Mobil Kijang
Kapsul keluaran tahun 2004 ini terus melaju tanpa henti. Seperti kesetanan. 120
km/jam dibabat sang supir tanpa ampun. Mesin meraung-meraung memecah jalanan
aspal yang berkontur berbukit-bukit.
“Hati-hati Kek”
celoteh seorang bocah balita yang ikut menjadi penumpang hari itu. Bocah kecil
ini bertubuh sedikit gemuk dengan rambut lurus tipisnya ini duduk manis di
samping sang sopir. Kakeknya, tersenyum sembari terus memacu mobil kesayangannya.
Sesekali, dikecupnya sang kakek olehnya sebagai tanda sayang. Kali ini
kecepatan mobil sedikit berkurang.
Sebenarnya, pria
yang menjadi supir itu sudah tidak muda lagi. Umurnya menjelang 60 tahun.
Sebentar lagi ia pensiun dari statusnya pegawai negeri daerah Aceh. Tubuhnya
yang sedikit pendek itu masih kekar. Matanya masih awas dalam melahap setiap
belokan dan tanjakan yang disajikan oleh jalan Banda Aceh – Aceh Selatan. Dan,
pria tua yang asyik mengebut itu adalah ayahku!
Ini, adalah kali
pertama bagiku dan istri, menjelajah sisi barat dan selatan Aceh. masing-masing
kami, paling jauh hanya sampai Blangpidie. Sebuah daerah yang dulunya masih
dalam kawasan pemerintahan Aceh Selatan. Namun, sejak tahun 2002, ia menjadi
sebuah kabupaten baru. Kabupaten Aceh Barat Daya dengan Blangpidie sebagai
ibukotanya.
jalanan berkelok dan naik turun inilah yang tetap dibabat dengan 120 KM/Jam |
Jam tanganku,
menunjukkan pukul 5 sore. Tak terasa perjalanan memasuki hampir setengah
perjalanan. Bocah balita mulai rewel. 8 jam perjalanan darat dengan medan
berbukit, bergunung, dan berkelok membuat pantatku mati rasa. Kebas.
Misuh-misuh rasanya duduk sebagai penumpang dengan supir adalah ayah sendiri.
Bukan, bukannya saya tak bisa mengemudi kenderaan roda empat ini, tapi ayahku
yang tak mau ganti!
Blangpidie telah lewat, kini saatnya kami
memasuki kecamatan Labuhan Haji. Di beri nama labuhan haji, dulunya, daerah ini
menjadi titik mula para calon jamaah haji asal Aceh mulai berlabuh mengarungi
samudera hindia menuju ke tanah suci nun jauh di Arab Saudi sana.
“Yah, udah Aceh Selatan, istirahatlah sebentar..” pantatku yang mulai mati rasa, dan pinggangku yang rasanya sudah
tak bertulang lagi, memaksaku meminta pak supir untuk relaks sejenak. Lagi
pula, langit cerah sore itu setelah malam sebelumnya daratan Aceh di guyur
hujan lebat.
Tak lama
berselang mobil kijang hitam ini melaju perlahan. Lalu, lambat laun iya
berhenti tempat disisi kanan jalan. Kaca mobil kuturunkan. Aku berharap, ada
udara segar yang masuk dari jendela mobil ini. Udara sore yang beraroma laut,
bercampur dengan angin segar yang turun dari lereng-lereng bukit yang berjejer
di sisi kiri jalan. Iya, kondisi Aceh selatan ini diuntungkan dengan tekstur
alam yang menarik. Di sebelah barat, ada samudra hindia yang menghijau berbaur
biru tua terbentang luas. Di sisi timur, bukit barisan yang rindang dengan
pepohonan, meliuk meliuk seperti ular raksasa yang tertidur lalu menjadi batu.
“Selamat datang
di Aceh Selatan” pekikku dalam hati. Ada rasa yang mengharu biru berbuncah tak
terbendung dalam hati. Kota ini, baru kali ini Aku sambangi. Tapi sedari kecil,
legenda Tuan Tapa dengan Ular Naga Raksasa selalu menemani tidur malamku. Tak
jarang, sesekali Aku bermimpi bertemu dengan putri yang cantik jelita, anak
dari sang raja dari negeri India yang hanyut ke tengah laut.
****
Syahdan, tempat
dimana kami berhenti ini tinggallah seorang yang taat agama dan bertubuh raksasa.
Bukan hanya alim tapi juga sakti mandraguna. Masyarakat setempat menyebutnya
Tuan Tapa. Sehari-hari beliau hanya bertapa di salah satu gua yang terdapat
dideretan perbukitan Aceh selatan. Sampai pada akhirnya, datanglah sepasang
Naga yang terusir dari negeri tirai bamboo. Secara tak sengaja, sepasang ekor
naga ini menemukan bayi perempuan ditengah laut tak jauh dari tempat Tuan Tapa
bertapa.
Singkat cerita,
bertahun kemudian, ketika sang putri kecil menjadi seorang putri belia yang
cantik rupa. Berambut ikal hitam legam menjuntai menutupi punggungnya. Bermuka
oval dengan paras khas gadis Hindustan. Sang raja, yang mendengar bahwa putri
Bungsu-nya masih selamat di pulau Sumatra, ia pun bertandang. Sesampainya di
Aceh selatan, betapa terkejutnya ia kalau ternyata Putrinya bukan lagi bernama
putri bungsu, melainkan Putri Naga. Masyarakat setempat menamai putri dari
india tersebut dengan nama Putri Naga karena ia, dibesarkan oleh sepasang Naga.
Ketika sang
baginda raja meminta kembali putrinya, disinilah klimaks legenda ini di mulai.
Sang Naga tak sudi memberikannya, lalu raja meminta bantuan dari tuan tapa.
