Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia. Sebagai ibukota provinsi, Banda Aceh merupakan salah satu kota tertua di Indonesia dengan usia 812 pada 22 April lalu. Ada begitu banyak hal unik tentang Aceh yang perlu diketahui. Selain memiliki satu-satunya museum tsunami tercanggih yang ada di Asia Tenggara, Aceh memiliki begitu banyak keunikan menarik lainnya. Berikut adalah sebagian catatan keunikan Aceh yang dirangkum oleh kontributor Linkers asal Aceh, Yudi Randa.

  • Wanita Aceh Menduduki peringkat kedua Mahar Termahal di Indonesia


hanya ilustrasi, Photo pakaian adat Suku Gayo yang ada di Aceh Tengah.
Banyak yang mengakui bahwa gadis Aceh terkenal dengan kecantikan parasnya. Perpaduan aneka ras penduduk dunia bertemu di Aceh. Mulai dari etnis Thionghoa, India, Eropa, dan Arab. Sangat jelas percampuran unik ini menjadikan wanita Aceh, terkenal akan kecantikannya yang unik. Namun kecantikan datang dengan harga yang mahal. Mahar untuk melamar seorang wanita Aceh bisa dikatakan kedua termahal di Indonesia.

Apa itu mahar? Emas kawin atau harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. Istilah yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar adalah pihak keluarga atau mempelai perempuan.

Secara hitung-hitungan rupiah, mahar wanita Aceh menduduki posisi kedua termahal di Indonesia setelah wanita suku bugis yang ada di Makasar.

Mahar di Aceh dihitung dalam hitungan satuan Mayam. Satu mayam emas bila dikonversi ke satuan gram maka akan menjadi 3,33 gram emas murni 24 karat. Nah, kisaran harga mahar wanita di Aceh berkisar dari 5 mayam emas hingga 30 mayam emas. Bahkan di beberapa lamaran tak jarang ditemukan 50 mayam emas. Jika dihitung harga per gram emas di Aceh sekitar Rp550.000 sudah termasuk ongkos pembuatan maka satu mayam adalah sekitar Rp1.831.500.

Jika ingin melamar seorang wanita Aceh dan pihak calon mempelai wanita meminta 20 mayam emas, maka artinya seseorang yang akan melamar tersebut harus membayar sekitar Rp36.630.000 dan itu belum termasuk biaya pernikahan, seserahan dan sebagainya. Tentunya bila dilihat dari sisi positifnya, sang pelamar terlihat keseriusannya saat melamar seorang wanita Aceh pujaan hatinya.

  • Aceh Memiliki Dua Warisan Dunia Non Benda 

Salah satu lanskap Kawasan Ekosistem Leuser
Terhitung sejak bulan Juli tahun 2004 lalu, sesaat sebelum gempa dan tsunami, UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menetapkan dalam sidang ke-28, bahwa Hutan Hujan Tropis Sumatera sebagai warisan dunia non benda menyertakan Taman Nasional Gunung Leuser yang 70% luas hutannya berada di provinsi Aceh termasuk didalamnya.

Taman Nasional Gunung Leuser bahkan digadang-gadang sebagai  salah satu wilayah konservasi yang paling penting di muka bumi. Bagaimana tidak, di sinilah satu-satunya di dunia Badak, Orangutan, Gajah dan Harimau Sumatra liar hidup di dalam satu kawasan.

Lalu pada tahun 2011 lalu, harta warisan dunia non benda di Aceh kedua kembali ditetapkan oleh UNESCO. Sebuah tari tradisional Aceh yaitu Tari Saman sebagai salah satu Warisan Dunia Non Benda kedua untuk negeri para raja ini.

Bukan tanpa sebab dunia ingin mengabadikan Tari Saman sebagai salah satu warisan. Tarian yang hanya boleh ditarikan oleh kaum adam ini, telah menjadi darah daging dan diwajibkan turun temurun bagi masyarakat suku Gayo, Aceh. Jika Citilinkers berkesempatan kembara hingga ke Kabupaten Gayo, cobalah untuk minta anak-anak berumur 5 tahun untuk “bersaman” dijamin mereka akan langsung duduk dan mulai menarikan Tari Saman dengan baik.

  • Pahlawan Wanita Terbanyak Di Indonesia Atau Mungkin Dunia?

Replika Rumah Cut Nyak Dhien Di Aceh Besar
Tahukah Citilinkers bahwa beberapa pejuang wanita di Aceh masuk dalam jajaran 7 Warlord Women in The World? Dua dari tujuh Jenderal perang wanita di dunia mencatat nama Laksamana Keumalahayati dan Commander Cut Nyak Dhien. Keduanya tentu sudah tidak asing bagi mereka penggila sejarah negeri ini.

Bahkan, kedua jenderal wanita tersebut masuk dalam jajaran 10 Best Female Warrior at All Time dan Women Warrior in South East Asia.  Dalam literature sejarah Aceh dan Nasional tercatat setidaknya, ada 11 orang wanita di aceh yang tercatat dalam lintasan sejarah sebagai pahlawan wanita di negeri ini.

