Agra Van Andalas! Begitulah sebutan yang pernah melekat dalam tubuh kota kecil ini. Agra-nya pulau Sumatra. Begitulah artinya. Pihak kolonial Belanda yang melekatkannya kepada Banda Aceh. Dulu, ketika akhirnya mereka mampu menginjakkan kaki di ujung barat Pulau Sumatra.  Penyebutan Agra di Pulau Sumatra, disebabkan adanya bangunan yang menyerupai Taj Mahal. Masjid Raya Baiturrahman.

Kota yang memiliki luas hanya 62 KM2 ini, mampu menyajikan sejarah panjang. Tak bertepi. Dan terus berusaha memberikan arti terbaik dalam setiap langkahnya. Entah, paling tidak, itulah yang saya rasakan hari ini. saya masih ingat, kecil dahulu, kota ini, pernah begitu lengang. Pasalnya sederhana, ada kontak senjata di kawasan kota. Terlepas dari itu semua, kini, kota pernah mati suri ketika dikunjungi Tsunami dan Gempa, kembali menata diri.

Paling tidak, ada lima tempat di Banda Aceh yang berubah menjadi lebih baik. Walaupun, masih ada kekurangan di sana-sini. Berikut adalah lima tempat di kota Banda Aceh dengan nuansa baru ;

Masjid Raya Baiturrahman


Bentuk aslinya, sudah tidak lagi berjejak. Sepenuhnya berubah. Dari beratap berundak, menjadi kuncup bawang. Menyerupai Taj Mahal di Agra, India. Berbeda cerita dengan pembangunan Taj Mahal yang diperuntukkan atas nama cinta kepada sang kekasih hati. Pembangunan masjid raya Baiturrahman oleh pihak belanda untuk merebut kembali hati rakyat aceh dan berusaha memendam gelora perang.

Sejak saat itu, renovasi terus berlangsung atas masjid kebanggaan rakyat aceh ini. hingga akhirnya berhenti pada 13 Mei 2017. Berikut saya rangkumkan tahun renovasi Masjid Raya;
  • Tahun 1292 dibangun pertama kali oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah (?)
  • Tahun 1612 dibangun (lagi?) Sultan Iskandar Muda
  • Pada 10 April 1873 masjid ini dibakar habis oleh pasukan Belanda yang berhasil mengalahkan tentara kerajaan Aceh Darussalam di bawah perintah Sultan Mahmudsyah
  • 1879 Masjid kembali dibangun dengan gaya baru atas perintah Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden
  • 1882 Masjid dinyatakan selesai dibangun dengan mengandalkan satu kubah. Dengan gaya arsitektur Mughal
  • Tahun 1936, renovasi pertama dilakukan oleh pemerintah belanda yang berkedudukan di Banda Aceh ( dulu bernama Kutaraja). Yang dilakukan adalah penambahan bagian kiri dan kanan masjid. Masing-masing satu kubah. Kini, kubah menjadi tiga.
  • Dari tahun 1958 sampai 1969 pada masa Gubernur Ali Hasyimy. lalu dilanjutkan lagi pada tahun 1975. Menghasilkan lima kubah dan dua menara.
  • Mulai tahun 1991-1993, renovasi yang dilakukan pada masa pemerintahan gubernur Ibrahim Hasan. dengan mempercantik bagian interior Masjid.
  • Tahun 2015 sampai dengan 2017, pada masa Gubernur Zaini Abdullah, dilakukan pemasangan 12 buah payung elektronik. Basemen, dan pemasangan marmer pada bagian luar masjid.


Kini, wacana berkembang, pemerintah Aceh menginginkan untuk mengembalikan luas tanah masjid Raya sesuai dengan pada masa awal kerajaan dulu, mungkinkah? Atau sebaiknya, yang menjadi fokus utama adalah membenahi lantai yang menjadi licin ketika musim hujan tiba. Payung yang sering robek setiap kali angin kencang bertiup dari arah barat atau arah timur.

Entahlah, yang jelas, kini, wajahnya menjadi sebuah nuansa baru di jantung kota Banda Aceh. masyarakat mensyukurinya. Menjadikannya salah satu tujuan destinasi wisata religi wajib bila ke Aceh.

Taman Krueng Daroy


Krueng Daroy, atau Sungai Daroy dalam bahasa Indonesia. Sungai sederhana ini, merupakan proyek ambisius sekaligus proyek ditujukan untuk menunjukkan kesetiaan akan kekasih hati. Sungai ini, adalah sungai buatan. Dia digali. Dilekukkan, dibuat agar mengalir melewati istana raja. Berkelok-kelok mengikuti bentuk taman. Yang sengaja dibuat oleh Sultan Iskandar Muda untuk istrinya yang berasal dari negeri Pahang, Malaysia.