Pertempuran antara dua makhluk raksasa ini pun tak terhindarkan. Dari
pertempuran itu, terciptalah berbagai nama-nama desa atau kampong sesuai dengan
kejadian. Kampong batu hitam, ketika naga terluka parah dan bercucuran darah,
ia hendak lari ke sisi gunung sebelah utara kota Tapak Tuan, Tapi Tuan Tapa
terus mengejarnya dan berhasil membunuhnya. Setiap darah yang menetes dari sang
naga ternyata mengenai beberagai batuan di tempat tersebut lalu batu tersebut
berubah menjadi warna hitam. Sehitam darah naga yang membeku. Jadilah desa Batu
Itam.
****
Air Terjun ini bernama air terjun air dingin. rancu memang, tapi itulah naamnya |
Aku mencoba
memahami, berbagai kearifan local di kabupaten selatan Aceh ini. Masyarakatnya
yang sebagian turunan dari Sumatera Barat, sampai percampuran berbagai suku
menciptakan sebuah keharmonisan tersendiri. Seperti air terjun yang ditunjuk
oleh ibu-ku tadi, ada keunikan di sini. Mungkin, ada legendanya juga. Entahlah,
tapi yang jelas, air terjun ini berpasir laut. Iya! Pasir laut yang putih ada
di dasar aliran air sungai yang mengalir dari ujung Air Terjun itu jatuh. Unik.
Karena biasanya, tanah liat atau tanah lumpur yang berada pada dasar sungai
atau dasar air terjun. Tapi ini pasir laut.
Makasih ya Dek untuk gayanya. nggak rugi abang nunggu kamu loncat ke hati abang :D |
Mentari sore
mulai jatuh perlahan. Ayahku, sang sopir tua, mulai misuh-misuh sendiri.
Rupanya, ia sudah tak sabar untuk melanjutkan kali perjalanan. Masih ada
delapan jam lagi yang harus dilalui untuk sampai ketempat tujuan.
Bilang sama saya, kalau ada senja seperti ini siapa yang tak sudi duduk lama? |
Mobil kijang tua
itu kembali dipacu dengan sejadi-jadinya. 120 km/jam kembali ditunjukkan oleh speedometer. Kupandangi lamat-lamat ke
ujung barat. Menikmati senja dalam pacuan kecepatan tinggi. Sampai ketemu di lain waktu...
Comments
Dongengnya bagus! Baru dengar ada dongeng naga dari Aceh. :)
ReplyDeleteTerima kasih mbak Aprie..
DeleteDi aceh juga legenda yang mirip dengan si malin kundang
Atau juga legenda danau laut tawar karena putri dikutuk jadi batu
Penasaran sama air terjunnya. Klo dr Banda Aceh ke Blangpidie ada bus antar kota Bang Yud?
ReplyDeleteklo bus nggak ada mas Wij..cuma ada minibus.. yang jalan tiap hari tiap jam. tapi jangan sedih, ntar klo ke sini kita ngebolang bareng ya? :hahaha
DeleteAdsense nya sudah ada, crink crink crink :)
ReplyDeletehahaha masih modal orang om :))
DeleteDari sopir bus yg kuat.ada juga dongeng naga..kirain naga dari china aja mas
ReplyDeletepercaya tidak percaya Pak Dhanang, naga2 ini dikisahkan berasal dari timur jauh, dan kemungkinan itu china. :)
DeleteDari sopir bus yg kuat.ada juga dongeng naga..kirain naga dari china aja mas
ReplyDeleteAda juga Pantai Batu Putih Bang di Kecamatan Meukek, coba kesana dan temukan ceritanya. #pr :D
ReplyDeleteIya, saya tahu saya tahu.. sayang belum sempat eksplore habis2an aceh selatan yang keren luar biasa hiks :(
DeleteBanyak sekali legenda di Aceh Selatan, benar-benar menarik untuk berkunjung ke sana.
ReplyDelete#masukkan wishlist
kalau cuaca bagus, insya Allah kemari nggak akan rugi Bang!
DeleteMakin meningkatkan hasrat untuk Ke Aceh nih...menarik. :)
ReplyDeleteAsyeeeek.. satu lagi blogger keren teracuni oleh Aceh horeeee
Deletewow, 15 jam perjalanan darat? hahaha
ReplyDeletelebih dari jarak Jakarta-Surabaya kayaknya
ceritanya menarik Yud, jadi makin penasaran sama Aceh
Iya Daeng.. 15 jam perjalanan darat nonstop. Kemarin Dari Tim travel blogger Jakarta malah lebih lama lagi hehe.
DeleteTerima kasih Daeng. Ini juga buah nyontek Dr blog Daeng ipul hehe
Legenda saja sudah seru, apalagi ditambah liburan sama keluarga. Mau mauu mauu ke Aceh lagiiii
ReplyDeleteHoree... satu lagi Blogger Keren ibukota teracuni sama aceh hehehe
Deleteditunggu tahun depan kak :)
"Sudah adat Aceh, bila seorang pengantin pria itu harus dihantarkan sampai ketempat tujuan oleh pihak keluarganya"←←← salah satu kesamaan adat dengan bugis makassar.
ReplyDeletesatu lagi yang saya tau gadis aceh 'mahal' sama dengan bugis makassar.
jadi penasaran dengan adat dan tata krama aceh, apakah masih ada kesamaan yang lain dengan bugis makassar. jika ada, apa mungkin aceh dan bugis punya hubungan dimasa lalu atau dua kesamaan diatas hanya kebetulan semata.
doakan saya suatu hari nanti bisa bahas masalah adat dan tata krama aceh ya bang Andi :)
Deleteaceh dan bugis punya kesamaan dan hubungan.. nanti juga akan saya cari cerita lengkapnya
Hai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