Beruntung, mungkin itulah kata yang tepat untuk mengungkapkan sebuah keadaan yang terjadi di akhir Maret lalu. Awalnya, saya sempat kebingungan ketika sebuah undangan famtrip dengan tema sejarah masuk ke email saya. Berulang-ulang saya membacanya. Ibarat menerjemahkan bahasa kaum hawa. Undangan ini singkat tapi penuh makna dan penghayatan.
Saya berusaha mengkonfirmasi melalui sambungan telepon pada nomor yang tertera. Lalu, seorang wanita menjelaskan perihal undangan tersebut. Paham? Tetap tidak. Lagi-lagi jawabannya harus dihayati dengan begitu dalam. Jujur saja, setiap kali seorang wanita berbicara, saya harus memanjangkan antena otak. Ini dia berbicara to the point atau muter-muter dulu?
Hari yang dinanti tiba. Istri dengan sepenuh hati mengantarkan saya ke kantor Badan Pelestarian Nilai Budaya Aceh. Muka istri yang sedari tadi sumringah, tiba-tiba berubah kusam, tatkala melihat para peserta yang hadir.
***
“Hello Den Hag! Hier Sabang! (Halo Den Hag! Ini Sabang”
“Ibu, masih empat tahun lagi sebelum aku pulang ke Holland.”
“Halo Sayang, Ibu rindu sekali kepadamu, Halo?”
“Ya ibu, di sini aku” sesaat kemudian, Yang terdengar hanyalah bunyi Tet..tet..tet.. suara telepon Sabang itu pun terputus selamanya, ketika Sabang diserang dari berbagai sisi..hilang.. (saduran buku Sabang Dalam Lintasan Sejarah, 2015)
Kota Metropolitan di ujung Sumatera ini, akhirnya luluh lantak kala tentara Jepang berhasil merengsek masuk ke teluk Sabang.
Sebenarnya, Pulau Weh, atau yang lebih dikenal dengan sebutan kota Sabang ini, selain menyimpan keindahan bawah laut, ia juga menyimpan sejarah panjang didalamnya. Pulau ini, selalu menjadi rebutan para penjelajah sekaligus penjajah. Mulai dari Portugis, Belanda, sampai Jepang. Mulai dari jaman pra sejarah, sampai Perang Dunia ke dua. Tapi, tak banyak orang yang mau mengeskplorenya lebih jauh.
Kalian pernah dengar pulau Iwojima atau Perang Iwojima? maka Sabang, adalah miniatur dari pulau tersebut. Beberapa para sejarawan menyebutkan jika Kota Sabang, adalah kota diatas “kota”. Tepat pada tahun 1942, Jepang berhasil menguasai Indonesia dengan mengusir Belanda. Dan, posisi pulau Weh yang berada di pintu masuk selat melaka, menjadi alasan kuat, mengapa tentara Jepang menjadikan Sabang sebagai pulau pertahanan utama yang dilengkapi senjata yang luar biasa!
Benteng Baterai Jepang, begitu sebutannya |
Berlebihan? Awalnya mungkin terkesan lebay. Akan tetapi, kala bang Albina dan Mas Stanov memaparkan bagaimana kecanggihan teknologi Pulau Weh kala Perang Dunia II, saya hanya bisa bengong. Bayangkan, Sabang yang kota kecil itu memiliki telepon radio yang pemancarnya itu setinggi tower Telkom hari ini, pelabuhan dengan docking listrik, dan senjata meriam yang mampu menenggelamkan setiap kapal perang yang melintas masuk ke selat Melaka.
Ada begitu banyak benteng pertahanan Jepang yang tersebar hampir di seluruh pulau. Tak terkecuali di pulau Rubiah. Benteng-benteng ini hampir rata-rata berada di bawah tanah atau di bawah bukit-bukit batu. Sepintas, ia akan terlihat seperti lorong-lorong gelap nan pengap yang menghubungkan satu titik ke titik lain. Inilah yang dimaksud dengan kota diatas kota. Persis seperti pulau Iwojima, bunker Tentara Jepang sisa perang dunia kedua hampir mengisi keseluruhan pulau. Pun begitu di Pulau Weh, hampir di seluruh kawasan kota Sabang, dibawahnya pasti terdapat kurok-kurok Jepang ini. (kurok-kurok adalah sebutan orang Aceh untuk bunker Jepang)
lorong-lorong seperti ini, akan mudah kamu temukan bila kamu jeli kala jalan-jalan di Kota Sabang
Penjara Bawah Tanah, Katanya!
