suatu senja di Bakongan, Aceh Selatan
foto : safariku.com
Dua tahun lalu, saya sangat begitu membenci kata “reuni sekolah”. Bukan tak ada sebab, melainkan begitu banyak sebab yang mengharuskan saya membenci dua kata tersebut. Saban kali harus reuni baik dengan teman-teman smu di Banda Aceh, sampai alumni kampus entah itu di Aceh atau kampus di Jakarta.

Saban kali berkumpul, ini seolah menjadi ajang membanggakan diri. Ada yang sudah memiliki rumah sendiri. Ada yang sudah berhasil beli mobil mewah. Jabatan keren di perusahaan. Ada yang menjadi pemilik perusahaan. Dan berbagai hal yang menjadi tolak ukur keberhasilan serta kemapanan. Lah saya? Tak berani sedikitpun diri ini membanggakan diri dihadapan teman serta sahabat di masa-masa kegantengan begitu maksimal.

Saya, hari ini, hanya seorang pekerja lepas. Bahkan sampai hari ini. Dengan seorang istri, juga seorang ayah dengan dua anak. Alih-alih punya rumah sendiri, saya masih numpang dengan mertua. Boro-boro punya mobil sendiri, motor saja masih pinjam sama ayah.

Sampai suatu ketika, seorang sahabat sebangku smu dahulu berceletuk, “enak kali jadi macam qe (kamu) yud. Kerja duduk rumah, jaga anak, tapi bisa jalan-jalan” Masya Allah.. ternyata benar apa yang dikatakan, apa yang menurut kita jelek, belum tentu menurut orang lain. Bukan hanya teman sebangku, sampai hampir satu kelas mengatakan hal sama. Enak ternyata jadi pengangguran tapi bisa jalan-jalan.

Sejak saat itu, saat ingat satu hal. Kalau semua perjalanan yang saya dan keluarga jalani, ternyata doa almarhum ibunda. Hobi travelling, hobi menulis, semuanya berasal dari beliau. Sayangnya, Allah memanggilnya begitu cepat. Tapi takdir adalah takdir. Allah tahu mana yang terbaik untuk kita bukan?

Saya masih ingat, setahun sebelum bunda dipanggil olehNYA. Kala itu, ibu baru saja pulang dari kota Banjarmasin. Sebuah kota yang sampai hari ini masih menjadi impian saya. Ibu bercerita, kalau di sana ada pasar terapung yang keren dan unik. Di Aceh? Tak ada macam itu. Ibu juga bercerita kepada saya, bagaimana pengalamannya ketika naik pesawat untuk bisa mencapai ke pulau Kalimantan. Suatu malam, saya mengeluh kepadanya. Betapa enaknya bisa pergi ke pulau yang jauh dari Aceh. Betapa indahnya dunia ketika dilihat dari atas.

“bang, suatu hari, anak mama harus bisa keliling Aceh, lalu pergi ke Banjarmasin. Doa mama selalu untuk abang”  percaya tidak percaya, mimpi itu, doa itu, dan harapan itu, masih tertanam di alam bawah sadar saya.

Menjelajah Aceh Demi Menggenapkan Mimpi Ibunda Tercinta
Pasar Apung di Kota Banjarmasin
foto by : goodnewsindonesia.com
Hari ini, satu persatu kota dan kabupaten di Aceh hampir habis saya dan keluarga jelajahi. Langkah demi langkah kecil tertapaki. Baik sempurna atau tidak. Mimpi itu terwujud. Semesta tak akan berdiam bukan?

Tak berani saya berucap, kalau saya adalah alumni yang paling keren di hari ini. Tak berani saya ungkapkan kalau saya adalah alumni yang paling mapan. Tapi, ada sebuah rasa yang begitu bahagia ketika saya berhasil menapaki tempat baru dengan segala keterbatasan yang saya miliki. Apalagi kalau bisa menggenapkannya bersama anak dan istri. Indahnya luar biasa! Dalam hati, ada rasa gemuruh yang tak bisa diungkapkan dengan jelas. Bahagia pasti, bangga? Iya. Semuanya demi mimpimu, bunda.

