“Masih sanggup bang? Udah dekat kok!” Rajab, guide dari wisma Cinta
Alam desa Ketambe, terus menerus menyemangati saya. ini adalah kali kedua
saya belajar tracking. Sumpah! Capek pake banget! Pagi masih, tapi nafas sudah
mulai seperti kuda binal yang habis berburu nafsu birahi. Setiap tarikan nafas
begitu berat. Sesekali, tegukan air minum yang diambil langsung dari setiap
mata air sepanjang jalur tracking menjadi pelipur lara.
Awi, Khairul, dan Romi, hanya
tersenyum dan sesekali menertawai saya. wajar saja. Gaya saya tracking bukan
seperti anak hutan apalagi anak gunung. Melainkan seperti anak alay masuk
hutan. Sepatu kets modal endorse, celana jeans semi kantoran dan baju kaos
lengan pendek. Apa yang terjadi? Ah sudahlah, jangan tanya berapa kali saya
terpeleset setiap kali ada turunan. Jangan Tanya berapa kali lengan tangan saya
yang mulus ini menjadi korban pepohonan berduri. Dan, pacat! Iya, ini juga
pertama kalinya saya digigit pacat. Rasanya? Ah.. sudahlah.. terkadang saya
nyesal mengaku sebagai orang yang cinta konservasi alam.
Orangutan Sumatra yang ada di Hutan Leuser, Aceh |
Perjalanan masih terus naik
turun. Terhitung sudah hampir 2 jam semenjak Rajab mengatakan “tidak jauh lagi.”
Sedangkan menurut saya, tak ada setengahnya perjalanan ini menunjukkan
ujungnya. Pelajaran pertama dalam dunia tracking, kalau guide bilang “ayo bang,
udah dekat kok” percayalah, ini hanya untuk menyenangkan hatimu saja, kawan! Dua
jam jalan naik turun bukit dan hutan, itu semua masuk dalam kategori “tidak
jauh lagi”.
Diantara lelah, letih, lesu, tapi
tidak ejakulasi dini, saya bersyukur. Akhirnya saya masuk hutan kebanggaan
dunia. Hutan Ketambe yang sudah menjadi Stasiun Pusat Riset Orangutan tertua di
dunia. Yups, walaupun saya tak bisa masuk ke pusat risetnya, tapi saya cukup
puas bisa melihat orangutan liar yang ada di pinggiran hutan Ketambe.
Mata Air Panas Yang Unik!
tetap bergaya dulu, walaupun dikaki banyak pacat! |
Setelah puas melihat orangutan
yang masih liar, saya tergiur kala Rajab mengajak kami untuk merasakan mandi
air panas yang terletak ditengah hutan dan di antara aliran air sungai. Nah,
jarang-jarangkan bisa mandi air panas langsung di sumbernya yang masih
benar-benar alami kan? Terlebih lagi letaknya unik. Sudah di tengah hutan, di
tengah aliran sungai pula! Iya, mata air panasnya itu ada di tengah-tengah
sungai. Penasaran? Sama. Saya juga!
Demi menuntaskan rasa penasaran
itu pula, saya menguatkan diri untuk terus melangkahkan kaki masuk lebih dalam ke hutan
Ketambe. Hutan yang sedari dulu menjadi primadona wisata ecotourism bagi turis luar
negeri. Awalnya saya sempat tak percaya saat Rajab mengatakan kalau nanti, di
tempat pemandian, akan banyak bule
yang mandi dan berkemah di sekitar air panas tersebut.
tenda bila kamu akhirnya menginap di dalam hutan |
Bule, iya,, itu bule sedang merenung |
Beruntung, tepat tengah hari,
kami akhirnya tiba di lokasi yang dimaksud. Uap air panas memenuhi hampir
seluruh permukaan air sungai yang mengalir cukup deras. Bau belerang menyeruak
menembus hidung mancung ini. Sesekali, saya harus mengelap lensa kacamata yang
dipenuhi oleh uap air panas. Bukan, saya bukan terharu karena akhirnya tiba
juga di tengah hutan.
