Ziyad dan Bilqis, dua abang beradik ini, kalau kompak, semua orang dibuat iri oleh mereka. Kalau sedang ribut soal mainan, satu rumah bisa ikut repot dibuatnya. Ziyad, selaku anak yang sulung sering sekali menjaga adiknya. Lagi pula memang itu yang selalu saya ajari kepadanya. Kalau adiknya itu perempuan, dan cantik. Sehingga harus dijaga sebaik mungkin.
Suatu hari, bilqis main di
kandang bebek milik neneknya bersama sang abang. Sesekali, ia mengejar bebek
serati. Sesekali ia meneriaki sang bebek sampai lari ketakutan tak tentu arah. Bahkan,
tak jarang ia akan menarik ekor sang bebek sampai bebek tersebut menjerit
kesakitan lalu dua abang beradik ini akan tertawa bersama. Begitulah kehidupan
anak-anak. Tidak ada rasa baperan #eh
Tak lama berselang, bilqis nangis
sejadi-jadinya. Abangnya, ziyad, lari mengejar suara tangis sang adik lalu
berusaha mendiamkannya. Lalu, ziyad menuntun adiknya masuk ke dalam rumah
sembari terus berusaha menenangkan Bilqis.
Akhirnya saya tahu, kalau bebek
yang selama ini dikejar-kejar oleh bilqis malah mengejar bilqis. Ziyad berusaha
membela bilqis dari kejaran bebek, dan bilqis pun selamat. Masalah selesai? Belum!
Ternyata, secara runut, ziyad menjelaskan kalau bebeklah yang salah. Bukan adiknya.
Di sini saya merasa, kalau ada yang salah dalam pemahaman kedua anak saya. Bagaimana
mereka bisa menyalahkan bebek yang sudah notabenenya adalah binatang
peliharaan? Orang dewasa manapun, tidak akan percaya hal tersebut, bukan?
Sepintas, saya jadi teringat apa
yang sering diceritakan oleh teman-teman penggiat konservasi yang akhir-akhir
selalu mengisahkan betapa sulitnya mereka menengahi konflik manusia dengan
satwa liar. Terutama gajah Sumatra dan orangutan Sumatra. Tak jarang dalam
pertikaian tersebut timbul korban jiwa di pihak manusia. Tak sedikit pula dari
pihak penghuni hutan.
Entah bagaimana ceritanya, para
politikus, beberapa media, selalu menceritakan dan menyebut kalau yang salah
adalah si gajah yang masuk ke pemukiman manusia. Sehingga dianggap hama. Pun begitu
dengan orangutan.
Saya punya satu pertanyaan, ini
yang manusia siapa? Yang nulis berita, yang bicara mengenai berita, atau si
Gajah Sumatra dan Orangutan yang jadi “manusia” sehingga boleh dianggap sebagai
pengacau?
Sependek pengetahuan saya,
manusialah yang dituntut untuk beradaptasi dengan alam, bukan sebaliknya. Lalu kenapa
tiba-tiba manusia menuntut gajah atau orangutan untuk beradaptasi dengan
perkembangan manusia yang terus merambah ke dalam hutan? Anehkan? Bingungkan?
Kita lanjut lagi, cerita ziyad
dan bilqis, sebenarnya adalah cerita yang biasa terjadi disekitar kita. Hampir rata-rata
orang tua masa kini maupun masa lalu, selalu mengajarkan anaknya (hanya demi
membuatnya senang dan tidak menangis lagi) bahwa bisa dia jatuh yang harus
dipukul atau dimarahi itu adalah lantainya. Bukan sang anak.
Tahukah kamu, justru sifat itulah
kini yang dibawa oleh sebagian manusia dimanapun mereka berada. Ketika alam
murka, maka alam yang salah. Ketika gajah merusak kebun sawit, yang salah adalah
gajah. Bukan manusia yang terus merambah hutan. Begitulah…
Hutan Ulu Masen yang kini
menghilang sehingga menyebabkan banyak babi turun ke kota. Sering terjadi
banjir dan longsor di kawasan barat selatan Aceh. Salah siapa? Bukan salah
manusia yang merambah hutan dan menjadikannya lahan Sawit. Tapi salah
pemerintah yang tak mau membuat sungai lebih dalam sehingga air gunung lancar
menuju ke laut. #situSehat?
