Pulau Weh, Aceh. Siapa yang tak
kenal pulau ini? Pulau lebih dikenal dengan sebutan sabang ini telah diabadikan
dalam judul lagu “Dari Sabang Sampai Merauke” ciptaan R. Suharjo. Kini, lagu
yang menjadi lagu nasional tersebut berhasil mengantarkan Sabang lebih dikenal
dibandingkan nama Pulau weh itu sendiri.
Tapi, itu perkara lain dan tak
ingin saya bahas. Toh, sisi positifnya juga ada kan? Jadi, agar lebih mudah dan
lebih familiar, saya akan menggunakan istilah sabang saja ya?
Saat membahas Sabang, apa yang terlintas dalam
benakmu, kawan? Pasti laut, laut, dan laut. Mentok-mentok baru berbicara
tentang Tugu Nol Kilometer Indonesia, kan? Gam, tahukah engkau kalau pulau
terbarat ini lebih dari sekedar itu semua? Tahukah kau, Gam, kalau dahulu,
pelabuhan tercanggih di Indonesia ada di Pulau ini? Satu-satunya pelabuhan Indonesia
yang pertama kali menggunakan tenaga listrik untuk derek bongkar muat barang. Sehingga
hal tersebut membuat pelabuhan alam terbaik ini menjadi primadona bagi
kapal-kapal dari luar negeri yang ingin masuk atau keluar selat Melaka.
Ini belum lagi, dengan system floating
dok-nya yang cukup canggih. Dimana setiap kapal yang sulit merapat untuk naik
dok, tidak perlu harus repot-repot ke tepian. Akan tetapi bisa langsung
diperbaiki di tengah laut.
Yups, benar sekali Gam, saya
ingin mengajak kalian untuk menjelajah Sabang lebih jauh. Tidak hanya sebatas alam
bawah lautnya yang sudah meusyuhue ban si
gom donya (terkenal ke seluruh dunia). Tapi jauh sebelum itu, pada era kolonial,
Sabang menjadi sebuah pulau yang menjadi incaran para petualang. Bahkan, dalam
salah satu literature sejarah, pulau
ini sempat ditawarkan oleh Sultan Aceh terakhir untuk Amerika.
Konon, beliau ini salah satu Ulama/ atau istrinya Ulama Aceh. Dan nama pulau ini diambil dari nama Beliau |
Betapa pulau ini memiliki begitu
banyak pesona. Bahkan Jepang, tatkala
berhasil menguasai Indonesia, menjadikan pulau Weh atau Sabang sebagai pusat
pertahanan pertamanya. Saya lebih senang menyebutnya sebagai the Little Iwo Jima Island, sebuah pulau
yang menjadi tempat pertahanan terbaik tentara Jepang saat perang asia pasifik
( sumber Wikipedia).
Yups, di Sabang, kamu akan menemukan begitu banyak lorong-lorong Jepang. Tenang,
saya akan membahasnya di postingan yang lain. Soalnya, saya menemukan sebuah
benteng yang aduhai.. sabar ya Gam..
Pusat Karantina Haji Pertama Di Indonesia
Syahdan, umat muslim di Aceh setiap
tahunnya selalu melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Ketika Aceh masih merupakan
daerah kesultanan, semua umat muslim di Aceh berangkat Haji wajib melalui pulau
Weh, Sabang. Bahkan, sebagian harus singgah dahulu di pulau Rubiah.
Pulau Rubiah, sebenarnya
hanya pulau kecil yang terletak persis
di depan pantai Iboih. Tempat biasanya para wisatawan menikmati panorama bawah
lautnya. Tapi tak satupun yang tahu kalau dalam pulau kecil itu masih tersimpan
sebuah sejarah yang kaya luar biasa.
bangunan yang hancur di kiri kanan itu adalah bangunan karantina haji yang hancur di bombardir tentara jepang |
Sisa-sisa tapak bangunan |
Pulau inilah tempat Belanda,
mengelontorkan begitu banyak guldennya untuk membangun sebuah fasilitas
Karantina haji yang luar biasa canggih. Bayangkan Gam, tahun 1900 awal di pulau
kecil ini sudah ada sistem drainase. Penyulingan limbah, Kran air bersih,
toilet yang airnya selalu tersedia. Lalu, belum lagi sistem pengobatan para jamaah
haji yang baru tiba dari Arab Saudi.