Jalan becek. Sesekali, kubangan bekas sapi membuang hajat ternganga begitu saja. Pohon kelapa berjejer rapi. Tak jauh dari kota Sabang, sebuah areal terbentang datar seluas 700 meter dibatasi pagar pohon kedondong diikat dengan kawat berduri. Hampir-hampir tak ada yang menarik didalamnya, kecuali kawanan sapi yang tengah memamah biak.
Beberapa bangunan tua terlantar tersusun begitu saja. Beberapa masyarakat sekitar menyebutnya dengan benteng Baterai Jepang. Bangunan besar tanpa pintu dan daun jendela ini menghadap ke teluk Sabang. Dahulu, digunakan sebagai kantor meteorologi Jepang.
bekas kantor meteorologi,katanya
Tak jauh dari bangunan tersebut, ada tangga turun ke bawah. Sebuah ruangan yang cukup besar dan lebar. Ini menjadi Bunker utama berdinding kokoh setebal 50 sentimeter. Di dalamnya ada empat ruang tersekat beton setebal 30 sentimeter. Suasana kemudian menjadi mengerikan. Udara yang lembab, pengap dan sedikit apek menusuk hidung. Beberapa bulu hidung saya merinding dibuatnya.
Beberapa saat kemudian, saya terperanjat. Ini kan....
Saya menahan nafas. Menelan ludah. Melihat sebuah hal yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Perasaan bercampur aduk. Sebuah lukisan tangan tergores sempurna di dinding bunker yang dipercayai berfungsi sebagai penjara sekaligus benteng pertahanan ini.
Sebuah lukisan sepasang wajah anak manusia nan lusuh, digores dengan bebatuan kasar yang keras. Raut wajah dari lukisan yang terlihat cukup jelas itu, menyiratkan beragam makna. Ada kesedihan di relung bola matanya yang hilang tertelan usia. Ada garis kerinduan dalam setiap goresan tangannya. Air muka yang mirip orang Jepang campuran jawa ini, terlihat begitu sendu. Seolah merindukan sebuah pertemuan yang tak kunjung tiba.
kamu, ketemu gambar ginian, ditengah malam gimana? |
Saya hanya mengangguk, lalu berjalan dengan cukup cepat meninggalkan pria misterius tadi. Menyusuri setiap bunker yang terletak di setiap sudut lahan datar ini, membuat Imajinasi saya membayangkan, betapa rindunya para pasukan Jepang ini akan kekasih hatinya nun jauh di negeri Matahari Terbit itu. Dalam setiap langkah tegapnya, hatinya tetap saja ingin memadu kasih dan cinta dengan belahan jiwanya. Atau mungkin, itu adalah lukisan dari para tahanan perang yang disekap dalam bunker dengan dinding beton setebal 30 sentimeter ini. Ah, bikin merinding..
silahkan nilai sendiri... |
Pulau Klah dan pulau Rubiah terlihat berbaris dengan ujung Pulau Sabang menyempil di sudut belakangnya. Sebuah pemandangan yang menguatkan mengapa bunker ini layak dibangun, dari sini, mereka bisa memantau dengan leluasa musuh yang masuk ke teluk Sabang.
“Bang, geser dulu sedikit boleh? Kami mau selfie..” Seru seorang gadis remaja yang membuyarkan lamunan saya akan suasana Benteng Baterai kala di puncak kejayaannya dahulu. Alamak! Saya lupa, kalau sebagian besar peserta adalah anak-anak remaja siswa SMU. Dan, saya adalah peserta “nyasar” sekaligus peserta tertua di acara tersebut. Ampun...
inilah yang terjadi ketika engkau ikutan famtrip yang isinya anak-anak SMU hehehe #canda |
Comments
Aku nggak nemu gambar misterius tu Bang, saat ke benteng itu dulu. Pastinya yang membuat gambar itu telah menorehkan sejarah dari benteng tua itu.
