu biar banyak postingannya hahaha
Coba kalau bangun lebih pagi, pasti dapat gambar lebih menghipnotis. :D
ReplyDeleteWadoooh bangun pagi itu beraaaat jenderal
DeleteBangun pagi yang gak biasa kalau di pulau banyak, biasanya suara ayam berkokok diganti suara camar laut. Luar biasa :)
ReplyDeleteEh iya ya.. Saya baru ngeh klo di sana g ada ayam hehe
DeleteGa ada informasi penginapan dan harganya, Bang? Ada kawan yang nanya ni.
ReplyDeletekasih jduul lah biar kita bikin postingannya :D
DeletePesona Aceh ga ada abisnya. jadi pengen kesana sih haha.
ReplyDeleteOh udah pernah ke pulau banyak ya..
Deletepengen ke aceh tapi jauuuhhh bgt, haha
ReplyDeleteah itu kan perasaan mas aja.. coba pergi via malaysia.. pasti dekat :D
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