Lalu babi? Ya salah babi, kenapa
harus turun gunung! Jadi babi itu wajib ditembak, diburu, ataupun disiksa
sampai anak cucu. Tapi tahukah kamu, salah satu yang menyebabkan babi akhirnya
turun gunung karena populasinya mulai over alias kebanyakan karena tak ada lagi
harimau yang memakannya. Kenapa? Karena harimau sudah beralih fungsi, dari
hewan menjadi hiasan. Siapa yang salah? Babi!
Pasal satu, manusia tidak pernah salah. Pasal dua, kalau manusia salah
maka kembali ke pasal pertama!
Lalu, apa hubungannya dengan
gempa di Pidie Jaya?
Seharian ini, ada beberapa foto
beredar di timeline facebook saya. Dalam foto tersebut digambarkan kalau Pantai
Manohara, salah satu pantai yang cukup terkenal di pidie jaya ditutup untuk
selama-lamanya. Karena pantai itu disebut sebagai tempat maksiat. Tempat
muda-mudi sekitar mereudu berdua-duaan dengan yang bukan pasangan sah dan halal
mereka. Tempat ini pula disebut-sebut sebagai tempat pengundang bala sehingga
gempa terjadi di pidie jaya.
foto by Facebook.com |
Secara terminology Islam, salah satu sebab terjadinya musibah sering dikaitkan dengan dosa anak manusia. Salah satu yang tercatat
adalah “Dan musibah apa saja yang menimpa
kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah
mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" (QS. Asy-Syuura:
30).
Kawan-kawan sekalian, sekarang,
kita renungi bersama ayat dari kitab Suci ALQURAN ini.
Itu yang salah sebenarnya siapa? Pantai yang tiba-tiba dijadikan tempat mesum
atau si pelaku mesum yang menjadikan pantai tersebut kotor akan dosa. Bingung ya?
Sama. Hehehe
Begini, bila kamu sedari awal
menyimak cerita Ziyad dan konflik manusia dengan hewan liar di atas. Sebenarnya siapakah yang
paling bersalah dan disalahkan oleh Allah? Pantai Manohara tempat di mana
para kawula muda bisa ciuman, yang saya yakin jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan orang yang memancing ikan serta liburan bersama keluarga di pantai tersebut. Ataukah
salah si pelaku yang melakukan zina di pantai tersebut? Masih bingung?
Salah mana? Orang yang teriak maling
sehingga membuat maling tersebut tertangkap oleh pihak berwajib, ataukah salah si maling yang karena gara-gara dia, membuat gabuk
orang satu kota untuk mengejarnya dan tidur tak tenang ? Sampai
di sini sudah paham bukan?
Aneh? Tentu saja. Saya sering
mengistilahkan hal yang seperti dengan “Menembak Nyamuk Dengan Meriam”. Nyamuknya
hanya mati sebagian, yang ada rumah malah hancur dan bolong-bolong. Ujung-ujungnya?
Tetap digigit nyamuk!
Menutup pantai tidak akan
menyelesaikan masalah zina ataupun mesum. Pun, menutup pantai yang merupakan
alam ciptaan Allah tidak akan menyelematkan kita dari bahaya alam lainnya.
Masih ingat, ketika seorang ustad
di youtube mengatakan kalau tsunami Aceh karena dosa orang Aceh? Karena orang Aceh
suka makan ganja, karena orang Aceh suka melakukan tarian striptis di pantai. Apakah
kamu mengiyakannya? Tidak bukan? Yang ada malah beramai-ramai kalian tuntut
agar si ustad meminta maaf dan mencabut pernyataannya.
Lalu kasus yang hari ini terjadi
di Pantai Manohara? Kenapa yang terjadi malah salah si pantai? Bila memang
setiap musibah yang datang karena suatu tempat di Aceh ini, maka itu artinya Aceh
ini biang terjadinya Bala Musibah! Karena tsunami dan gempa terdahsyat di abad
ini pernah terjadi di Aceh. Itu salah Aceh, kan?
credit foto by : Facebook.com |
Kawan, ingatlah satu hal, setiap
musibah yang datang bukan karena salah suatu tempat dijadikan tempat maksiat
atau bukan. Tapi karena oleh perbuatan
tangan kalian sendiri. Banjir datang bukan salah hutan yang gundul tapi
salah manusia yang serakah menebang hutan.