Bekal nasi kami buka, memamah
biak menjadi agenda pertama kali yang kami lakukan. Maklum, perut lapar tak
bisa membuatmu berpikir jernih. Apalagi beberapa bule tersenyum manja kepadamu. Duh.. Gusti... istriku di rumah… semoga
saya tak khilaf.
beberapa bule sedang balik ke peginapan mereka |
Tepat seperti apa yang
diceritakan oleh Rajab dan Romi, kalau air panas ini unik. Mata airnya yang
berada ditengah aliran sungai membuat perpaduan yang luar biasa. Tak ada
dinding semen, tak ada kamar ganti, tak ada kamar bilas, semuanya hanya engkau
dan alam liar. Wonderful!
Jujur, saya menjadi kemaruk. Saking
kemaruknya, saya lupa, kalau saya tak bawa baju ganti. Pun jangan Tanya dimana
celana ganti saya. Jeans coklat yang saya pakai itu menjadi korbannya. Dari pada
harus menyesal dikemudian hari, bukan? Lebih baik terlanjur basah.
“Wadooow…!” saya memekik karena
kaki saya terbakar oleh air panas. Perih sekali rasanya. Saya tak tahu kalau
ternyata, ada begitu banyak mata air panas yang bercampur dengan aliran sungai
ketambe ini. Jadi, kalau salah melangkah bersiaplah kakimu melepuh kawan.
Romi menjelaskan, kalau cara yang
paling mudah membedakan aliran air panas dengan air sungai adalah dengan
melihat warna batu. Bila warnanya merah bata, maka itu ada air panas
dibawahnya. Dan bila batunya berwarna bebatuan pada umumnya, insya Allah aman.
Pun demikian, lokasi tempat
mandinya. Kamu harus berhati-hati untuk bisa mencapai posisi yang tepat dengan
percampuran air yang tepat. Ini bukan kamar mandi hotel yang bisa kamu setting
perpaduan air panas dan dinginnya sesuai kehendakmu. Salah cebur, kami menjadi
cumi rebus!
Jadi, untuk yang pertama kalinya
ke sini, saya menyarankan agar mengikuti semua intruksi dari guide. Kamu pun
tetap harus menjaga kebersihan serta tata karma. Silahkan mandi dengan
bertelanjang dada, sepanjang kaidah-kaidah tetap dijunjung tinggi.
inilah dia tempat pemandian air panasnya... |
Hampir saja saya terlelap
menikmati nikmatnya aliran air yang hangat sembari sesekali merasakan hawa
sejuk alam. Bila bukan karena Rajab dan Romi mengingatkan kalau, jam 5 sore kami
semua harus sudah kembali ke penginapan. Atau, tidur di hutan! Oh tidak, terima
kasih. Saya belum siap mental untuk tidur bertemankan pacat. Kalau dia masuk
kebagian anu gimana? Apa kamu mau tanggung jawab?
Alam Ketambe ini, memang luar
biasa. Tatkala konservasi, ekonomi, dan wisata menjadi satu. Semuanya, terlihat
begitu sempurna. Tak banyak tempat di dunia ini yang memiliki pemandian air
panas yang unik seperti ini. Akhirnya, benarlah apa yang dikatakan oleh para
Cerdik Pandai, bila kamu menjaga alam, maka alam akan menjagamu.
Saya, Romi, dan Rajab Credit Foto by : Khairul Gayo |
Comments
Wah, asyik kali ya. Kalau mandi di sana pada bulan puasa gni.
ReplyDeleteasal kuat trekking aja gpp :p
DeleteKenikmatan tersendiri berendam di tengah hutan gitu..berarti kudu hati2 milihnya di aliran air yg g deras dan tidak terlalu panas
ReplyDeleteiya.. klo soal deras sih... udah dari sononya.. tpi soal mana posisi panas dan dingin ini lain cerita mas hehehe
DeleteDan memang harus bilang WOOW!
ReplyDeleteudah pernah ke sini kak?
DeleteHahaha pernah ngerasain jalan ke hutan pake sebatu kets. JEBOL :D
ReplyDeleteDan emang mestinya pake baju lengan panjang ya, atau pake hmm semacam sarung tangan kayak cewek jilbaban itu.
