Membayangkan Kabupaten Singkil, seperti membayangkan sesuatu tempat yang begitu sulit dijangkau dari kota Banda Aceh. Jaraknya yang luar biasa jauh, medan jalannya yang cukup menyiksa batin. Sampai akhirnya, harus sabar duduk di mobil sampai 15 jam perjalanan darat.
Tapi, bukankah perjuangan setimpal dengan hasil? Begitulah hati kecil saya membatin setiap kali hendak akan melakukan perjalanan jauh. Walaupun masih dalam satu provinsi, Aceh ini cukup luas. Bahkan hampir dua kali luas provinsi jawa barat. Jadi, kebayang dong, kalau dari Banda Aceh hendak ke Singkil, atau ke Blangkejeren, ataupun ke Pulau Simeulue, kamu harus menyediakan waktu yang banyak sekaligus koyo.
“Bagaimana Pulau Banyak? Bagus kan?” Sergah bang Mus kepada saya. Rasanya, sedikit malas untuk menanggapi pertanyaan yang cenderung klise ini. Bagi saya, setiap tempat memiliki keindahannya masing-masing. Tergantung sudut mana kita hendak menilainya. Saya melihat matanya berbinar-binar seperti menungu sebuah jawaban yang pasti. Belum sempat saya menjawab, Bang Mus, pria yang kelahiran Desa Pulo Saruk, Aceh Singkil ini kembali menyergah.
“bang Yud, kalau masih kurang puas ke Pulau Banyak, Bang Yud harus main
ke Rawa Singkil” kalimat sakti nan mandraguna dari Bang Mus yang
kesehariannya bekerja sebagai pawang Boat penyeberangan Kota Singkil ke
Pulau Balai di Kepulauan Banyak, berhasil membuat kuping saya berdiri. Bak
kucing melihat ikan segar di pinggir pasar. Saya siap siaga. Membenarkan tempat
duduk. Lalu mendekatkan telinga kehadapannya.
keseharian di sungai Singkil menuju rawa singkil |
Jujur, lahir dan besar di Aceh,
bukanlah jaminan pasti engkau akan mengenal Aceh secara detail dan keseluruhan.
Mulai dari budaya, adat istiadat, sampai pada kawasan wisata. Suaka margasatwa
Singkil adalah salah satunya. Menurut penuturan bang Mus kala itu, Rawa singkil
ini, terlihat seperti sungai Amazon yang ada di Brazil, Amerika Selatan.
Di sana, satwa-satwa liar masih
dengan mudah ditemui, bahkan sampai ada beberapa flora endemik yang tak ada
daerah lainnya kecuali di kawasan rawa. Adrenalin saya naik. Semangat kembali
membuncah, tapi saya harus rela kandas di tepi jalan. Tak mungkin saya ke sana
karena waktu untuk menjelajah Aceh bagian selatan kala itu, sudah selesai. Saya
hanya bisa tertunduk lesu. Patah hati. Gelisah tak menentu. Hanya puing-puing
doa yang bisa saya panjatkan. Semoga, Tuhan masih mengijinkan saya kembali ke
negeri Syech Abdura’uf as Singkili ini.
Kembali Ke Singkil!
“Pokoknya, Yudi harus bisa lihat buaya di Rawa Singkil. Apapun caranya,
Bang” Tak ubahnya seorang anak balita. Saya merengek kepada bang Zulfan
Monika, atasan sekaligus teman perjalanan saya ke Rawa Singkil kali ini. Yaps,
Akhirnya Tuhan mengabulkan doa saya. Akhirnya, saya mendapatkan kesempatan kembali ke Singkil dalam rangka mengikuti survey keanekaragaman hayati hewan dan tumbuhan
bawah air. Pusing? Sama. Nanti sajalah kita bahas yang ilmiah-ilmiah begini.