Gempa, banjir, tsunami, atau musibah alam lainnya, terjadi bukan karena salah tempat. Tapi terjadi karena kesalahan kita dan kehendak yang Maha Kuasa. Ia memberikan musibah sebagai cobaan sekaligus pengingat. Mencoba untuk mencari hambaNya yang taat, sekaligus pengingat bagi hambaNYA yang lupa akan kewajibannya sebagai manusia.
Sebelumnya, maafkan saya yang
menulis judul sedikit fantastis dan terkesan seperti tak punya perasaan sebagai
bagian dari orang Aceh. Anggap saja judul itu sebagai daya tarik, sehingga
kawan-kawan mau membaca tulisan saya yang tak seberapa jelas ini.
Pidie Jaya, bagi saya adalah
sebuah rumah kedua. Di sini, saya belajar banyak hal mengenai kehidupan Aceh pesisir.
Pidie jaya, adalah tempat di mana saya, memiliki keluarga kedua yang memberi begitu
banyak warna dan cerita. Dan kini, Pidie
Jaya, luluh lantak. Dihantam gempa tanpa ampun. Tiba-tiba, kini lini masa dunia
media mulai berkicau bak pasar malam. Menyalahkan alam yang menghukum manusia. Mencari kambing hitam atas musibah yang terjadi. Inikah
kita hari ini? Selalu lupa bercermin?
Beberapa tulisan yang terkait :
Comments
Pengelolaan pantai dengan baik, dan inovatif, bisa selesaikan masalah-masalah "maksiat" itu
ReplyDeleteYups benar sekali.. semua ada solusinya bila kita mau duduk bersama
Deleteturut berduka kepada saudara-saudara kita disana
ReplyDeleteterima kasih bang Anggoro atas kepeduliannya
Deletekenapa bukan yg mesum aja ya yg dilarang,,,kenapa sampai pantainya harus jadi korban,,,
ReplyDeletemasalahnya itu bukan hanya terjadi di pidie bang.. tapi hampir rata di tempat lain.. sepertinya kita salah mengartikan syariat islam :)
DeleteIya neh salah bebeknya eh.... nggak setuju suatu tempat ditutup, apalagi kawasan wisata gratis gara2 ulah sekelompok orang,
ReplyDeletentah apa si bebek kejar2 si bilqis.. ckckckc
DeleteIni salah kamuuu kenapa kamu gak kasih tahu dari awal kalau tulisan ini layak dimuat *eh
ReplyDeleteTetaplah menulis tentang Aceh mas.
Jiaaaah mau dimuat di mana Koh?? di majalah bekas?? hahaha
Deleteterima kasih Koh untuk suntikan semangatnya :)
Salah bebek....#ehhh
ReplyDeleteTurut berduka atas musibah yg terjadi di Pidie, semoga tetap kuat masyarakat disana.
Sedihhh juga yaa....kenapa musti pantainya yg ditutup. Semoga hanya sementara penutupannya, setelah Aceh kondisinya stabil pasca gempa akan dibuka kembali.
amin.. saya pun berharap demikian. lalu masyarakat di sana bisa berbenah menjadikan pariwisata sebagai sektor pendukung ekonomi mereka
DeleteSoal kerusakan itu tidak ada yang patut disalahkan selain manusia itu sendiri. Soal bencana saya melihat secara teori alam saja, kenapa banjir terjadi karena penebangan hutan, kenapa gempa terjadi karena pengeboran minyak bumi dan lain-lain.
ReplyDeletepengeboran minyak bumi, sangat amat jarang sebagai pemicu bang bro :)
DeletePernah dua kali ke pantai Manohara pas KKN dulu. kalo sorean penuh muda-mudi boncengan..... #ilfilLiatnya
ReplyDeletemau pantainya ditutup, tetap saja yang gitu-gituan bakal pindah tempat. caranya perketat peraturan atau sering2 razia di pantai, dan tempat-tempat lain..
razia sebenarnya juga bukan menjadi solusi sih kak Tina.. tapi, yaa utk jangka pendek mungkin bisa kali lah ya :)
Deleteanak kecanduan rokok, yang disalahkan penjual atau bahkan pabrik rokok. Murid tidak naik kelas yang disalahkan (bahkan wali murid terlibat) adalah wali kelas atau bahkan tempat anaknya bersekolah.