ReplyDeleteMasa nggak nemu?? Ini benteng di cot bak u loh yelli.. bukan yang di anoi itam hehehe
DeleteMenurut saya sih yang nyasar bukan dirimu Bang, tapi mereka anak-anak SMA itu. Eh tapi ini pendapat pribadi ya, hehe.
ReplyDeleteMudah-mudahan lukisan itu masih bertahan ketika saya berkunjung ke sana, haha #egois. Jarang-jarang ada peninggalan perang sekaligus emosional Perang Dunia II di Indonesia. Apa yang ada di Sabang ini mutlak mesti dipertahankan. Terbuktilah, Sabang bukan sekadar nol kilometer... karena bahkan meski kilometer menunjuk angka nol pun, masih ada yang pernah berharap pada sesuatu (atau seseorang) yang jauh di sana.
Cieee kalimat penutupnya penuh harap.. ntar kita keliling pulau rubiah. Di dalamnya masih banyak bungker dan karantina haji
DeleteSebuah info yang menarik dari serambi Mekkah di ujung negeri..
ReplyDeleteTerima kasih sudah berbagi info...
Terima kasih juga sudah berkunjung bang Anggara
DeleteAhahaha. Ini salah ngundang mereka atau gimana ya? Wkwk
ReplyDeleteTapi sebenarnya bagus sih mengundang pelajar untuk tur sejarah seperti ini. Tapi ya gitu deh wkwkwk
Jadi sabang ga cuma titik nol kilometer indonesianya atau pantai dan bawah lautnya yg eksotis ya bang yudi. Ternyata juga menyimpan peninggalan sejarah.
Pernah denger sih, dulu mau dibangun pelabuhan internasional sekelas singapura di sabang, menginga lokasinya yg strategis sekali. Tapi wacana ya tinggal wacana hehe
Wacana tahun 2000 itu sempat hampir jadi kenyataan bro. Sayangnya politik singaparna terlalu kuat..
DeleteWaaah masih ada peninggalan sejarah kaya gini disana ya. Semoga tetap terawat dan gak banyak coret-coretan kaya di Bandung :(
ReplyDeleteAku tahun depan mampir Aceh nih, harus ketemuan sama bang yudi hehe
So far sih masih aman.. soalnya tempat ini cukup tertutup. Dulunya malah masuk kawasan militer. Tp ya semoga deh tahun depan masih aman..
DeleteJadi, akhirnya nda menikmati full ya acaranya? Keganggu ama anak ABG? Hihihi
ReplyDeleteHarusnya emang mulai dipikirkan ya, gimana memperkenalkan sejarah kepada anak ABG dengan cara yang fun
Program ini memang udah digagas oleh BPNB sumut sih Daeng. Tapi memang masih kurang dalam mengkondisikannya. Terlebih lagi pesertanya itu sampai 120 orang.
DeleteYudi hanya kebagian alay alaynya aja darng hahaha
Berasa paling "muda" saat itu, yaaa.
ReplyDeleteAda rencana bantah? Hahaha
DeleteKok aku degdegan ya ngeliat lukisan yg di dinding itu, apalagi pas baca ceritanya...
ReplyDeleteKlo sendirian, aku juga nyerah bang hahaha
DeleteIni perjalanan di mana Bang Yudi jadi peserta paling "muda" kan ya? Hahahaha xD Waktu ke Sabang aku belum sempat mampir ke sini euy.... Berarti harus ke Sabang lagi xD
ReplyDeleteIyaaa.. pas awak ngomong, semua pada bengong liatin dan ditanyain, guru Smu mana? Alamaaak.. yng tanya dari balige pulak
DeleteKebayang jalan sama anak SMA begitu. Pengen dapet suasana syahdu mendadak buyar ... Hahaha
ReplyDeleteHahaha iya kak.. susah kali pun nyari photo. Pas mau ambil.. eee dia nongol
Deletewah datang ke tempat gini kalau punya six sense suka bikin merinding nih.
ReplyDeleteya udah, kalau gitu, ntar kita jalan bareng yuks Koh? plus kak Olive satu lagi hehe
DeleteHehe baru saja mau jadi penyair merangkai kata yellow mellow eh disuruh geser sama anak SMA...
