“Sungai Mas itu kampungmu? Aku pernah melihatnya di TV. Jauh sekali dari pusat Kota. Aku jadi penasaran bagaimana kehidupan disana,”ungkap seorang teman ketika mendengar nama daerahku.

Setelah melewati puluhan tikungan tajam. Tak lupa disuguhkan pemandangan hijau sepanjang perjalanan. Tibalah di sebuah kecamatan kecil paling ujung di Aceh Barat yaitu Sungai Mas. Jalan menuju Sungai Mas dibangun di lereng-lereng bukit. Ketika menjelang matahari tenggelam kita bisa menikmati sunset yang memukau di balik bukit-bukit yang terjal.     
       
                     

 Tidak ada bangunan pencakar langit di sana.  Hanya ada rumah-rumah warga di sepanjang hilir sungai itu. Disana juga, udara masih bersih bebas polusi.  Meskipun ada beberapa desa di lintas jalan Provinsi. Penghubung antara Kabupaten Aceh Barat dan Pidie. 

“Keadaan inilah yang membuatku ingin kembali ke tanah kelahiranku ini. Mengabdi disini, di Sungai Mas. Di sudut negeri ini alam mampu memberikanku kedamaian.”

Jalan lintas Meulaboh-Geumpang itu sudah ada sejak masa kerajaan Tungkop dahulu kala. Sebuah kerajaan kecil yang tunduk kepada Kerajaan Aceh Darussalam. Konon, jalan tersebut sebagai lintas perdagangan antar masyarakat Meulaboh dan Pidie. Salah satu bukti peninggalan sejarah adalah kuburan aneuk manyak yang terletak di perbatasan Desa Tungkop dan Geumpang itu.


Jarak tempuh dari Sungai Mas  antara Geumpang dan Kota Meulaboh hampir sama. Jalan lintas provinsi ini sempat ramai setelah tsunami. Namun usai pembangunan jalan di Aceh Jaya, jalan ini kembali sepi. Hanya dilewati oleh satu dua l300. Atau beberapa orang yang mempunyai hubungan kearah Pidie.

Sungai Mas, tanah peninggalan kerajaan Tungkop. Salah satu pahlawan dalam mengusir penjajah dahulu kala, yang terkenal dari kerajaan ini adalah Po Cut Baren. Sungai Mas Memiliki kekayaan alam yang berlimpah. 

Salah satu kekayaan alam yang terkenal adalah emas. Iya sesuai dengan nama kecamatannya. Dan belum lagi kekayaan alam lain seperti hutan yang luas dan tanah yang subur. Membuat para pengusaha luar menelan ludah saat melihat kondisi alam Sungai Mas.
                
 “Sempat  beberapa pengusaha asing mencoba mengulur lidah. Tapi tidak kesampaian. Dan semoga tidak akan pernah kesampaian. Cukup sudah pada masa orde baru. Kekayaan Sungai Mas dikuasai oleh rezim pemerintahan saat itu.”

Kecamatan ini terbilang masih asri. Keadaan alam masih mampu menyuguhkan pemandangan hijau. Kabut pagi masih terlihat. Gemerincing air sungai masih memperindah suasana alam. Kicau burung masih terdengar jelas. Pun ikan-ikan masih bisa didapatkan oleh masyarakat secara gratis di sepanjang hilir.



“Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan.”

Sejak beberapa tahun terakhir ini, masyarakat juga sudah tidak lagi melakukan ladang berpindah. Sehingga hutan sedikit terlindung dari kerakusan manusia. Dan sebagian dari bekas ladang berpindah yang sempat marak di Sungai Mas. Telah berubah menjadi kebun sawit dan kebun karet. Sebagai penghasilan utama masyarakat.

Keadaan ekonomi masyarakat terbilang makmur.  Pun warung kopi tidak dipenuhi oleh pemuda-pemuda yang menganggur. Meskipun mereka tidak terikat kerja di instansi pemerintah. Namun pemuda di daerah Sungai Mas dikenal dengan pekerja keras. Baik kesawah atau ke kebunnya.

Minimalnya mereka tidak membeli beras sebagai kebutuhan pokok. Sudah menjadi tradisi setelah panen. Padi disimpan dalam Tong pade (tempat penyimpanan padi). Hasil panen tidak dijual tapi disimpan untuk bekal  keluarga masing-masing selama setahun.


Perihal kebutuhan lain, hampir setiap KK memiliki kebun karet dan kebun sawit. Sumber ekonomi lain pada umumnya menanam kacang. Medulang emas secara tradisional di sepanjang hilir sungai. 

Bagaimana ekonomisnya hidup di penghujung negeri ini. Yang sempat dikhawatirkan oleh pendatang. Di Sungai Mas, kumpulan kayu bakar masih berderet rapi disetiap rumah. Ternak-ternaknya masih menari riang di Padang rerumputan hijau. 

Soal kunyit, serai sampai daun salam. Sudah ada dikebun sendiri. Sayur mayur seperti pakis, rimbang bisa dipetik gratis disepanjang hilir sungai. Kecuali lauk dari air asin harus menunggu penjual dari Kota, hampir 10 pedagang ikan laut setiap hari datang ke Sungai Mas.

Tidak hanya itu, kondisi alam yang indah. Apalagi ada beberapa tempat menarik seperti Air terjun pungki, krueng sakuy dan Leubok pineu. Menjadikan daya tarik sendiri untuk dimasukkan dalam list tempat wisata oleh para pelancong. Tempat tersebut belum terpermak sedemikian rupa sebagai tempat wisata. Namun tidak  menghalangi para penjelajah untuk mengunjunginya.

  

Pembangunan di kecamatan ini tidak berjalan begitu cepat. Bahkan sampai hari ini tidak ada satupun perusahaan yang berdiri disana. Kurasa itu sangat bagus untuk melestarikan alam. Karena kehadiran perusahaan di pelosok seperti itu. Sedikit sekali memberi dampak baik untuk masyarakat.


[Biarlah alam Sungai Mas dikelola.oleh masyarakatnya sendiri. Dalam menunjang ekonomi anak cucunya. Tak apa walau tidak terkesan maju. Namun Masyarakat tidak ada yang kelaparan di tanahnya sendiri. Apalagi sampai menjadi buruh tenaga asing  diatas bumi nenek moyangnya. Itulah yang terbesit dalam nuraniku sebagai putri kelahiran Sungai Mas ini.]

Namun, ada perasaan khawatir di dalam sanubari oleh saya sendiri. Berapa tahun lagikah alam Sungai Mas tetap asri? Apakah anak cucu nanti masih bisa mendapatkan udara bebas polusi di sungai Mas ini?  Mungkin itu semua berpulang kepada masyarakatnya. Bagaimana dalam mengelola alam yang indah ini.



Sungai Mas, 21 Juli 2020