Saya rasa, untuk para penggemar traveling. Tidak hanya mengincar pantai-pantai yang mempesona, sungai yang airnya mengalir sejuk tapi juga budaya dan adat istiadat yang unik. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Cenderung menyuguhkan budaya yang tak kalah menarik dari alamnya. Sini, saya beberkan sedikit tentang adat istiadat salah satu sudut Aceh Barat yang masih mengikat erat kearifan lokalnya.

Tidak luas, Sungai Mas itu. Ah, nama ini sangat unik, bukan! Seperti namanya, buminya hampir 75% mengandung biji emas. Telah diambil sejak masa kerajaan Aceh hingga masa revolusi industri ini.

 Hei, saya tidak ingin membahas tentang buminya yang sudah terasa sangat panas, faktor hutannya yang sudah diambang kepunahan. Kali ini, sedikit banyak saya ingin berbagi tentang budayanya yang unik. Lebih tepatnya, tentang pesta pernikahan.


Di Aceh memang terkenal dengan ragam adat istiadat yang fantastis.  Seperti adat pemulia Jame ( memuliakan tamu), lamaran pernikahan, Peusijuk (Tepung tawar), adat memulai musim tanam, kanduri orang meninggal dan sebagainya. 

Pada prosesi pernikahan, terasa sekali betapa unik dan fantastis adat Aceh. Pakaiannya yang meugah bagai bajunya raja Aceh tempo dulu.

Semua prosesi pernikahan, dimulai dari lamaran hingga turun tanah anak pertama. Semua itu mengikat dengan adat yang berlaku. Meskipun di beberapa daerah semua prosesi adat itu sudah terabaikan.

Nah, karena saya sudah mengkhususkan judulnya tentang tradisi pesta pernikahan di Sungai Mas. Atau saya lebih senang menyebutkan Adopsi Sistem Barter Pada Pesta Pernikahan. Sistem ini saya yang menanamkannya hehe. Karena menurut analisa saya, sistem yang berlaku ini sangat mirip dengan sistem barter, yaitu proses tukar menukar barang dengan barang.


Eh, ini bagaimana sih? Kok jadi masalah transaksi hehe

Seperti pada kebiasaannya, pesta pernikahan dilakukan dengan meriah. Sanak keluarga dan teman dekat diundang untuk menyaksikan peresmian pernikahan dua insan dalam bingkai kebahagiaan. Maka, kata lain dari pesta pernikahan adalah syukuran.  

Nah, biasanya si tuan rumah harus menyiapkan sedikit tidak dua puluh juta, tiga puluh juta untuk memeriahkan hari suka cita tersebut. Tapi, tidak dengan di Sungai Mas. Di perdalaman Aceh Barat ini, ada yang namanya taba bak gop singoh diba bak tanyo (Jika kasih untuk orang nanti orang kasih untuk kita). Ketika ada pesta di salah satu rumah masyarakat setempat. Semua warga desa akan membawa segala macam untuk persiapan pesta tersebut mulai dari kayu bakar, beras, kelapa, ayam atau telur atau kambing. (semuanya tergantung kedekatan keluarga atau hubungan teman). Jadi, jika kita kalkulasikan, dalam satu desa memiliki 200 rumah atau KK, maka hitung saja. 

Biasanya per rumah akan membawa 1 bambu beras, satu kelapa, satu ikat kayu bakar ukuran sedang, satu ayam, atau satu papan telur. Maka akan terkumpul 200 bambu beras, ada 200 ekor ayam atau 200 papan telur.(Biasanya telur sama ayam hampir sama jumlahnya). Ada 200 ikat kayu dan 200 buah kelapa. Belum lagi tamu luar desa. Di Sungai Mas jarang orang bawa kado. Kecuali tamunya dari luar Sungai Mas. Jika tidak uang ya beras sama lauk pauknya. Atau bagi keluarga dekat membawa emas langsung dalam jumlah tertentu biasanya satu mayam. Atau membawa satu ekor kambing, ada juga satu ekor lembu.

Maka, tuan rumah hanya perlu menyiapkan barang dapur lainnya. Karena untuk bahan pokok sudah terpenuhi oleh neuba kawom ( bawaan saudara). Cukup ekonomis bukan! Selama kita baik-baik berhubungan dengan masyarakat.

Jadi, apa itu semua free?

Tentu tidak, semua itu berupa hutang sesama masyarakat yang tidak tertulis. Kita hanya perlu mengingat, dulu rumah itu pas nikahan anak saya bawa apa ya?

Sedangkan yang belum pernah buat acara di rumah. Bawa dulu ke orang nanti orang bawa kekita serupa itu pula. Lumrahnya seperti yang saya paparkan di atas. Secara tidak langsung, masyarakat di Sungai Mas mengadopsi sistem barter dalam prosesi pesta pernikahan, seperti sebelum adanya uang sebagai alat tukar.

Karena kemudahan saling bahu membahu tersebut. Angka pernikahan kerap sangat tinggi di Sungai Mas. Karena mempelai hanya perlu menyiapkan modal dalam jumlah yang sedikit di banding orang lain di luar Sungai Mas.( Kecuali mempelai lelaki yang harus menyiapkan mahar). Tapi setidaknya, cukup terbantu dengan adanya sistem tersebut.

Seperti di luar sana harus membayar catering dalam jumlah puluhan juta. Lalu, bagaimana dengan dekorasi. Sebelumnya, dekorasi semuanya tersedia setiap kampung milik PKK. Jadi hanya membayar sewa sedikit saja.

Sebagai kaum muda, saya merasa adat istiadat semacam ini perlu terus di lestarikan. Untuk memudahkan para bujang-bujangan melangsungkan pernikahan.Apalagi untuk laki-laki setiap hari harga emas kerap bertambah tinggi. Kesan dari adat istiadat tersebut, juga membuat pesta pernikahan di Sungai Mas hampir terasa tidak ada bedanya meskipun orang-orang mencegah ke bawah. Karena sangat tertolong dengan neuba kawom (sedekah saudara).