Apapun itu, Saya berhasil ke Rawa Singkil titik!
masih di sungai Singkil, sekitar desa Kilangan |
Setelah sempat menunda sehari
dikarenakan faktor cuaca, akhirnya tibalah saya di Desa Kilangan. Sebuah desa
yang menjadi titik awal untuk menuju ke kawasan Rawa Singkil. Tak ada
bayangan sama sekali dibenak saya, akan seperti apa tampilan Rawa Singkil itu.
Akankah tampilannya seperti hutan dalam film Anaconda, ataukah seperti film
Jurassic Park? Entahlah. Bismillah saja.
“Nanti kita siang akan makan di Kuala Baru, ya Dek” wanti-wanti
dari Pawang Boat yang akan membawa kami keliling kawasan Suaka Margasatwa Rawa
Singkil. Saya hanya mengangguk, paham pun tidak.
Satu jam perjalanan mengarungi
sungai Singkil yang hampir selebar sungai Kapuas di Kalimantan, membuat pikiran
saya melayang entah kemana. Langit biru, kiri-kanan terhampar pepohonan rindang
menutupi sisian hutan. Boat yang berkapasitas 8 orang ini melaju cukup baik.
Beberapa kali, rasanya seperti kehilangan kendali karena arus sungai yang cukup
kuat. Ditambah lagi, kami harus melewati pusaran-pusaran air.
siapa yang nggak bengong liat beginian? |
Layar sudah terkembang, laut
sudah pasang. Pantang untuk surut kembali. Boat tetap melaju, sampai akhirnya,
pawang boat memelankan laju boat. Seketika, suasana begitu hening. Keadaan
sekitar seperti slowmotion. Ilalang seakan bergerak bak dalam film percintaan
India, beberapa bangau besar berwarna gelap mulai terbang satu-satu. Hanya
suara shutter kamera yang terdengar.
Bang Zulfan dengan sigap mengabadikan setiap momen. Saya? masih bengong.
Beyond my imagination!
Begitulah... kawasan rawa yang kini sebagai Kawasan Pelesatarian Alam
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tahun 1998 ini, begitu luar biasa!
Batang keladi berduri, berjejer ditepian sungai. Ah iya, kami, menyusuri sungai
dalam kawasan, jadi tidak sampai turun ke rawa.
Pepohonan Manggrove berpadu
dengan tumbuhan hutan lainnya menjadikan kawasan ini begitu unik terlihat.
Tepat, ketika dikatakan SM (Suaka Margasatwa) Rawa Singkil sebagai the little
Amazon. Di sini, saya menemukan Kerbau rawa, Anggrek Pensil, burung elang,
monyet, orangutan, dan... Buaya! Iya, akhirnya mimpi saya jadi kenyataan.
sayangnya, si buaya nggak sempat terekam kamera :D |
Foto oleh Ustadz Amra (pawang boat yang membawa saya ke Rawa Singkil), warga Kuala Baru, Singkil sumber di sini |
Sore mulai naik keperaduan. Lelah
sudah di ubun-ubun. Koyo sudah berlembar-lembar menempel pada kulit yang
menggosong tersengat matahari. Ingin rasanya menyandarkan kepala lalu tertidur
lelap dengan nyanyian alam. Tiba-tiba...
Pawang boat mematikan mesin boat.
Suasana sore di Rawa Singkil begitu sulit dideskripsikan. Antara syahdu namun mengerikan. Mirip-mirip hutan yang ada di film-film horror Amerika. Lalu,
terdengar percikan air. Kami semua, terdiam. Tak ada yang bersuara. Semua
mencoba menerka apakah gerangan itu. Buaya yang tadi sempat lari ke bawah boat
ataukah ular sawah raksasa yang siap menerkam?
so, what do you think? |
Terus terang, kondisi sore itu, di atas boat sangat tidak menguntungkan kami, para penghuni boat kecil ini.
Sungai di Rawa Singkil ini cukup luas dan dalam. Akan tetapi, boat kami
terjepit diantara tumbuhan bakung yang menutupi seluruh permukaan sungai.
