Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh kala malam hari (by rakyataceh<dot>com)

Bangunan megah dan bernuansa putih yang terletak di jantung kota Banda Aceh ini, sudah beberapa kali mengalami pemugaran. Sejak Aku pertama kali mengenalnya, dia sudah berdiri di situ dan sudah berwarna putih megah macam itu. Umurnya memang tidak muda lagi, 403 tahun sudah. Terbakarpun sudah, sampai ia harus merengkuh tanah dan kalang debu. Ketika ia terbakar, maka terbakar pulalah “kegilaan” orang-orang yang mencintainya. Mereka mengangkat senjata, rencong, parang, sampai pedang. Demi menuntut balas atas perbuatan tak tahu diri itu.

Tahun berselang, kini dia telah berdiri dengan 7 kubah dan 4 menara. Tapi? Kisah pilu kembali datang memayungi bumi para pejuang ini. Belum reda kisah pilu tentang padamnya rumah kain batik Aceh, kini masjid kebanggaan orang Aceh, pun ikut membawa kabar duka. Dia hendak di pugar!

****
Saya masih teringat dengan jelas, ketika Faraz Azziyad, anak sulungku, masih berumur 1 tahun. Dia masih belum bisa jalan dengan sempurna. Berdiri dengan kedua kakinya pun susah. Pilu hati ini rasanya saban kali ia berusaha mengikuti langkahku. Dia merangkak sejadi-jadinya. Padahal dia sudah bisa berucap kata dengan baik. Para tetua kampong, menyarankan agar Aku membawanya ke halaman masjid raya Baiturrahman di pagi hari. Kalau bisa, lebih baik kala shubuh datang.

“bawa dia ke halaman masjid, buka sandalnya, dirikan ia di rumput, lalu usaplah kedua belah paha dan betisnya dengan embun dari reremputan di halaman masjid itu”

Tak harus menunggu lama, esok paginya Aku membawa ziyad bermain embun pagi di pelataran masjid Sultan Aceh ini. Dia tersenyum. Menjambaki satu persatu helaian rumput yang malu-malu dengan balutan air. Udara masih sejuk. Ikan dalam kolam, masih kenyang dengan sarapan paginya. Ziyad terus tersenyum, tertawa, ia riang sekali. Ya, semua itu masih membekas. Karena tak lama setelah itu, akhirnya ziyad bisa berlari. Bahkan tak pernah lagi berhenti berlari sejak saat itu.

Bilqis Aqeela Dzakira pun bernasib sama dengan abangnya. Dia mendapatkan giliran bermain embun dan mengotori celana panjangnya 20 bulan kemudian. Sama seperti abangnya, hanya saja, si gadis berambut kruwil ini lebih menyenangi hangatnya sinar mentari pagi. Sunsrise yang memanjati perlahan Tugu Modal masjid Raya Baiturrahman.  Betapa, Aku bersyukur atas hal tersebut. Masjid ini, bukan hanya berdiri kokoh lalu menjadi landmark bagi kota Banda Aceh. akan tetapi masjid ini, memberikan cinta yang tak ternoda untuk semua yang menyayanginya. Dia, berbagi kisah dalam setiap langkah anak manusia.

Tapi, ini mungkin akan menjadi sebuah kisah klasik bagi kedua anak-anakku. Tak tahu harus bagaimana lagi bila suatu saat, Tuhan menakdirkan anak ketiga kepadaku. Ke halaman masjid mana lagi Aku kan membawanya untuk bermain embun pagi? Dimana lagi tempat yang harus Aku percayai bahwa lembutnya tetesan embun pagi mampu menguatkan otot betis anakku hingga ia mampu berlari?

Masjid raya Baiturrahman, kini pemugaran telah di mulai. Memang, bangunan intinya tidak di lakukan pemugaran. Akan tetapi hanya halaman masjidnya. Nantinya, masjid ini akan di beri payung raksasa. Akan ada basement,  lalu entah apalagi yang akan di bangun. Anggaran yang di tuangkan juga tidak sedikit. Mampu menghidupi rakyat Aceh sampai 10 tahun tanpa kerja. Triliyun rupiah yang pasti.

Lanscape baru area masjid Raya Baiturrahman nantinya (by serambinews.com)
Bukan, bukannya Aku ingin menolak pembangunan masjid ini. Tapi, ada rasa kehilangan yang besar dalam diri ini. Seolah hilang rupa kekasih yang telah lama di nanti.  Halaman rumput akan berubah marmer dari Italia. Yang dipayungi oleh payung besar bak Masjid Madinah. Lalu, dimanakah lagi rumput hijau nan syahdu itu? Dimana lagi, lantai bersejarah tempat matinya seorang jendral Belanda?

Tak ada lagi, wahana untuk duduk santai di bawah pepohonan hijau untuk beberapa tahun ini. Pembangunan telah di mulai. Pohon palem tercerabut akarnya. Sebentar lagi terembesi juga akan menemui ajalnya. Lalu, perlahan pohon kurma dan sawit akan meninggal. Apa yang tertinggal? Semen, besi pancang yang sombong, lobang besar yang menganga, dan marmer dari Italia.

Lalu tempat untuk anak-anakku bermain dan menari bersama angin sembari menikmati alunan suara adzan yang memanggil? Ah sudahlah. Ini proyek orang hebat. Bukan pikiran yang bagus bagi orang kampong macam Aku. Masjid ini, mungkin akan kehilangan KEACEHAN-nya. Menjadi masjid yang ber-MADINAH. Mungkin, akan menjadi sebuah masjid yang mempunyai arti baru. Ah entahlah. Aku tak layak menilai pemikiran sang pemimpin yang mungkin sedang menggali untuk pilkada dua tahun lagi.


Selamat Tinggal Masjid Raya Baiturrahman-ku, dan teruntuk kalian, kawan, yang ingin memotretnya dan berharap akan bisa melihat kemegahannya? Kawan, kalian sudah terlambat. Seterlambat Aku dan istri untuk merumuskan anak ketiga. (dikeplak ama bini!)

wisata aceh
Satu persatu pohon Palem atau entah apa namanya tumbang (foto by me)
wisata aceh
serasa bukan masjid raya Baiturrahman klo udah kayak gini ya?
wisata aceh
nantinya disini akan dibangun payung elektronik dan lantai marmer
wisata aceh
kapan kah akan selesai? sedih
Masjid Raya Baiturrahman Kini Tinggal Kenangan
jangan pernah bermimpi lagi untuk bisa mendapatkan foto seperti ini lagi, karena kini, semuanya telah tiada! (foto by : gpswisataindonesia.blogspot)