Surga Baru dari Pulau Tuan, Aceh Besar
kredit foto by bang Arie Yamani
Kulit memerah, perih karena terbakar matahari. Kaki pegal, perut sedikit keram. Sebuah harga yang harus saya bayar ketika nekad menyambangi pulau Tuan, pulau yang tak berpenghuni di kecamatan peukan bada Kabupaten Aceh besar.
Letaknya yang tak jauh dari kota Banda Aceh, membuat saya begitu penasaran. Pulau kecil? Dekat dengan Pelabuhan Ulee Lheue? Ngapain? Mancing? Biasa saja. Tidak ada yang hebat. Menurut kabar burung, ada hal baru di pulau Tuan sana, sesuatu yang akan membuat kita takjub!  Karena hal itulah naluri keingin-tahuan saya terpancing sempurna
Jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, waktu kota Banda Aceh. Minggu pagi, deru suara mesin motor butut saya berlari-larian mengalahkan para pelari marathon di Blang Padang. Seperti orang kesurupan dan tak waras, karena pagi-pagi sudah balap-balap tak jelas. Para pesepeda memandang aneh atas saya. Ada anak gadis yang sedang asyik mengkayuh sepeda fixie yang berwarna stabilo merah, lengkap dengan jilbab dengan warna yang sama. Ia menyilangkan jari tangan di jidatnya sembari melihat atas saya. (tanda tak waras ke atas diri saya)


Surga Baru dari Pulau Tuan, Aceh Besar
foto :serambinews.com
Saya hanya takut terlambat. Takut, kalau kesan pertama saya tidak baik. Iya, memang, sebagian orang Aceh itu terkenal dengan jam karetnya. Tapi tidak kali ini. Saya tak ingin terlambat. Karena bisa di tinggal oleh boat yang akan membawa saya ke pulau Tuan tersebut.

Sepuluh menit berkendara bak pembalap GP yang tak lulus, saya tiba di desa Lamteungoh, Ujong Pancu. Sebuah kawasan yang kemarin sempat disambangi oleh para turis asal perancis yang khusus ingin menjajal kitesurf.

Ketika awal saya melihat boat yang akan membawa saya, ada rasa mual yang bermain dalam perut saya. Saya sedikit trauma naik boat ikan nelayan tradisional Aceh yang disebut boat Thep thep. Disebut begitu, karena bunyinya yang bisa dan bersuara thep thep dengan keras. Boat ini, pernah membuat saya mengeluarkan isi perut saya dengan sempurna ketika dulu saya ikut trip pancing tuna ala tradisional di Kabupaten Pidie Jaya.

Ingin rasanya saya membatalkan keberangkatan saya ke pulau Tuan, tapi mengingat betapa saya hari ini sudah bersusah payah bangun pagi-pagi, (bangun pagi itu berat Jendral!) langkah saya lanjut. Duduk paling depan. Pakai pelampung, kaca mata hitam untuk menutupi mata saya yang mulai nanar. Mudah-mudahan angin laut bersahabat kali ini.

Sejurus kemudian, rombongan yang berjumlah 30 orang ini satu persatu mulai terjun ke dalam laut. Hei! Ini lautan lepas, arusnya cukup kencang! Mereka seperti tak peduli. Layaknya itik air yang seminggu tak lihat kolam renang. Dan saya hanya terlihat seperti orang bodoh yang tak jelas mau berbuat apa.

Tak mau kalah, saya pun ikutan masuk kelaut. Google, snorkel, dan fin sudah siap. Byuurr...

Surga Baru dari Pulau Tuan, Aceh Besar
foto by iirm4.blogspot.com
Amazing! Terumbu karang sebesar meja makan berserakan dihadapan saya. Bahkan ada yang sampai hampir sebesar rumah tipe sederhana, terbentang sempurna. Bentangan laut seputar pulau Tuan ternyata juga menyimpan anugrah tuhan yang luar biasa.

Tripang-tripang yang sebesar stik baseball, ikan-ikan karang, mulai dari hitam sampai warna warni. Sesekali, ular laut melintas di dasar laut. Sesekali, jikalau beruntung, saya akan disapa oleh ikan nemo. Sesekali, ada ubur-ubur kecil dan halus yang berenang di permukaan bersama saya.

Tak lama berselang, segerombolan ikan-ikan kecil yang warnanya perpaduan antara kuning dan biru, membentuk kawanan ikan dan seperti tembok ikan.  Hebatnya, saya yang berenang diantar mereka, tetap tidak membuat mereka takut. Saya malah di kelilingi oleh ikan-ikan cantik tersebut. Rasanya? Hari itu saya merasa seperti sedang dalam sebuah film documenter National Geographic! Menari mereka, membentuk sebuah pola yang menarik. Seperti sebuah permadani yang berasal dari Persia. Begitu indah.

Bentangan karang meja dan bercabang yang tersebar dimana-mana membuat saya sedikit kebingungan. Bagaimana tidak, semuanya cantik dan memiliki keindahan masing-masing. Sesekali, saya menemukan karang yang berwarna ungu. Sesekali, ada juga karang batik. Cukup lengkap. Menarik, asyik, serta terhitung terjangkau.

Mungkin, sepintas, tidak ada yang membedakan snorkelling di pulau Tuan dengan pulau rubiah sana. Tapi, snorkelling di pulau Tuan memiliki tantangan tersendiri. Bersnorkelling dengan posisi karang mencapai 5 meter lebih tentu memerlukan keberanian khusus. Belum lagi, lokasinya yang bisa dikatakan masih perawan, masih bersih dari sampah dan jamahan tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Arus laut yang cukup kuat juga menjadi sebuah sensasi tersendiri. Tentunya, tenaga harus ekstra agar tidak cepat terbawa arus.


Surga Baru dari Pulau Tuan, Aceh Besar
foto by iirm4.blogspot.com
Saya terpaku sejenak. Terdiam, melayangkan pandangan ke kota Banda Aceh yang terlihat dari pantai pulau Tuan,  sembari bersantap makan siang di pesisir pantai pulau ini. Saya mengistirahatkan otot-otot kaki yang sudah mulai lelah. Matahari sudah mulai naik ke pertengahan bumi Banda. Sebentar lagi siang, petualangan baru pun menanti di depan mata. Sayang, saya belum bisa mengantongi ijin Diving. Hingga akhirnya hanya bisa menikmati semuanya dengan bersnorkelling.


Banda Aceh, 23/03/15


YR