Beberapa tangki subsitank masih
terlihat jelas. Saya sesekali terperanjat saat melihat betapa besarnya tempat
penampungan limbah residu dari sistem pencernaan manusia ini. Bahkan, menurut
mas Stanov, bapak dari Badan Arkeologi Medan yang menemani perjalanan saya kala
itu, kalau melihat dari desain sistem pengaliran air yang rumit dan efisien,
maka bisa dipastikan di pulau rubiah ini, para jamaah haji yang akan berangkat
atau pun baru tiba, sudah merasakan kehebatan dari cara kerja para engineers Belanda.
ini adalah salah satu bak penampungan Air/Limbah |
Bak tampung air yang luar biasa
besar, dan menariknya, bak penampungan air bersih ini selalu di isi dengan
menggunakan kapal laut. Biasa? Bagaimana kalau saya katakan, bak tersebut
terletak di posisi paling tinggi di pulau tersebut. Kalau hari ini tracking akan
memakan waktu selama hampir 20 menit. Lumayan bikin nafas sengal-sengal, kan? Lalu,
air tersebut dialiri ke seluruh pulau. Dan, itu terjadi di awal abad 20
(1920an)
Oh iya,
hampir saja saya lupa. Kalau perjalanan kali ini dalam rangka LASEDA alias Lawatan
Sejarah Daerah yang diadakan oleh Badan Pelestarian Nilai Budaya Aceh. Makanya saya
bisa ditemani oleh pak Stanov seorang arkeolog muda yang sudah jatuh cinta
dengan Aceh. Dan, perihal event yang dihadiri sebagian besar oleh dedek emesh
ini, akan saya ceritakan dilain kesempatan (again?? )
Sebenarnya, ada dua pulau di Indonesia
ini yang menjadi cikal bakal asmara haji Indonesia. Pertama ada di pulau Weh
tepatnya di pulau Rubiah. Lalu satu lagi ada di pulau Onrust, Daerah khusus
ibukota Indonesia tercinta.
bangunan yang telah direnovasi tahun lalu ini, mulai terlihat rusak kembali karena tak ada perawatan |
Menariknya, pemerintahan Belanda yang
menguasai Aceh kala itu, terpaksa membangun fasilitas karantina haji di pulau Weh
karena alasan politis. Pertama, pulau ini merupakan pulau terdepan jadi Belanda
harus menjaganya dengan ekstra ketat. Ketika karantina haji belum ada dan
pengurusan keberangkatan haji belum diatur oleh Belanda, masyarakat Aceh ramai
yang pergi haji melalui para saudagar atau hulubalang pemilik kapal-kapal
besar. Dan biasanya, ketika mereka kembali ke tanah air, Semangat juangnya pun akan
semakin besar dan turut mempengaruhi semangat juang masyarakat Aceh lainnya.
Akhirnya, dengan adanya karantina haji ini, yang sekaligus menjadi pintu keluar masuk jamaah haji, Belanda bisa mengontrol siapa yang akan menjadi potensi konflik di Aceh nantinya. Lalu, ujung-ujungnya, muncullah gelar haji bagi mereka yang sudah kembali dari menunaikan rukun Islam ke lima ini. Semuanya, lagi-lagi demi kepentingan politik pemerintahan kolonial kala itu.
Masjid Pertama di Kota Sabang, sebagai tempat persinggahan awal jamaah haji indonesia. |
Begitulah Gam, pulau terbarat Indonesia
ini memang kecil. Sepintas kita tengok sekarang, macam tidak ada apa-apa dia. Tapi
sesungguhnya, pulau weh, menyimpan begitu banyak kekayaan sejarah Indonesia masa
lalu. Dan, karena ini pula, salah satu asbab kenapa Aceh dikenal sebagai
Serambi Mekkah. Karena semua jamaah haji ketika hendak ke tanah suci, harus
mampir dulu ke Sabang. Lalu, duduk bermufakat di sebuah masjid kecil yang
terletak tak jauh dari pinggir dermaga kota Sabang.
Penasaran? Sudah, bungkus baju,
kau jalan teros ke Sabang besok pagi, ya, Gam?
tangga ini masih asli, sayangnya mulai tak terawat. kamu untuk mendapatkan tangga ini harus menyusuri warung-warung yang berjualan di pulau Rubiah |
Comments
baru tahu kalau dulu setiap Jamaah Haji Indonesia selalu ke pulau Sabang ini, heeee
ReplyDeleteThanks dah berbagi Pengetahuan ..
terima kasih juga sudah berkunjung bang Adhi..ini hanya salah satu, masih ada asbab lainnya :D
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