ReplyDeletenah Itu! itu dia mbak Wi...baru aja mencoba mencari sensasinya.. eeeeh buyar blas udah
DeleteJadi, maksudnya bercinta dengan bayangan, ya ;)
ReplyDeleteya begitulah.. tiga tahun jepang menjajah, cukup membuat pulau Weh ini hancur berantakan
Deletetempat yang eksotis sekali bang...salam kenal dari bandung...
ReplyDeleteSalam kenal kembali bang Doni.. yuks ke sabang
Deletearghh mau ke sabang lagiiiii
ReplyDeletehayyuk laaah :D
Deletentar tak bawain ke pulau rubiah ngeliat bunker di sana :D
Geli deh baca cerita Bang Yudi, telusur sejarah bersama anak SMA. Berasa muda lagi, ya Bang. Walaupun pada hobi selfie, setidaknya mereka masih mau menapaki jejak sejarah negerinya. :)
ReplyDeleteuntung waktu itu rambut saya gondrong.. jadi nggak keliatan kali orang kantorannya hahaha
Deleteya, itu satu langkah bagus dari badan pelestarian nilai budaya kanwil sumatra bagian 1 kak
Belanda pernah liburan ke sabang, bukan lagi menjajah, katanya. Hehehe
ReplyDeleteiya, memang. bahkan di sana ada kompleks elit mereka lengkap dengan taman bermainnya :)
Deletewah, aku jadi bayangin misal jalan bareng ABG, yg kadang2 ngajak bumerang tiba2, wkwkwk. Aku jadi tau kl Sabang ternyata ada ini juga, ga cm tulisan 0 KM, hehe
ReplyDeletewkk untungnya waktu itu nggak ada yang kepikiran bikin bumerang kak.. klo ada, habis sudah aku diomelin ama istri hahaha
Deletemayan ya tempat sejarah seperti ini, bikin nuansa yg berbeda :)
ReplyDeleteiya, dari pada kosong hahaha
DeleteHahaha walau tua tapi kan jiwa muda om. Btw kok aku lihatnya tempat yang ngeri ya mas. Hiks :(
ReplyDeletehahahaha no sepatunya berapa kak? :D
Deleteaku juga mendapatkan kesan yang sama sih kak
biasanya kalo tempat kaya gitu suka angker.. waktu itu bulu kuduk pada berdiri gak mas? wkwk
ReplyDeleteklo saya sih, kebetulan sering gituan hehehe
DeleteReruntuhan bangunan dan bentengnya banyak nilai2 sejarahya iya bang,?
ReplyDeleteGambar yang ada didindingnya walaupun terlihat serem, tapi kalo dilihat-lihat lagi, bagus loh, detailya gambar fotonya.
Owh iya bang, salam kenal iya dari kepulauan riau. :-)
eh, salam kenal balik bang.. semoga tahun depan saya bisa ke kepri :)
DeleteWah... pengen kali masuk dan liat-liat kurok-kurok tu.
ReplyDeleteDah betol ni, seharusnya Sabang itu dijuluki kota sejarah dan aset-aset peninggalan sejarahnya dipugar kembali kan bang? Kuburan ulama banyak juga di sana.
nah itu dia.. makanya sekarang, abang lagi senang2nya menjelajah sejarah di sabang. jadinya, nanti sabang nggak hanya cerita underwaternya tapi semua aset yang berharganya
Deletewaktu main ke pulau Weh, sempat mampi r ke Benteng Jepang tapi belum sempat mampir ke penjara yang abang ceritakan.
ReplyDeleteSaya yang melihat gambar hanya lewat komputer merasa kalau gambar itu hidup sekali. Banyak cerita yang sepertinya mau diungkaplan oleh kedua gambar itu.
Semoga masih ada kesempatan untuk kembali ke Aceh dan mengunjungi tempat ini.
:)
posisi benteng jepang yang bang Darius datangin itu posisinya pasti di Anoi Itam. nah, ini dekat pelabuhan penyeberangan. makanya nggak bakalan nemu hehehe
DeleteAntara kasian dan serem pas lihat lukisan wajahnya. Semoga saksi sejarah ini terus terjaga dan terawat
ReplyDeleteAmien.. iya bener banget, selalu ada dua sisi ya
DeleteBaru tau ada tempat ginian di Sabang, trimkasih sharingnya Papa Yudi.
ReplyDeletesami sami Nak Rahmat.. saatnya Nak Rahmat eksplore lebih luas :)
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