ReplyDeleteKalau anaknya sudah kecanduan rokok, dia akan berusaha di manapun tempatnya asal bisa merokok, tidak kedapatan orang tua.
Kalau anaknya tidak disiplin, dikenal sbg pelanggar aturan sekolah, pemalas, mau pindah ke sekolah manapun akan tetap begitu.
Solusinya? tuntun si anak ke jalan yang benar. Kalau bukan dia sendiri yang mengubah dirinya sendiri, lalu siapa lagi? :D
Pertama saya sampaikan turut berduka atas musibah di pidie jaya. Saya pernah tinggal di meureudu 2014-2015.
DeleteSaya sependapat dengan Aldiandar. Saya tambahkan analoginya.Umpakan seseorang atau sekelompok orang dibunuh dengan pisau, haruskah pisaunya dimusnahkan? Tentu saja tidak, tanpa pisau pun juga bisa terjadi. Tapi yang perlu diperbaiki adalah siapa sipemegang piasau itu. Kalau masalah pantai manohara, saya berpikiran tidak harus pantai yang ditutp, tatapi tata kelola yang perlu dibenahi. Terapkan aturan aturan yang wajib diberlakukan kepada pengunjung, kemudian tata kelola pedagang, seperti bagusnya tempat-tempat santai duduk disnaa. itu yang perlu di tata ulang. Ini pemikiran saya, mohon maaf jika kurang berkenan. Pantai manohara kalau dikelola dengan baik bisa sebagai pendapatn daerah dan masyarakat sekitar. Membuka lapangan pekerjaan.
Saya suka komentar bang Alfiandar :)
Deletetidak, saya sangat berkenan ketika ada komentar2 membangun begini bang Salim :)
DeleteSemoga masyarakat sadar ya mas akan dampak apa sebelum dan sesudah hal yang dikerjakanya..
ReplyDeleteamien.. saya juga berharap demikian mas :)
DeleteSepaham kita Yud! Miris sama pantai yang ditutup. Bukankah hal itu malah membuat pelaku mesum lebih leluasa ya karena lokasinya jadi lebih sepi :/
ReplyDeleteAh jadi kangen Ziyad & Bilqis!
iyaaaa bener banget!
Deletebtw semoga bisa ketemuan pas di bali ya Kang :D
Belum pernah ke Manohara, jadi tidak tau dengan baik apa yang sebenarnya terjadi disana. Terima kasih bg Yudi, sudah menggambarkan Manohara dengan baik. Semoga musibah yang menimpa Pidie kembali menjadi teguran bagi kita semua untuk selalu taat akan perintah-perintahNya. Aaamiiin
ReplyDeletesaatnya meluaskan sudut pandang dengan banyak2 keluar jalan jalan ke luar kampung :)
DeleteAminn, Insyaallah...!!! Menurut hemat saya melihat dari pengalaman yang kita lihat bersama paska Tsunami Aceh, Pidie Jaya akan lebih maju kedepan. mungkin ini teguran pada petinggi daerah khusunya dan kita pada umumnya, agar selalu adil dalam mengambil kebijakan. Bak kata "orang makan durian dan kita hanya menikmati aroma".
ReplyDeleteSalam saya untuk Ziyad & Bilqis
Katakan pada mereka permainannya menjadi motivasi bagi yg lain.
Ketika kita melirik makanan aceh mungkin Ayam Tangkap yang terlintas, sekarang Mungkin kita bisa buat referensi makanan baru yaitu "Bebek Tangkap".
Hehehhee....
iya bang Afwi, seharusnya demikian, tapi terkadang kita sering lupa diri sehingga diingatkan oleh yang Maha Kuasa :)
DeleteTerima kasih juga untuk om Afwi sebagai ketua KNPI sudah sudi mampir ke blog sederhana ini
Saya waktu ke Pidie Jaya di hari ketiga pascagempa Pidie Jaya, sempat menjumpai seorang warga yang tinggal di desa terakhir menuju Pantai Manohara. Dia bilang di akhir obrolan, "musibah ini terjadi hanya gara-gara Pantai Manohara itulah."
ReplyDeleteSaya terdiam. Ingin mendengar sambungan ucapannya. "Banyak mudah-mudi bikin maksiat disitu," sambungnya.
Jelas sudah, yang salah bukanlah alam (Pantai Manohara) tapi manusia (muda-mudi yang bikin maksiat).
