Wisata Aceh Terhalang Syariat
Danau Laut Tawar di takengon yang tenang
“Jangan datang ke Aceh, di sana nggak bebas! Serba tertutup!”
“Ngapain ke Aceh? mau nonton orang di cambuk ya?”
Saya tercenung, ketika saban kali mendengar, membaca atau melihat orang secara langsung mengatakan hal tersebut. Baik di dunia maya ataupun di dalam keseharian. Bukan tak benar, tapi memang itulah yang sebenar-benarnya terjadi hari ini. Ketika provinsi lain di Indonesia heboh dengan pariwisatanya, dan melakukan tarian selebrasi kemenangan karena ramainya turis yang datang berkunjung. Aceh justru kebalikan. Tidak ada perkembangan yang mengembirakan.

Apa salah Provinsi Aceh di mata dunia pariwisata Indonesia ataupun dunia? Jawaban yang paling sering ditemui adalah Aceh itu menjalankan Syariat Islam. Syariat islam, menjadi sebuah momok yang mengerikan. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan sektor pariwisata. Dalam dunia travelling, hura-hura, kebebasan berpakaian, kebebasan berekspresi adalah kunci utamanya. Sehingga hal tersebut, menurut sebagian besar “customer” menjadikan Aceh tidak menarik, karena tidak bisa bebas dan hura-hura.

Bila Aceh yang menjalankan syariat islam menjadi tidak menarik dalam bidang pariwisata, lantas mengapa Lombok, Malaysia, Brunei, Uni Emirat, dan bahkan sampai Hongkong, mereka sudah menyediakan tempat yang begitu nyaman kepada para pelancong berlabel “Islam” ini. Kenapa Aceh tidak bisa?

Lombok, hanya butuh waktu 10 tahun untuk membangun image sebagai daerah wisata halal dunia. Dan, Lombok berhasil! Malaysia, penduduknya hanya 30 juta jiwa, jauh lebih sedikit dibandingkan di Indonesia. Dan, jumlah wisatawannya? 28 juta per tahun 2014 lalu. Hampir dua kali lipat. Dalam rilis terbaru, dari agoda.com. Top 10 destination Wisata anti mainstream di asia tenggara, Indonesia tak masuk. Apalagi Aceh?

*****

Apa yang salah dengan Wisata Aceh sebenarnya?

Di mulai sejak awal 2015 sampai hari ini, wisata Aceh memang terlihat bergeliat hebat lebih dari biasanya. Masa damai yang memasuki umur satu decade, ditambah lagi, dengan munculnya berbagai komunitas para pejalan dan pecinta Aceh. Banyak daerah-daerah di pelosok Aceh yang dulunya tertutupi oleh media kini menjadi terbuka luas. Dunia Maya seperti sosial media menjadi pemicu paling cepat untuk menyulut minat para wisatawan bertandang ke Aceh.

Lalu ternyata, satu persatu, tempat-tempat yang eksotik di Aceh tutup! Iya T-U-T-U-P total. Ini belum termasuk yang di paksa tutup, di bakar, di permak sampai habis tak bersisa. Kalian tahu alasannya? Mesum! 

Pantai Romantis Bay yang beberapa bulan lalu sempat dibakar massa. Alasannya? Karena nama dan tempatnya seperti menyediakan hal-hal yang berbau mesum. Massa datang berduyun-duyun lalu meminta tempat itu ditutup. Tak lama berselang, Pantai itu buka kembali. Hanya berganti nama, konsep sama, tapi tetap bisa berjalan kembali seperti biasa. Aneh bukan? (tempat wisata dibakar)

Pantai Lange, sebuah pantai “baru” yang masih satu kemukiman dengan Pantai Lampuuk ini, awal-awal sempat heboh. Masuk ke media local dan berseliweran di acara adventure yang paling heboh se-Indonesia. #IloveUNadine. Selang beberapa bulan kemudian, Pantai lange tutup! Penjagaan super ketat diberlakukan di sekitar area jalan menuju lange.  Luar biasa! Seperti hendak memasuki sebuah areal yang sangat steril. Alasannya? Mesum dan Bukan Tempat Wisata!#hellooo??

Tapi, publik Aceh pada September lalu kembali dihebohkan dengan cerita Lange. Tiba-tiba muncul sebuah postingan dari salah satu jasa travel perjalanan Aceh yang bisa membawa tamu ke Pantai Lange! Biasa? Tunggu, Dia bisa membawa serta kaum hawa! #tiba-tibaPengenMinumPilTupai. Bayangkan betapa sakitnya hati abang! (ceritanya di sini)

Wisata Aceh Terhalang Syariat
Pantai Lange ( dari sini)

Ini belum termasuk kasus-kasus lainnya yang selalu dihubungkan dengan MESUM dan MESUM! Apa salah si mesum ini? Perbuatan nikmat sesaat ini selalu menjadi biang keladi. Parahnya lagi, mesum menjadi sebuah alibi pembenaran penutupan tempat wisata karena melanggar syariat islam. Benarkah?