Mulai dari era Kesultanan Samudra Pasai, kesultanan Aceh Darussalam hingga perang jaman kolonial Belanda. Berikut adalah nama para pahlawan wanita pemberani tersebut; Ratu Nahrisyah, Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah, Sri Sultan Nurul-Alam Naqiatuddin Syah, Sultanah Inayat Zakiatuddin Syah, Ratu Kamalat Zainatuddin Syah

Laksamana Malahayati atau “Keumalahayati”, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan, dan terakhir seorang ulama besar wanita bernama Teungku Fakinah.

“Dari pengalaman yang dimiliki oleh panglima-panglima perang Belanda yang telah melakukan peperangan di segala penjuru dan pojok Kepulauan Indonesia, bahwa tidak ada bangsa yang lebih pemberani dalam perang serta fanatik, dibandingkan dengan bangsa Aceh. Kaum wanita Aceh melebihi kaum wanita bangsa lainnya, dalam keberanian dan tidak gentar mati. Bahkan, mereka pun melampaui kaum laki-laki Aceh yang juga dikenal pemberani dalam mempertahankan cita-cita bangsa dan agama mereka” sebuah pernyataan dari HC Zentgraaf saat mendeskripsikan kehebatan kaum hawa di Aceh.

  • Ada 154 Gereja yang tersebar di seluruh provinsi Aceh

adat pernikahan Suku Batak yang berlangsung di Aceh Tenggara. Mereka masih memegang teguh agama dan budaya aslinya. 
Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menjalankan hukum Syariat Islam sebagai hukum pemerintahannya disamping UUD Indonesia. Lantas, timbul pertanyaan tentang bagaimanakah nasib umat beragama lainnya? Apakah mereka bisa beribadah di Aceh?

Aceh telah menjadi sebuah negeri yang heterogen jauh sebelum Jakarta berdiri. Mulai dari jaman kegemilangan sultan Iskandar Muda, hingga masa setelah tsunami. Aceh tetap mengakomodir umat non muslim. Ada 154 gereja yang tersebar di 12 kabupaten dan kota di seluruh Aceh.

Bukan hanya umat kristiani, bahkan Budha, Hindu, dan Khonghucu memiliki tempat ibadahnya masing-masing. Di sinilah kemudian terbukti bahwa toleransi bukanlah sekedar konsep namun gaya hidup. Pemerintah Aceh menjamin kehidupan beragama di wilayahnya dengan undang-undang daerahnya. Hampir rata-rata letak rumah ibadah selain masjid berdiri di pusat kota.

  • Pelabuhan Tercanggih di Indonesia pada era Kolonial

Kesultanan Aceh memang merupakan negeri yang takluk paling akhir di nusantara. Namun hal tersebut tak berarti membuat Belanda tak ingin membangun Aceh seperti kehendaknya. Belanda menyadari, letak Aceh yang begitu strategis yaitu sebagai pintu masuk selat Melaka. Pulau Weh yang beribukota Sabang merupakan pulau terdepan yang memiliki posisi strategis untuk pelabuhan kapal-kapal besar yang melintasi selat tersebut.

Pelabuhan Sabang, kini. Foto : Yunaidi (www.ranselkosong.com)
Tahun 1881, sebuah perusahaan Belanda membangun pelabuhan besar Sehingga pada tahun 1899 Pelabuhan Bebas Sabang yang bertaraf international dibuka untuk umum. Pelabuhan alam terbaik ini, kala itu sudah memiliki Fasilitas derek bongkar muat yang begitu modern. Pelabuhan dengan fasilitas tenaga listrik merupakan pertama dan satu-satunya di Indonesia. Tidak hanya sudah menggunakan sistem listrik, tersedia juga stasiun batu bara, Floating Dok atau Doking Kapal Terapung hingga rumah sakit yang dapat menampung 1500 pasien. Fasilitas medis yang lengkap dengan asrama para dokter dan tenaga medisnya.

Sejarah di kerajaan negeri Belanda mencatat, bahwa pendapatan dari Perusahaan Pengelolaan Pelabuhan Sabang masa itu. Belanda mampu untuk terus membiayai biaya perang melawan pejuang Aceh yang berada di kota Banda Aceh.

Ingin tahu hal unik apalagi yang terdapat di Aceh? Silahkan Citilinkers siapkan liburan bersama keluarga untuk pergi mengunjungi negeri raja di ujung barat Indonesia. Ayo main ke Aceh!


&&&

**keterangan, Foto paling atas adalah pintu gerbang Masjid Baiturrahman Banda Aceh. By : Anton Chandra**

=============================================================================

Tulisan ini telah di muat di Flight Magazine Linkers Citilink Edisi Mei 2017 dengan Tema Aceh. Jikaingin membaca versi e-magazine silahkan ke link yang telah saya cantumkan di atas. Terima Kasih