Pulau Simeulue, berhasil saya capai tahun 2010. Dari pulau Simeulu pula, saya akhirnya mengerti akan arti cinta yang tulus dari kekasih hati yang setia menanti kepulangan belahan jiwanya. Awal bulan lalu, saya pun berhasil ke pulau Banyak. Bukan demi ambisi, tapi demi membuktikan cinta lama dari pulau Simeulue dahulu. Habis sudah sisi barat Aceh di tahun ini. Sedangkan untuk sisi timur, Almarhum ibulah yang berjasa membawa saya sampai Jakarta naik bus.

Kini, tinggal bagian tengah Aceh. Saya belum pernah ke Kutacane dan Blangkejeren. Terlebih lagi menginjakkan kaki ke Kawasan Ekosistem Leuser. Sebuah kawasan hutan tropis di Aceh yang saya tahu dari buku sejuta umat. RPUL. Dalam pertengahan malam, saya masih berdoa. Semoga ini tak hanya jadi kenangan, seperti kota Semarang yang hanya jadi lintasan mimpi yang belum terbeli.

Sakit rasanya, seperti diputusin, disambung lagi, lalu di tinggal nikah. Ketika berhasil mencapai kota Jakarta, Bandung, Jogjakarta, solo, Surabaya, dan tanggerang. Tapi minus Semarang. Nyesek… saya tak ingin hal tersebut terjadi lagi. Bagaimana bisa mengatakan begitu mencintai Aceh, tapi Aceh tak habis dijelajahi?

*****
“Yudi, lagi di mana? Ada tanda tangan elektronik? Bisa kirim sekarang? Kakak tunggu ya”  Kak Cut meurah, manager di suatu instansi yang bergerak menangani Kawasan Ekosistem Leuser. Ketika beliau telepon saya dan istri masih meributkan hal yang sepele di atas sepeda motor hadiah dari ayah. Saya dan istri meributkan andaikata ada tempat untuk membeli Berbagai Pilihan Pulsa Online tanpa harus repot turun dari motor.

“yudi lagi di seputaran Neusu kak, baru pulang jemput anak. Binatang apa tu kak, tanda tangan elektronik?”  jangankan tempat tanda tangan elektronik, tanda tangan yang ter-scan saja saya tak punya. Tanpa panjang lebar, saya mengerti arah pembicaraan ini kemana akan di bawa.

“kak, yudi ke kantor saja sekarang”

“jadi begini yudi, saya dan pak Irvan, sudah menimbang, kalau sebaiknya kamu yang menjadi Social Media Administrator ikut serta dalam perjalanan ini. Bagaimana kamu mau berbicara mengenai leuser, Kutacane, dan Blangkejeren, bila kamu sendiri belum pernah kesana kan? Ini silahkan tanda tangan surat jalannya” Kak Cut menyodorkan dua lembar kertas yang telah berisi nama lengkap saya beserta keterangan mengenai tempat dan tujuan kegiatan.

Apa kalian tahu bagaimana rasanya di “tembak” sama cewek yang kalian cintai tapi kalian tidak berani nembak? Sampai akhirnya dia kesal lalu mengungkapkan kalau dia suka padamu? Ya begitulah rasanya. Indah tiada tara!


Dalam hati saya bersyukur. Memandangi istri dan anak lekat-lekat. Karena merekalah begitu banyak mimpi saya berhasil menjadi nyata. Sepanjang perjalanan menuju kembali ke rumah mertua. Saya berbisik kepada istri, “mungkin Allah pengen abang memenuhi mimpi Almarhumah ibu ya dek?” hujan gerimis turun. Lurus meleleh dibalik sela-sela mata. Saya hanya terdiam, menikmati setiap hembusan angin yang terasa bergerak slow motion. Semoga, kutacane ku jelajahi segera. Amin…

Wisata Halal Aceh
famtrip ke Pulau tailana di Pulau Banyak
Foto by : Makmur Dimila