Yang kurus aja ngap, apalagi yang semok kayak aku. Tapi kok cakep hutannya. *kedip Usaid-Lestari
omnduut.com
itu namanya manset om :D
Deletehahaha hutannya emang masih cakep..apalagi ada... ah sudahlah :p
Tendanya transparan gitu? Klo pas hujan apa gak serem? hehe
ReplyDeletetp seru ya, hutan itu bikin imajinasi melayang kemana2 :)
hahaha udah kak, nggak usah dibayangin :D
Deletetpi sebenarnya tenda transparan itu emang untuk mengawasi atau ngeliat hutan kala malam Kak :)
Aku kok tertarik sama tendanya yang transparan hahahahha.
ReplyDeleteKayaknya butuh perjuangan ke sini :-)
hahaha itu untuk observasi bang.. klo malam2 kita bisa liat hewat2 nocturnal Bang.. semisal Kambing Hutan, Kukang, atau kadang2 harimau :D
DeleteOalah itu toh alasannya.
DeletePantes kok kelihatan unik hehehheh.
iya.. jadi sangat disarankan malam di hutan ketambe ini kita tidak tidur.. lalu paginya trekking lagi? :(
DeleteBerkunjung ke sini beneran sesuai pepatah ya bang yud, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Indah bingiiiit...
ReplyDeleteiya mbak.. buanget.. apalagi untuk pemula kayak saya :D
Deleteperlu perjuangan buat kesini bang. tapi setimpal lah hehe.
ReplyDeletelain kali jangan salah kostum lagi wkwk
Bahagia kali kau ku tengok laaah... Namanya juga awak nih masih anak alay main ke hutan huhuhu
DeleteMembaca tentang hutan tracking dalam hutan dan kemudian berjumpa air panas di tengah sungai Liat aja kalau ke Aceh sampai di tempat ini. Tapi tidak jadi karena pacet pemberitaannya. 2 jam yang lalu dia bilang sudah dekat artinya dekat berikutnya 2 jam lagi. Ini bukan perjalanan untuk emak emak seperti saya hahaha
ReplyDeletehahahaha dan itu ada photo sungai yang bulenya kan uni? nah kita harus nyebrang manual di sungai itu :D
DeleteTransparan gitu tendanya menginap di hutan? wow., bisa langsung lihat bintang, dan binatang yg lewat disekitar tenda. LOL.
ReplyDeleteTapi suasananya alami banget, nggk pa2 deh capek2 menuju kemari, tergantikan dengan suasana alamnya.
iya.. asal kuat aja nanti akan ada nyebrang sungai juga hihihi
Deletebutuh budget berapa bg, supaya troh keunan bak awak luwa manoe nyan? :D
ReplyDeletesehari biaya guide perorang 350rb bang :D
DeleteSeru banget ini. Lama tinggal di Aceh belum banyak kemana-mana. Memang harus datang kembali, datangi satu persatu tempat-tempat cantik di sana.
ReplyDeleteternyata memang ada buanyaaak banget tempat keren di aceh, tapi yudi tahun depan targetnya harus bisa ke lampung Bang.. mau belajar sesuatu
Deletedi Banjarnegara pun ada lokasi pemandian air hangat yang bercampur dengan aliran air sungai yang dingin tapi tak seindah yang di Aceh, pohon2nya masih alami dan semoga terus lestari
ReplyDeletewaduh... dimana2 itu indah kok mas.. tinggal cara kita menikmatinya saja :)
DeleteGara-gara kemarin kita ngobrolin ini terus aku baca ini terus ngiler pengen cepat-cepat ke sana. Hahahahah xD
ReplyDeleteudah ah, aku nggak mau cerita lebih jauh lagi.. ntar klo jadi kemari, rasain sendiri :))
Deletewah halo bang yudi, baru mampir di 2018 dan suka banget sama konten2 blognya:)semangat terus buat nulisnya bang!
ReplyDeletewaaah makasih sudah bersedia mampir :)
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