Pantai Manohara itu bisa saja dibuka kembali, nanti, beberapa lama setelah kondisi psikologis masyarakat di sekitara pusat gempa itu pulih. Kalau saat ini kita berdebat dengan mereka, mungkin sulit, sebab mereka masih trauma. Karena pusat gempa berjarak sekitar 1 mil dari Pantai Manohara.
Nyaaan... :D
nyaan baroe bereh.. terima kasih tambahannya bang Makmur
Deletesemoga mereka bisa segera kembali berbenah dan membuka diri
Dari Ziyad, bebek, kemudian gajah n harimau sumatra, orangutan, gempa Aceh, dan akhirnya berujung ke pantai manohara yang ditutup, kompleks banget ceritanya. Intinya, jangan mencari kambing hitam dalam setiap peristiwa, kembali intropeksi diri, bukan begitu bg Yudi, :)
ReplyDeletemaaf ya klo ceritanya malah bikin bingung :D
Deletepadahal sudah berusaha menggunakan perumpamaan yang semudah mungkin :)
ke depannya harus ada solusi minimal untuk mencegah korban karena gempa sebisa mungkin diminimalisir dengan pembangunan yang tahan gempa serta evakuasi yang benar
ReplyDeleteYups.. saatnya menjadikan mitigasi bencana sebagai sebuah hal wajib untuk kita ketahui bersama :)
Deletekembali lagi bahwa indonesia bg juga berada di garis khatulistiwa. jd indonesia memang rawan dari semua bencana. hampir setiap harinya ada gempa walaupun tdk terasa.
ReplyDeletebenar sekali bang zikrul.. kita berada di ring of firenya bumi :D
DeleteHmmmm, saya tidak setuju kalau pantainya ditutup. Lha pantai itu kan udah terbentuk dan ada di sana sejak jutaan tahun, ah, andai alam bisa bicara. Memang pantainya kurang syariah opo piye :(
ReplyDeleteAlam, bumi ini, terbentuk jutaan-miliaran tahun lalu lewat proses yang begitu panjang seperti sekarang ini. Manusia, muncul di zaman purba ribuan tahun lalu, tapi sudah punya naluri merusak, semena-mena.
Salah kita, salah manusia. :(
Makanya kita diberikan pemahaman oleh Tuhan utk mengelola alam dengan benar
Deletekasihan manohara kalo sampai di tutup, ini muda mudi nya yang ngak bener
ReplyDeleteiya.. padahal manohara baru aja dibawa pulang dari malaysia :D
DeletePadahal Manohara itu orang Bugis loh #eh #lospokus
Deletejiaaaah orang bugis emang ehem ehem ya daeng :))
Deletemungkin teguran dari allah..
ReplyDeletebyar kita bisa tetap berda dalam kapasitas yg semstinya,,tidak berlebihan dan tidak jauh dari ajarannya,,
semoga tetap di beri perlindungan,,,
Amin.. bisa jadi. tapi semua sudah terjadi. :)
DeleteTak terima disalahkan orangnya, malah salahkan alamnya. Itu sudah tabiat kebanyakan orang dimana-mana. Saya heran dengan pola pikir ini. Apa karena pendidikan kita tidak mencerahkan?
ReplyDeleteKalo berpedoman kepada perilaku orang di pantai lalu azab didatangkan, Bali harusnya lebih parah karena bulenya. Tapi penduduk lokal Bali masih (banyak) tetap memegang teguh budaya dan agama mereka.
Dulu pantai Muara di kota Padang banyak warung seperti foto diatas. Sejak kejadian gempa warung-warung yang berpotensi untuk berbuat maksiat itu dibongkar habis oleh pemda.
saya malah bingung mau menganggapinya seperti apa bang alris hehe :)
DeleteTipikal manusia, paling gampang ya menjatuhkan kesalahan pada pihak lain, bukan mencari apa yang salah dengan dirinya
ReplyDeletebetoool! benar Daeng.. tapi, mungkin dengan diberi musibah bisa membuat dia bertafakur kali ya Daeng
DeleteSemua sudah diatur Yang Maha Kuasa..Kita sebagai manusia harus lebih merubah diri , bukan malah bangga akan dosa"...
ReplyDeletejudi togel online yang aman dan terpercaya
jiaaah kok malah jualan togel sih mbak hahha
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