Jadilah boat ini terjepit dan harus merangkak perlahan untuk bisa kembali ke
sungai besar yang menuju ke desa Kilangan. Tempat di mana cerita ini semua
bermula.
Bila seorang saja diantara kami
jatuh, maka bisa dipastikan akan sulit sekali untuk ditolong. Belum lagi dengan
kondisi, di sekitar rawa banyak buaya. Sudah, jangan paksa saya untuk terus
menjelaskan keadaan. Kalian tebak saja seperti apa muka indo (preeet) saya berubah
menjadi pucat pasi. Hilang sudah kegantengan saya hari itu.
Tak lama, suara percikan air
semakin terdengar jelas. Diiringi dengan ringkikan monyet. Loh kok? Sebuah
pemandangan luar biasa. Satu persatu, rombongan monyet melompati tumbuhan
Bakung. Sesekali, terlihat monyet yang dewasa menuntun anaknya untuk
menyeberang. Sesekali, terlihat monyet muda jatuh ke sungai lalu ia berenang
secepatnya menggapai ujung pohon bakung di seberang. (scene monyet nyebrang sungai ada di Video saya )
Sungguh, ini luar biasa! Raut
wajah yang tadinya seperti tak bernyawa, serempak kami semua yang ada diatas
boat merasa seakan menyaksikan film dokumenter Earth Planet secara langsung. Bukan dari televisi melainkan melihat langsung dengan mata kepala sendiri!
Malam tiba, boat telah
kembali bersandar di dermaga desa Kilangan. Saya dan rombongan, harus segera ke Aceh Selatan. Tapi, tak sekalipun keindahan itu terlupakan. Dia, Rawa
Singkil, begitu Indah! Terutama bagi kamu yang mencintai alam liar, Rawa
Singkil adalah tujuanmu selanjutnya.
Anggrek Pensil, yang hanya ada di kawasan Rawa |
- SM rawa Singkil merupakan kawasan konservasi. Sehingga untuk masuk ke kawasan ini, kamu harus minta ijin ke Badan Konservasi Sumber Daya Alam provinsi Aceh.
- Bila hendak menyewa boat, carilah pawang yang benar-benar paham lokasi. Karena tak semua pawang boat pernah menjelajahi kawasan ini.
- Hati-hati bila menurunkan kamera underwater dan usahakan tidak terlalu gegabah. Mengingat di daerah ini masih banyak buaya.
- Masyarakat setempat, menyebut buaya dengan panggilan nenek.
- Hargailah budaya masyarakat setempat.
Comments
Enggak ada buayanya, enggak asyik hahahha
ReplyDeleteasem hahahaha
Deletenggak terekam sempurna jadilah dia hanya sekedarnya saja :))
Waaah keren nih bener-bener kaya amazon, ntr mau ke Aceh anter kesini ya bang :D
ReplyDeleteanter ke sini? Ya Allah... huhuhu jauhnya.. tapi bolehlah semoga saya ada kesempatan ke sini lagi :)
DeleteUdah wanti2 ketika mau baca ni bsa lohat foto atau video buayanya. Penasaran sama buaya Singkil, walaupun memang stlah dengar deskripsi bg Yud jd nggk pengen lihat lg. Asli serem ya bang rawanya. Nggk bsa bayanhin kalau tba2 buayanya thok2 boat kita dri bwah.
ReplyDeleteberhubung dek mat penasaran, alhamdulillah dapat kiriman foto buayanya dari ketua team peneliti pas di Singkil kemarin.. :D
Deletetuh di atas fotonya
Tempatnya kayak di pilem-pilem action ya bg, trus tiba2 muncul buaya menerkam..
