Tak heran, bila kalian bertanya, apa itu gayo lues? Dimanakah letaknya, dan apa yang dimiliki oleh gayo lues. Lalu, samakah ia dengan tanah gayo yang mahsyur dengan kopi arabika gayo (takengon) tersebut?
Perut mual, kepala pusing, punggung nyeri, tulang belakang terasa kaku. Mobil kijang hitam ini masih tak peduli untuk terus menerus menjatuhkan saya pada titik nadir penghabisan. Dua jam perjalanan darat dari Kota Kutacane, Aceh tenggara ke Blangkejeren, Gayo Lues. Terasa begitu tersiksa. Hingga akhirnya, berhasil membuat isi lambung karet ini keluar dengan sempurna.

Ke Gayo Lues, sebuah kabupaten yang berada di lintas tengah Aceh ini, memang membutuhkan effort yang luar biasa. Dari kota Banda Aceh, kita harus menempuh jarak selama 14-16 jam perjalanan via darat dengan medan jalan berkelok dan mendaki tanpa henti. Salah-salah, bisa jackpot beberapa kali sampai akhirnya tak tahu harus memuntahkan apalagi.
Dengan pesawat, juga tak kalah seru. Penerbangan yang akan berlangsung kurang lebih satu jam, dengan panorama hutan Aceh dan bukit barisan yang berbaris rapi tentu memberikan euphoria yang tersendiri. Tapi, bersiap-siaplah akan kejutan-kejutan karena pesawat ke gayo Lues adalah pesawat kecil.

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues

Terlepas semua itu, Gayo Lues, akan membayar semua rasa lelah, pusing, mual, dan pegal-pegal itu dengan tuntas! Alam terkembang menjadi sebuah lukisan yang sulit terbantahkan. Hawa yang sejuk, angin yang bertiup dari lembah gunung Leuser cukup membuat kamu tersenyum. Ternyata, masih ada udara segar di negeri ini.

Iya, pintu masuk ke gunung leuser ada sebuah dusun yang terletak di Desa Penosan Sepakat, Blang Jerango Gayo Luwes. Jadi, walaupun hari ini banyak yang mengatakan kalau leuser ada di Sumatra utara, ya wajar saja. Toh kabupaten ini juga baru mekar lalu akhir-akhir ini mereka berhasil menjadikan Kawasan Ekosistem Leuser dan Tari Saman menjadi warisan dunia.

Saya sedikit beruntung, kedatangan kali kedua ini, langit tetap bersahabat. Walaupun mendung kelabu terus menaungi kota Blangkejeren (ibukota kabupaten Gayo Lues), tapi setidaknya tak turun hujan. Bila agenda kepergian pertama dalam rangka rapat kerja, pun yang kedua tak jauh berbeda. Hanya saja, kali ini saya memiliki waktu lebih banyak untuk menjelajah Gayo Lues.
Selayang pandang, Pesona Gayo Lues
credit foto by Zulfan Monika

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues
Sangir dan pergemulan yang terjadi
Duduk bersama para pemuda Gayo Lues, mendengar mereka berbicara bahasa ibunya, menjadi suatu hal yang begitu menarik. Sesekali, mereka tersenyum kepada saya sembari meminta maaf. Dari mereka pula, saya mengenal sedikit banyak tentang kabupaten yang cukup muda di Aceh ini.

Puncak Leuser, Puncak Loser, dan Puncak Tanpa Nama di gunung Leuser berada dalam daerah territorial Kabupaten ini.  Sehingga tak heran, bila sesekali ajakan untuk tracking ke gunung Leuser akan keluar dari obrolan mereka.

Dan, tahukah kamu? Kalau ternyata jalur pendakian terlama di Asia Tenggara (katanya) adalah pendakian menuju puncak Gunung Leuser. Yaitu selama 15 hari (naik dan turun gunung tergantung kekuatan si pendaki)?! Cukuplah bagi kamu yang selalu gagal program dietnya.

Sungai alas mengalir dengan lembut. Membelai bebatuan dan membuatnya sedikit licin. Beberapa gadis remaja sedang mandi didalamnya. Sesekali mereka bermain pasir bak bermain di laut. Laut jauh bagi mereka. Tapi sungai menjadi urat nadi dalam kehidupan kesehariannya. Sebuah hal yang begitu sederhana tapi banyak makna ketika diabadikan dalam lensa kamera. Sesekali mereka melempar senyuman, sesekali mereka tertawa ketika saling bercanda.
Selayang pandang, Pesona Gayo Lues

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues

Saya masih tak percaya, ketika beberapa teman mengatakan kalau anak-anak lelaki di Gayo lues, menjadikan saman sebagai sebuah warisan yang terus mereka jaga. Proses Tari saman sebenarnya bukan hanya menepuk dada. Bagi mereka, saman adalah sebuah rangkaian panjang sebagai sebuah ucapan syukur dari hasil panen sekaligus ajang menjalin tali silaturahmi antar desa. Wajar saja, bila sewaktu-waktu kamu akan melihat mereka begitu ringan tangan untuk membantu sesama mereka.

Keindahan Gayo Lues, pada dasarnya bukan hanya ada dibentang alam dan Hutan Lindung Leuser, tapi lebih dari itu semua. Adalah bagaimana masyarakat di sini saling sapa dan menjalankan adat mereka untuk melestarikan alam.

Pun saya sempat terkejut tatkala bang Khairul, mengatakan kawasan tempat saya berdiri ini adalah bagian dari hutan lindung. Dahulu, sangat mudah ditemukan orangutan di seputaran bukit-bukit yang hijau ini. Tapi kini, perambahan dan alih fungsi hutan menjadi faktor utama yang menjadikan Gayo Lues dalam ambang bahaya.

Terkadang, memang serba salah. Menjaga hutan, tapi di sisi lain masyarakat akan berteriak kelaparan. Dibiarkan, yang namanya manusia suka tamak, dia akan memamah segalanya. Hutan lindung-pun tidak akan luput dari proses menjaga lambung tetap terisi. Lalu?

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues


Saya percaya, dibalik sebuah kecantikan selalu tersimpan sebuah rahasia. Bila tak percaya cobalah Tanya kepada para suami yang berjuang agar istrinya bisa memakai lipstick yang berharga minimal 100.000 rupiah. Lalu, hubungannya dengan gayo lues? Ya, di balik keindahan alam Gayo Lues pun tersimpan begitu banyak masalah yang tersimpan rapi.

Beruntung, mungkin itulah kata yang paling tepat mengambarkan keadaan saya hari ini. Bisa mengunjungi kaki gunung leuser kala kehancuran belum terlalu parah. Entah bagaimana lima atau sepuluh tahun lagi. Jadi, kamu masih berpikir untuk berkunjung ke daerah satu-satunya di bumi ini di mana gajah Sumatra, badak Sumatra, dan orangutan masih tinggal dalam satu kawasan? Masih ragu? 

Selayang pandang, Pesona Gayo Lues
Bang Leonardo Di Caprio dan saya sudah ke sini, Kamu, Kapan?