Sunset di Desa Lampulo (taken by www.arieyamani.blogspot.com)

Desa Lampulo terletak di semenanjung utara kota Banda Aceh. terletak tepat di tepi laut dan bisa di pastikan kalau desa ini merupakan salah satu desa yang terparah terkena dampak keganasan gelombang tsunami pada 2004 lalu. Ribuan orang dinyatakan hilang, desa porak-poranda. Desa yang menjadi salah satu daerah terpadat penduduknya di kota Banda Aceh, menjadi desa yang paling sedikit penduduknya setelah tsunami.

Setelah sepuluh tahun berlalu, rahasia demi rahasia mulai terkuak dari desa yang menjadi hunian para nelayan di Banda Aceh. desa yang terkenal dengan objek wisata perahu nelayan di atas boat ini, ternyata juga menyimpan sejarah serta harta karun yang sangat mahal harganya. Iya, Harta Karun!

Jika harta karun berupa emas, maka koin emas pernah ditemukan di seputaran tambak desa ini dan desa sebelahnya. Lalu, dalam sekejap saja, desa ini sekarang di penuhi oleh para peneliti arkeologi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Berbondong-bondong mereka melakukan penelitian di seputaran desa tersebut.

Awalnya, Kampong Pande, tetangga desa Lampulo memang telah lama di jadikan sebagai salah satu daerah wisata sejarah di Banda Aceh. Bahkan, kampong ini pula di tetapkan sebagai titik Nol Kota Banda Aceh. sebuah kondisi yang jauh berbeda yang terjadi dengan desa Lampulo. Desa lampulo tak ubahnya hanya sebuah desa nelayan yang kumuh, bau amis ikan, dan daerah yang sering dikaitkan dengan daerah pengembangan pelabuhan ikan. Di desa ini juga akan dirayakan untuk pertama kalinya Hari Nusantara 2015 Indonesia yang tak lama lagi akan berlangsung.

Lalu, Bagaimanakah nasib harta karun yang tersebar di seputaran desa tersebut? Ah iya, saya hampir saja lupa. Harta karun di desa ini adalah terdapatnya puluhan situs kuno dari era kemasyuran kerajaan Aceh Darussalam tempo dulu. Bahkan digadang-gadang, kalau makam-makam kuno di sekeliling desa ini merupakan bukti bahwa kawasan lampulo dan sekitarnya merupakan sebuah kawasan yang sangat maju pada jamannya.

Para Arkeologi kini sedang berusaha memindai berbagai batu nisan kuno yang megah dan cantik yang tersebar di seluruh tambak dan seputaran desa. Mereka harus bertarung dengan waktu. Pasalnya, seluruh tambak yang terdapat di desa lampulo akan diratakan dengan tanah. Demi menjadikan kawasan ini sebagai kawasan Pelabuhan Ikan Terpadu. Pemerintah Aceh yang katanya pembela “keacehan” ini tidak segan-segan untuk meratakan seluruh situs yang menandakan kehebatan Aceh di masa lalu.

Di sekitar makam kuno yang berderet-deret itu, juga di temukan berbagai pecahan piring keramik, tembikar, gerabah, dan berbagai hal yang menandakan bahwa ratusan tahun yang lalu, di ujung pulau sumatera ini pernah ada sebuah kerajaan yang cukup besar. Beberapa literature sejarah menyebutkan kalau sebenarnya di seputaran daerah inilah kerajaan Aceh bermula sebelum akhirnya dipindahkan ke tengah kota Banda Aceh oleh sultan yang memerintah saat itu (Sultan Alaidin Mahmudsyah 1267-1309 Masehi). Salah satu sebab pemindahannya adalah Tsunami yang pernah terjadi di masa itu.

Di hulu krueng Aceh (Sungai Aceh) ini pula pernah tercatat, bahwa  situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.*

Jadi jika demikian, wajar rasanya bila di sekitar desa ini terdapat begitu banyak makam-makam kuno yang tersusun secara berkelompok. Dan karena susunannya inilah para peneliti semakin penasaran. Harus di akui, Aceh “sepertinya” memang pernah memiliki sebuah kerajaan yang besar dan kuat. Dan untuk membuktikan hal ini, saya sampai harus menyusuri bukit Lamreh untuk melihat sisa-sisa makam Kerajaan Lamuri (yang katanya lebih tua dari kerajaan Samudra Pasai).

NIsan yang terserak, menjadi saksi sejarah aceh di masa lalu. sebuah harta karun dari negeri aceh
foto by : mapesa
Kini, perlahan tapi pasti, situs kuno ini akan menemui ajalnya untuk musnah selamanya. Pemerintah daerah terkesan sombong dan sembrono demi rupiah ingin menenggelamkan puluhan situs bersejarah di kota Banda Aceh. Pelabuhan besar tak lama lagi akan berdiri. Sedangkan makam kuno yang merupakan identitas Aceh masa lalu akan tergerus olehnya. Para arkeolog masih terus berusaha meneliti sebenarnya, ini makam siapa? Tahun berapa? Dan mengapa begitu banyak gerabah di sini. Mengapa bisa ada piring keramik cina yang berumur 1000 tahun ada disini.Masih begitu banyak pertanyaan yang masih harus di jawab.

Tapi satu yang jelas, bila dulu Tuhan mengantarkan Tsunami untuk menutupi kemegehan kerajaan Aceh kala itu, maka kini Tuhan, kembali mengirim tsunami untuk membuka tabir kehebatan Aceh di masa lalu. Ya, karena tsunami-lah akhirnya endapan lumpur dan tanah yang telah mengendap ratusan tahun terangkat. Hingga akhirnya harta karun Aceh ini tersibak begitu saja. Dan sekarang? Pemerintah Aceh telah menciptakan “tsunami” nya sendiri untuk menutupi kembali bukti kehebatan masa lalu Aceh di desa yang terkesan kumuh ini. Akankah harta karun ini akan hilang sekali lagi?



sebuah nisan yang tak kalah pedihnya, sebuah harta karun yang dibuang begitu saja
foto by : Mapesa


NOTE : Saya Sangat Tidak Menyarankan kepada setiap pengunjung yang hendak ke lokasi makam, mengambil pecahan Gerabah ataupun potongan harta karun yang berada di desa tersebut.

Setiap objek cagar budaya di lindungi oleh Undang-undang no 11 Tahun 2010