ReplyDeleteCakep x tempatnya.. Huhuhu, baca tulisannya kayak lagi main pilem di sana.. Haha
memang kami rencananya akan bikin film di sana hehehe
DeleteHuhu masih mikir-mikir mau ke sini sebab rombongan ga mungkin ga ikut. >,<
ReplyDeleteiya Ayi.. belum cocok bawa family :D
DeleteHaha... Ini keren Bang Yudi. Aini sebagai anak Aceh Singkil (bukan anak Singkil) juga penasaran sama rawa dan buaya. Sampai usia segini lihat buaya asli cuma di Penangkaran Buaya di Medan.
ReplyDeletewalaaah klau begitu aini harus pulang kampung :D
Delete((muka indo))
ReplyDelete*bentar ngakak dulu, eh tapi emang kukira dulu Yudi anak bandung*
Btw ini liputan adventure paling keren, seriusan! Ada videonya pula, antara takjub, sama deg2an ngeri ada yg ikut loncat ke perahu dari sesemakan. Untung gak lupa bawa underwater casing yaaaa.. apa harus kita ulang nih petualangan di Sabang ;)
Tuuuuh kan... padahal Kang Taufan liat sendiri kan, pas jalan2 di banda aceh, siapa yang nyangka kalau yudi aceh tulen? Nggak ada! makanya, Pede aja nyebut klo muka ini, muka indo hahahaha
Deletetes hihi
ReplyDeleteBak lon hanjeut huhuhu
DeleteSengaja banget ya nyari buaya hahaha. Dulu pas aku ke TN Tanjung Puting juga ngarep lihat buaya, tapi kapalnya ya lebih gede bukan perahu kayak gini. Ngeriiii.
ReplyDeleteLihat airnya yang gelap, bener-bener rindu main-main di sungai. Di sini sungainya coklat hehehe
omnduut.com
Di sini airnyanjuga gelap, tapi satwanya beuuuh.. aku pengen ke tanjung puting
DeleteWow fotonya bagus-bagus, kelihatan permai banget pemandangannya. Itu 15 jam ke sana karena jalannya rusak, mas? Lama juga ya durasinya. Naik kereta dr bandung mah udah nyampe surabaya hehehe
ReplyDeleteBukan.. jalannya bagus bin mulus. Tapi jauuuh dan naik turun hehe
Deletebang yud susah dipuasin ah.. makanya diajak ke singkil.. lihat buaya.. gak takut yaa ntar tiba-tiba nonggol :p
ReplyDeleteDua kali Koh! Dua kali sempat ngeliat buaya di situ dan akhirnya saya terpuaskan hehe
DeleteHahaha ketemu buaya lagi, emang kalau buaya itu ada di sungai payau dan hutan dalam biasanya banyak banget
ReplyDeleteIya Salman.. kalau kamu kemari pasti buayanya senang hihihi
DeleteJalan-jalan model gini nih yg saya suka.
ReplyDeleteDari dulu jg pengen liat buaya liar secara langsung, pasti beda rasanya dibanding bertemu buaya yg ada di penangkaran.
Kalau begitu, pas banget ke Aceh dan main main ke sini hehe
DeleteBang, dari foto aja aku udah amazed liat buaya di alam bebas. Bener-bener mirip Amazon, nggak aku sangka di Sumatera masih ada hutan hujan tropis yang lebat kayak gini.
ReplyDeleteBener, terlahir dan besar di satu daerah (mana pun, nggak cuma Aceh), bukan jaminan dia akan kenal daerah itu dengan baik.
Alhamdulillah, Aceh, adalah satu2nya di sumatra yang masih ada hutan tropis yang cukup terlindungi bang
Deletewow keren banget sih ini :) Jadi penasaran :)
ReplyDeletemakasih Mbak.. makasih banyak sudah penasaran dengan tulisan yudi :)
Deletedramatis juga ceritanya Kak pas sampai terjepit itu, bayangin film2 juga :)
ReplyDeletebukan lagi deh.. pas kejepit baru ngeh, kalau ternyata kami di kawasan buaya hahaha
DeleteOoh di Aceh ad kawasan konservasi kayak gini ya. Di tempat saya mungkin ad jg, tapi kayaknya nggak berani kunjung hehe. Gak kebayang gimana takutnya saya disana. Jempol buat bang yud yg berani jelajah kawasan suaka margasatwa.