Bila di tarik sebuah garis, sebenarnya jelas islam melarang Mesum. Jangankan mesum, mendekatinya saja tidak boleh. Lalu, mengapa tempat wisata yang menjadi korban? Pelakulah yang seharusnya bertanggung jawab. Bukan korban. Tempat wisata itu bagian syariat Allah. Karena ia, adalah ciptaanNYA. Manusialah yang seharusnya bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat, begitu kan?

Lagi pula, bila ada wisatawan yang melakukan mesum, ya tindak ia sebagai pelaku. Kan Aceh punya Polisi Syariat? Jangan ujuk-ujuk menyalahkan tempat.

*****

JANGAN MENEMBAK NYAMUK DENGAN MERIAM!

“bang Yud, tamu-tamu yang datang ketempat saya di sabang itu semuanya sudah paham kalau Aceh itu daerah syariat Islam. And they okay with that” ungkap seorang pengusaha dibidang pariwisata dan masih seorang “minoritas” di Aceh

“Saya bangga lahir dan besar di Aceh, Bang, saya juga senang ketika Aceh ini tetap bergelar serambi mekkah, tapi bang.. yang menjadi kendala selama ini adalah Sumber Daya Manusia. Jarang orang kita sadar wisata. Bagaimana sebenarnya menerapkan syariat dalam berwisata ini sangat sulit ditemui bang” lanjutnya lagi, ketika saya tanyakan apa sebenarnya yang menjadi kendala selama ini dalam menjalankan bisnis penginapannya.

Saya Setuju. Dan memang itulah sebenarnya yang terjadi di Aceh hari ini. Masyarakat Aceh sebagian belum sadar wisata. Mereka belum bisa mengetahui bagaimana sektor pariwisata bisa meningkatkan ekonomi kampung, desa, keluarga dan pribadinya. Tentu saja tanpa harus kehilangan “marwah” diri sebagai orang Aceh.



Bukan syariat islam yang salah. Lihat contoh kasus di atas yang saya sampaikan. Itu terjadi real! Bukan rekayasa. Pemahaman sebagian orang di Aceh itu, MENEMBAK NYAMUK DENGAN MERIAM artinya bila ada nyamuk di rumah bukan hanya nyamuknya yang dimatikan, akan tetapi rumah-rumahnya sekalian. Aneh bin ajaib bukan? Lange kini, walaupun tetap tertutup bagi masyarakat umum, tapi beberapa orang memiliki “ijin” khusus kesana. Ini sebenarnya berbahaya. Akan menjadi sebuah bom yang akan meledak sewaktu-waktu. Alasan yang dipaksakan menjadi sebuah tanda Tanya yang besar. Ada apa sebenarnya dibalik lange? Karena sebagian foto yang beredar, kalau di Pantai Lange, terjadi pembalakan Liar besar-besaran. Wow! (lihat di sini

Masalah terakhir adalah, Aceh masih kurang fokus untuk benar-benar memantaskan diri menjadi sebuah daerah destinasi wisata pilihan dan nyaman bagi para turis. Ah, negeri pun bernasib sama. Apalagi Aceh yang hanya merupakan bagian dari Indonesia. Mungkin, karena kita terlalu mengandalkan hasil alam yang melimpah sehingga membuat kita terlena. Ibarat paman gober yang tidur di atas uang, lalu lupa, kalau uang itu suatu saat akan habis bila tak punya bisnis yang berkesinambungan.

Wisata Aceh Terhalang Syariat
kalau rusak karena banyak remaja foto naik ke atas tulisan ini, apa salah syariat Islam juga?

Aceh hari ini harus benar-benar fokus bila ingin menjadikan diri sebagai tempat wisata yang-memang- menarik bagi para turis. Tak lagi hanya sambil lalu. Bila ada event keren, lakukanlah saban tahun, jangan tergantung pada siapa yang memimpin Aceh dan siapa yang punya kepentingan. Ini sudah tak benar bila demikian terus. Minyak Aceh tak akan bertahan lama, gas Aceh sudah habis, tapi laut, gunung, sungai, dan alam Aceh, dia akan tetap terus ada bila dimanfaatkan dengan baik tentu saja ini akan menjadi sebuah sektor pendukung yang sangat menarik bagi Aceh.

Akhirnya,

Aceh, tetap harus fokus membangun masyarakat sadar wisata secara berkesinambungan. Sudah cukup, syariat dijadikan alasan sehingga menjadi momok menakut-nakuti pihak luar. Bukankah islam itu adalah yang baik bagi seluruh alam jagad raya ini? Maka tunjukkan kalau orang Aceh benar-benar mengerti seperti apa syariat itu. Bukannya menjadi orang yang pilih kasih dan menjadikan syariat sebagai politik pembenaran diri.

Saya yakin, Aceh yang punya potensi yang luar biasa di bentang alam dan budayanya ini, suatu hari nanti akan menjadi salah satu tujuan pariwisata favorit di Indonesia bahkan dunia. Asalkan, kita berhenti menembak nyamuk dengan meriam.


&&&