Waktu berlalu, sungai kecil ini, sempat menjadi tempat saya melepas peluh sehabis pulang sekolah dasar. Bermodalkan celana pendek warna merah. Terkadang hanya pakai sempak merek Hings, belajar berenang. Menunjukkan kebolehan melompat dari ujung jembatan. Hanya demi terlihat menarik pada lawan jenis yang tengah lewat. Seiring waktu, bantaran sungai yang bersejarah ini, terlihat abai dan kumuh. Pernah menjadi toilet serbaguna warga. Pernah, menjadi tong sampah. Bahkan, terlihat begitu menyeramkan.


Kini, tampilannya menjadi sebuah pembeda di antara bantaran sungai lainnya. Dibangun sebuah taman rekreasi, membuatnya kembali nyaman. Lengkap dengan mural cerita yang melatarbelakangi pembangunan sungai ini dahulunya. Pembangunan ini, lewat program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) yang dicanangkan Kementerian PUPR, Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengubah bantaran Krueng Daroy, kawasan ramai penduduk, menjadi salah satu taman kota yang indah nan asri.

Masjid Keuchiek Leumiek


Berbicara soal masjid, Banda Aceh, bisa dikatakan tak kekurangan masjid. Mulai dari masjid tua penuh sejarah. Mulai dari masjid yang dibangun para era Kesultanan, era Kolonial, pasca Tsunami seperti masjid Al Makmur ( lebih dikenal dengan sebutan masjid Oman), sampai masjid yang dibangun oleh pengusaha toko Emas Banda Aceh.

Masjid Keuchiek Leumiek namanya. Masjid yang dibangun oleh keluarga Haji Harun Keuchiek Leumiek ini, dibangun tempat menghadap pada bantaran sungai Aceh, desa Lamseupeung, kota Banda Aceh. Berdiri megah ia. Jika malam, gemerlap cahaya lampunya, berpantul samar-samar pada aliran sungai. Begitu megah. Menyerupai masjid yang ada di Timur Tengah.

Selain menambah keindahan kota, masjid ini, juga secara tak langsung menjadi pembuktian jika saudagar Aceh, masih mampu memberikan pembangunan akan kotanya, seperti masa dahulu. Seperti emas pada MONAS, seperti pesawat RI 001 Dakota, yang menjadi cikal bakal Garuda.    

Jika ingin mengunjungi masjid tersebut, kamu dapat mendatangi masjid yang dibuka untuk umum ini di Lamseupeung, Lueng Bata, Kota Banda Aceh.

Fly Over Dan Underpass Simpang Surabaya


Fly Over dan Underpass menjadi nuansa baru? Serius? Ya, ini serius. Dan ini adalah jalan fly over yang kedua yang ada di Aceh. setelah sebelumnya ada di Kabupaten Pidie Jaya. Bagi perkembangan pembangunan kota banda Aceh, yang baru terlepas dari konflik senjata, dan Tsunami, ini menjadi sebuah perkembangan ke arah yang positif. Memang, di sana sini, terdengar suara sumbang. Mengapa tak dibangun ke arah sebaliknya? Terlepas dari itu semua, dari pada tidak ada pembangunan sama sekali, ini menjadi sebuah apresiasi saya pribadi.


Paling tidak, setiap sore, selepas menjemput anak-anak mengaji, mereka meminta saya untuk melintasi jalan layang tersebut. Mereka cukup bahagia. Ini, salah satu wahana wisata bagi keluarga kecil saya. Pun, demikian dengan jalan Underpass. Yang berada tak jauh dari jalan layang tersebut.

Kota yang kecil ini, yang terletak di ujung Sumatra ini, selalu memiliki sesuatu hal yang baru. Yang mampu menyenangkan warganya dengan cara yang sederhana. Sesederhana kotanya. Ada satu hal lagi, yang ingin saya sajikan sebagai salah satu nuansa wajah baru kota ini. Taman Bustanil Salatin, atau dahulu dikenal dengan sebutan taman sari. Sayangnya, proyek pembangunan museum Digital Kota Banda Aceh tak lagi dilanjutkan. Menyisakan gedung megah yang hanya menjadi tempat Selfi para anak baru gede.


Harapan tetap dilanjutkan menjadi mimpi kecil saya dan keluarga. Karena kelak, ketika hari telah senja, tubuh telah renta, hanya museum yang mampu membuat bangga anak-anak saya akan kotanya. Kota Para Raja.


NB : Semua foto ini milik saudara Aulia Putra (https://www.instagram.com/aulia_putra19/