ReplyDeleteeh, mbak Balqis di mana? jadi penasaran saya :D
DeleteAku pdhl baru aja dari banda aceh. Tp cm bentar banget krn sbnrnya mndadak mau ksana. Boro2 bisa ke singkil :(
ReplyDeleteMas, sumpah baca yg bagian buaya aku ikutan ngeriiii hahahaha... Duuuh kyknya kalo yg menyusuri rawa aku skip deh.. Ga berani ama buayanya :D
hahahaha gpp kak, insya Allah aman kok :D
DeleteAih Yud.... eksotis sekali. Tapi kakak pasti gak beranilah susur sungai apatah muara itu kalau harus ketemu buaya. Ngeri kali pun. Tapi yang bernyali pasti rasanya nikmat ya. Ngeri2 sedap gitu hahaha
ReplyDeleteayoooo... balik lagi ke aceh, ke sini belum kan? :p
Deletewaa berasa di amzone emang
ReplyDeletetapi ngeri buayanya
Kalo g ada buaya buka amazon namanya bang hahaha
Deletewahhh tempatnya ajib banget..
ReplyDeletepaling suka kalau blusukan ke tempat macam begini..
Yuks lah kak.. kemari kita
DeleteWeeehhh besar kali buaya nya Baaaangggg! Jadi beresiko juga berenang di rawa singkil ini ya? hahahaha xD
ReplyDeleteada pulak, pengen berenang di situ... ckckck kamu ini kak Satya, pantang liat kolam.. bawaannya pengen nyebur aja..hahaha
DeleteLuar biasa sekali,,,kayak di amazone banget. Ada ikan piranha nya ga?
ReplyDeletehahahaha ikan piranha itu hewan endemik amazon bang :))
Deletewuih keren kali ceritanya hahaha
ReplyDeleteasik ya, berada di alam bebas dan bertemu langsung dengan penghuni alam bebas tanpa ada sekat. pengalaman yang berkesan dan pastinya mendebarkan
horeeee seumur2 ngeblog baru kali ini dipuji ama daeng :D
Deletemantaap bang
ReplyDeletehehehe
kalo mau lihat buaya lebih jelas dan besar di singkil, jalannya ke kiri dari kilangan tempat abang naik perahu (arah muara atau dikenal SINGKIL LAMA "peradaban singkil pertama). salam dari anak singkil. hehehe
eh?? waaah makasih banyak infonya. Tapi kalau saya tanya ke masyarakat setempat mereka paham kan? :)
DeleteJika ada berkunjung ke Aceh Singkil lagi kabari kita dong Mas. Pengen banyak belajar dan sharing dengan Mas tentang apa yang mas rasakan ketika berada di Aceh Singkil. Kita butuh banyak masukan tentang persepsi orang yang berkunjung ke daerah, perihal apa yang menjadi permasalahan dan potensi daerah. Salam Kenal Mas.
ReplyDeleteJangan mas, bang Rahmad.. saya ini juga orang aceh, tepatnya banda aceh :D
Deletesip, jika ada rejeki dan langkah, saya pasti akan kembali ke Singkil yang luar biasa itu!
Pengen kesana trus makan kepiting raksasanya hehe
ReplyDeleteeh, bukannya bang Ucok udah pernah kan ya?
Deletewuih pengen banget ke sini suka sama suasana yang masih perawan apalagi ditemani gadis perawan
ReplyDeleteoooom duuuh klo sama perawan di atas tempat begini, akan jadi film horror berbau aroma semi haha
DeleteHai... Terima Kasih sudah membaca blog ini. Yuks ikut berkontribusi dengan meninggalkan komentar di sini 😉